Menuju konten utama

Tiga Rumah Sakit Akali Klaim JKN-BPJS, Totalnya hingga Rp35 M

Tim PK-JKN telah berkoordinasi dengan pimpinan KPK untuk menindaklanjuti temuan tersebut.

Tiga Rumah Sakit Akali Klaim JKN-BPJS, Totalnya hingga Rp35 M
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan (kanan) bersama Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari (kedua kanan), Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Murti Utami (tengah), Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati (kedua kiri), dan Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antarlembaga BPJS Kesehatan Mundiharno (kiri) berbicara dalam diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024). ANTARA FOTO/Reno Esnir/app/foc.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) mengungkapkan temuan kecurangan (fraud) klaim JKN di tiga rumah sakit di tiga provinsi dengan total kerugian mencapai Rp35 miliar.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengatakan bahwa Tim PK-JKN mendapati dua layanan yang secara detail terdapat fraud pada proses klaimnya, yaitu fisioterapi dan operasi katarak.

Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim fisioterapi sebanyak 4.341 kasus, tapi sebenarnya ada 1.072 kasus di buku catatan medis. Jadi, 3.269 kasus diklaim sebagai fisioterapi, tapi sebenarnya tidak ada di catatan medis. Nilainya mencapai Rp501,27 juta,” ungkap Pahala dalam diskusi media bertajuk Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (24/7/2024).

Selain itu, dalam layanan katarak, Tim PK-JKN yang terdiri dari KPK, BPJS, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini juga menemukan adanya fraud dengan modus manipulasi diagnosis, yakni rumah sakit mencatatkan operasi katarak fiktif.

Contohnya, kata Pahala, dari sampel 39 pasien katarak, hanya 14 pasien yang benar-benar membutuhkan operasi. Namun, rumah sakit mengklaim seluruh pasien tersebut pada BPJS Kesehatan. Lebih parah lagi, beberapa rumah sakit juga membuat dokumen fiktif, meskipun pasien dan catatan medisnya tidak ada.

Fraud-nya macam-macam, tapi kita ambil cuma dua, phantom billing dan manipulation diagnose. Bedanya, phantom billing, orangnya tidak ada, terapinya tidak ada, catatannya ada. Manipulation diagnose, orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean,” ucap Pahala.

Pahala juga mengatakan bahwa saat ini Tim PK-JKN tengah fokus melakukan penanganan fraud pada modus yang paling riskan, yakni phantom billing.

Hasil audit dengan pihak BPJS Kesehatan menunjukkan setidaknya ada tiga rumah sakit (RS) yang diketahui terlibat phantom billing, yakni salah satu RS di Jawa Tengah dengan dugaan fraud sebesar Rp29,4 miliar dari 22.550 kasus; RS di Sumatera Utara dengan dugaan fraud sebesar Rp4,2 miliar dari 1.620 kasus; serta RS di Sumatera Utara dengan dugaan fraud sebesar Rp1,5 miliar dari 841 Kasus.

Jika ditotal, nilai fraud-nya mencapai sekitar Rp35 miliar.

Menurut Pahala, Tim PK-JKN telah berkoordinasi dengan pimpinan KPK untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Pimpinan KPK, kata Pahala, telah sepakat agar kasus fraud ketiga rumah sakit tersebut dibawa ke ranah penindakan karena indikasi tindak pidana korupsinya sudah cukup.

Selanjutnya kalau kita sudah tahu tiga rumah sakit ini melakukan fraud, seharusnya pasti ada yang lain lagi. Makanya, tim sepakat dalam waktu enam bulan ke depan untuk semua rumah sakit yang klaim, kalau ada yang melakukan phantom billing atau manipulation diagnose yang tidak tepat, itu ngaku saja, silahkan koreksi klaimnya,” ujar Pahala.

Setelah enam bulan, nanti Tim PK-JKN melakukan secara masif audit klaim. Audit dari BPJS Kesehatan dan BPKP Indonesia. Tim ini ada sampai level provinsi soalnya,” Pungkas Pahala.

Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kemenkes, Murti Utami, sebagai Ketua Tim PK-JKN, menuturkan bahwa pihaknya juga menemukan modus fraud lain, seperti self-referrals, upcoding, repeat billing, fragmentation, hingga suap atau gratifikasi.

Murti mengatakan bahwa pelaku dari modus-modus fraud tersebut meliputi peserta, BPJS Kesehatan, fasyankes, penyedia obat dan alkes, serta pemangku kepentingan lainnya.

Dalam fraud JKN ini, tidak hanya faskes, tapi individunya juga akan dikenakan sanksi. Jadi, kami sedang melakukan pengolahan jenis-jenis sanksi terhadap pelaku-pelaku dari fraud JKN ini. Di Kemenkes, kami sudah memiliki sistem informasi SDM kesehatan. Jadi, siapa kerja di mana kemudian SIP-nya juga ada. Kami juga ada rekam jejaknya,” ucap Murti.

Murti menambahkan bahwa saat ini Tim PK-JKN sudah membuat rencana tindak lanjut dalam pencegahan dan penanganan fraud JKN seperti pemutusan kerja sama RS-BPJS dan pemberian sanksi mulai penundaan pengumpulan SKP selama enam bulan sampai pencabutan izin praktik.

Terakhir, Tim PK-JKN Provinsi akan diperkuat dalam proses verifikasi fraud; serta memberikan kesempatan jangka waktu selama enam bulan kepada faskes yang diduga melakukan phantom billing dan manipulasi diagnosis untuk melakukan koreksi dan pengembalian kerugian negara ke BPJS Kesehatan.

Baca juga artikel terkait FRAUD atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi