Menuju konten utama

Terkait Pemanggilan Eko Patrio, Polisi Diminta Taati Aturan

Anggota DPR Eko Patrio dipanggil pihak kepolisian terkait perkataannya soal pengalihan isu. Menanggapi itu, DPR mengimbau kepolisian mematuhi aturan dan tata cara pemanggilan anggota DPR.

Terkait Pemanggilan Eko Patrio, Polisi Diminta Taati Aturan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Pemanggilan anggota Komisi X DPR, Eko Purnomo alias Eko Patrio, oleh polisi untuk menjelaskan maksud komentarnya bahwa pengungkapan jaringan teroris Bekasi adalah pengalihan isu, menuai persoalan lain.

Kali ini, DPR meminta Kepolisian Indonesia mematuhi aturan dan tata cara pemanggilan anggota DPR yang diatur dalam konstitusi sehingga terjaga sikap saling menghormati dan menghargai kewibawaan institusi masing-masing.

"Saya setuju dan mendukung pendapat kepala Kepolisian Indonesia bahwa anggota DPR itu harus berbicara berdasarkan data dan fakta. Namun pemanggilan anggota DPR itu ada tata caranya sebagaimana diatur dalam UU," kata Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (16/12/2016).

Dia mengingatkan Kepolisian Indonesia harus menghargai posisi DPR sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Aturan itu menyebutkan, jika ada anggota DPR diduga melanggar aturan maka ada Mahkamah Kehormatan Dewan yang akan menindak yang bersangkutan, sesuai tingkat kesalahan. "Ada aturan ketatanegaraan yang juga harus dihormati, pemanggilan anggota DPR harus seizin presiden," ujarnya.

Hal itu menurut politikus Partai Golkar itu, sama ketika ada kepala Polda atau pejabat tinggi di Kepolisian Indonesia membuat kekeliruan. Ada Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Indonesia yang menangani terlebih dulu.

Dia menjelaskan, Komisi III DPR sebagai pengawas di sektor hukum tidak bisa sembarang memanggil pejabat Kepolisian Indonesia untuk dimintai keterangan dalam sidang komisi di DPR.

"Kami harus minta izin kepala Kepolisian Indonesia. Kenapa? Karena kita harus saling menghormati dan menghargai kewibawaan institusi kita masing-masing," katanya.

Soesatyo menegaskan, DPR walaupun memiliki kewenangan atau hak pengawasan, hak anggaran dan hak membuat atau mengubah UU, tetap harus menghargai institusi Kepolisian Indonesia dan sebaliknya juga demikian.

Sebelumnya beredar informasi pemanggilan Purnomo (anggota Fraksi PAN DPR) oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia sesuai surat nomor B/1704-Subdit-I/XII/2016/Dit Tipidum perihal undangan wawancara untuk dia.

Dalam surat itu disebutkan Purnomo dimintai keterangan atas laporan polisi LP/1233/XII/2016/Bareskrim tanggal 14 Desember 2016 dengan pelapor Sofyan Armawan atas dugaan tindak pidana kejahatan terhadap penguasa umum, dan atau UU ITE sebagaimana dimaksud dalam pasal 207 KUHP dan atau UU Nomor 19/2016 Tentang Perubahan dari UU Nomor 11/2008 Tentang ITE.

Sebelumnya secara terpisah, Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, menyatakan pendiriannya soal itu kepada pers, di Jakarta, hari ini juga.

"Saya akan mengundurkan diri bila saya terlibat merekayasa. Kalau ada bukti bahwa ini rekayasa, tunjukkan buktinya. Kami akan lakukan tindakan tegas! Kalau seandainya tidak ada bukti rekayasa, tolong pertanggungjawabkan ucapan itu (rumor pengalihan isu). Yang kami kerjakan, murni penyelidikan berbulan-bulan," kata Karnavian.

Polisi, katanya, meminta sejumlah pihak untuk tidak asal beropini tanpa memiliki fakta dan data yang kuat. "Jangan ngomong tanpa data, hanya berdasar opini saja. Kasihan aparat kita yang bekerja keras," katanya.

Baca juga artikel terkait DPR atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari