tirto.id - Timnas AMIN menyebut ada pihak yang mengatur sistem algoritma server Sirekap milik KPU dalam rekapitulasi suara Pilpres 2024 untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
Data terbaru yang dilihat Tirto di situs web KPU per pukul 17.00 WIB, Jumat (16/2/2024), perolehan suara sementara pasangan Prabowo-Gibran masih paling tinggi, yakni 57,07 persen, Anies-Muhaimin 24,94 persen, dan Ganjar-Mahfud 18 persen.
Anggota Dewan Pakar Timnas AMIN, Bambang Widjojanto, mengatakan dugaan itu berdasar hasil temuan tim teknologi informasi forensik yang dilakukan dengan beberapa model dan metode terhadap formulir C1.
"Berdasarkan analisis kajian forensik terhadap server KPU, kami menduga ada algoritma sistem yang sudah di-setting untuk pemenangan paslon tertentu," kata Bambang di Rumah Koalisi Perubahan, Jalan Brawijaya X Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (16/2/2024).
Menurut Bambang, seharusnya bila ada revisi di satu TPS, akan mengubah TPS yang lain. Dia mengatakan angka itu tidak sekadar dicatat, tetapi sistem itu yang membangun pengaturannya.
"Jadi, ada yang sudah di-setting, algoritma sistem di-setting untuk pemenangan paslon tertentu yang secara otomatisasi di atas 50 persen," ucap Bambang.
Bambang mengatakan, audit forensik dilakukan terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi di sejumlah wilayah. Menurutnya, audit forensik sebagian dilakukan oleh masyarakat, sebagiannya dilakukan oleh tim Kawal AMIN.
"Sekarang ada tim lagi yang memeriksa seluruh data yang ada di server-nya KPU. Nanti akan dibandingkan dengan seluruh data yang dimiliki oleh Kawal AMIN," tutur Bambang.
Bambang memastikan temuan itu akan dibuka di depan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan mereka tempuh sebagai barang bukti dalam sengketa pemilu.
"Jadi, kalau terus main-main, forensik ini akan kami buka di depan Mahkamah Konstitusi. Kita siap dengan tim forensiknya. Karena selama ini audit IT terhadap sistem KPU tidak pernah dilakukan," kata Bambang.
Dia juga mengatakan, pihaknya telah mengirimkan dua surat kepada Bawaslu untuk melakukan audit. Namun, tidak dilakukan.
"Kami mengonfirmasi memang ada sistem yang algoritmanya itu sudah dibangun," tukas Bambang.
Bambang juga mempersoalkan hasil quick count atau hitung cepat oleh sejumlah lembaga survei. Dia menduga, ada jual beli suara di rekapitulasi suara di kecamatan.
"Kecurangan yang ketiga, dengan diluncurkannya psikologi melalui quick count, maka kemungkinan besar transaksi jual beli suara di proses rekapitulasi kecamatan bisa dengan mudah dilakukan. Dan itu yang harus diwaspadai," tutup Bambang.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi