tirto.id - Roni alias Cungkring dan teman-temannya dari Pemuda Pancasila (PP) hendak kembali ke rumah masing-masing usai rapat di Cibodas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (6/9/2020). Sepuluh mobil keluar dari Tol Ciledug Jakarta Selatan pada magrib.
Saat melintasi Kreo, Larangan, Kota Tangerang, Banten, dua dari 10 mobil itu "ditimpa, dikejar sampai mencong, dihantam celurit" oleh kelompok Forum Betawi Rempug (FBR) yang saat itu tengah memasang bendera di seberang Gang Langgar, kata Cungkring, Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) PP Ciledug, ketika dihubungi reporter Tirto, Senin (7/9/2020).
Kaca mobil pecah. Beruntung nihil korban jiwa. Dua mobil itu masing-masing diisi delapan orang, kebanyakan perempuan. Salah satunya dicat loreng khas PP.
Anggota Bidang Organisasi dan Keanggotaan PAC PP Ciledug, May, yang menempati mobil yang diserang, menegaskan organisasinya tak berulah. Sopir sampai tancap gas agar selamat dari kerumunan. Mereka sempat berhenti untuk mengecek kondisi mobil. "Ada orang PP yang tinggal di dekat situ rumahnya diserang," ujar May.
Usai itu mereka lapor ke Ketua PAC Ciledug. Grup Whatsapp ramai. Imbasnya, ratusan orang berkumpul. Bentrokan PP dengan FBR di Kreo tak terhindarkan.
Agun Hidayat, anggota FBR Semut Item, menduga bentrok melibatkan 200 orang, masing-masing 100 dari PP dan FBR. Lempar-lemparan baru terjadi, juga saling acung senjata tajam, kata Agun, Senin (7/9/2020).
Ia mengatakan FBR dibantu warga setempat. Sementara dari PP, "yang terdekat pada datang, seperti PP Kebayoran Lama dan PP Pesanggrahan." Bentrokan itu meluas hingga ke daerah Jombang dan Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Bentok berlangsung satu jam, katanya. "Luka ringan saja, lecet-lecet," kata Agun.
Tapi keterangan berbeda disampaikan Kapolsek Ciledug Kompol Ali Zusron. Ali menyatakan baku lempar batu hanya berlangsung lima menit karena polisi datang. "Malamnya saya bawa mereka ke mapolsek, bikin deklarasi damai supaya disebarkan ke ormas masing-masing," tambahnya.
Menurut Ali, ini bermula ketika rombongan PP melintas di Petukangan sekitar pukul 6 sore. Waktu itu ada kerikil mengenai mobil. Mereka mengira baru saja ditimpuk batu, dan karena itu mencari si pelempar. Tak menemukan siapa-siapa, mereka melanjutkan perjalanan ke Ciledug.
Tiba di Kreo, seorang tukang parkir yang merupakan saudara anggota FBR, tersenggol salah satu mobil PP. "Kedua kejadian itu tak ada masalah, sudah diklarifikasi ke Ketua FBR Larangan maupun PP," kata Ali.
Lantas mengapa bentrok terjadi? Ali bilang itu karena adanya video lama yang dibagikan ulang, seolah-olah itu baru saja terjadi. Video itu juga diberikan narasi yang memicu emosi. "Video yang beredar adalah hoaks, karena tidak ada korban jiwa maupun material," katanya.
Ali bilang tak ada tersangka dalam kejadian ini. Ia mengklaim wilayah hukum yang ia tangani selama ini kondusif, tiada keributan dari dua ormas itu.
Tapi keterangan berbeda disampaikan Cungkring. Dia tak percaya yang tersenggol itu tukang parkir. "Mana ada tukang parkir bawa celurit?" katanya. Ia juga mengatakan mobil PP menyerempet 'tukang parkir' itu "karena mereka mau hancurkan mobil loreng."
Sementara Agun mengatakan tukang parkir itu benar anggota FBR.
Bentrok Berulang
Bentrok PP vs FBR bukan kali ini saja terjadi. Pada 11 September 2018, Gardu FBR Semut Item di Jalan KH. Syafie Hazhami, Gandaria, Jakarta Selatan, dikepung 30-40 anggota PP. Dari seberang gardu, mereka mengacungkan golok, kelewang, celurit, samurai, pun parang. Mereka mengalamatkan tantangan kepada Haryadi dan kawan-kawan yang berkumpul di gardu.
Mereka menghujani gardu dengan batu.
Gardu itu adalah musala yang bagian belakangnya dijadikan posko 0176 FBR. Para penyerang tidak berseragam, tapi Haryadi tahu identitas mereka karena memekikkan "Pancasila abadi"--slogan PP.
Badar, anggota Bidang Media Massa dan Hubungan Masyarakat Majelis Pimpinan Wilayah PP DKI, menduga serangan di Gardu Semut Item adalah balas dendam sebab anggota FBR terlebih dulu merusak posko PP di daerah Tangerang Selatan.
Gardu itu juga pernah jadi target pada tahun 2013, 2014, dan 2017.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino