tirto.id - Terpidana kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 dan korupsi dana operasional menteri (DOM) Suryadharma Ali mengaku sedang diet, Senin (2/7/2018). Hal itu diakui saat saat ditanya kondisi fisiknya yang terlihat lebih kurus.
"Lagi diet," kata Suryadharma Ali usai persidangan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta.
Suryadharma terlihat jauh lebih kurus daripada sebelum menjadi terpidana. Kemeja hijau yang dikenakan Suryadharma untuk hadir dalam persidangan terlihat longgar. Muka mantan Ketua Umum PPP itu pun terlihat lebih kurus dibandingkan sebelum divonis pada tahun 2015 lalu.
Suryadharma berdalih dirinya sedang berpuasa. Sebelumnya, mantan Ketua Umum PPP itu dikabarkan pernah mengidap sejumlah penyakit. Pada tahun 2015, Suryadharma Ali terkena serangan jantung jelang pembacaan tuntutan Selasa, (22/12/2015).
Ia pun pernah dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto karena sakit pada Sabtu (19/3/2016). Pria yang akrab disapa SDA itu mengaku tidak sakit.
"Nggak... Nggak...," jawab Suryadharma singkat.
Suryadharma Ali kini tengah mengajukan peninjauan kembali atas perkara kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 dan korupsi dana operasional menteri (DOM). Sebelumnya, mantan Menteri Agama itu terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.
Ia dinilai melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana akibat penyalahgunaan dana tersebut.
Dalam persidangan, Senin, Suryadharma mengajukan novum berupa bukti dokumen dan saksi untuk membuktikan adanya kesalahan putusan hakim. Ia memasukkan putusan nomor 25/PUU-XIV/2016 tentang perubahan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor sebagai delik Materil. Putusan MK tersebut menyatakan kasus korupsi harus memenuhi unsur kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata/pasti.
Kemudian, mereka juga memasukkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2016 yang menyebutkan bahwa instansi yang memiliki kewenangan untuk menyatakan ada tidaknya kerugian negara berada pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan konstitusional.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yantina Debora