Menuju konten utama

Terjangkit COVID-19 Sebelum Vaksinasi Kedua Sinovac, Kok Bisa?

Ada beberapa penyebab orang terinfeksi COVID-19 setelah menerima vaksinasi pertama. Salah satunya saat disuntik virus masih dalam tahap inkubasi.

Terjangkit COVID-19 Sebelum Vaksinasi Kedua Sinovac, Kok Bisa?
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 Sinovac saat vaksinasi terhadap pejabat pemerintah kabupaten Kepulauan Sangihe di Rumah Sakit Liun Kendage Tahuna, Sulawesi Utara, Senin (1/2/2021). ANTARA FOTO/Stenly Pontolawokang/YU/wsj.

tirto.id - Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna sempat demam selama lima hari sebelum menjalani tes swab pada Jumat (29/1/2021) lalu. Hasil pemeriksaan menyimpulkan ia positif COVID-19. Ia terinfeksi meskipun merupakan rombongan pertama penerima vaksin buatan Sinovac.

Bupati Sleman Sri Purnomo yang diumumkan terinfeksi COVID-19 pada 22 Januari lalu juga merupakan orang pertama yang divaksin di Kabupaten Sleman, tepatnya pada 14 Januari, di Puskesmas Ngemplak.

Kenapa orang yang telah divaksin tetap dapat terinfeksi?

Ketua Pimpinan Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Iris Rengganis menjelaskan ada tiga kemungkinan alasan mengapa seseorang bisa positif COVID-19 setelah divaksin.

Pertama, orang tersebut sudah terinfeksi dan virus masih dalam masa inkubasi ketika penyuntikan. Pada saat penyuntikan orang tersebut tampak dan memang merasa sehat. "Jadi kalau ditanya, 'apa Anda demam?' [dan] dijawab 'tidak', itu memang benar, tidak bohong. Beberapa hari baru muncul gejalanya," kata Iris kepada reporter Tirto, Senin (1/2/2021) lalu.

Penyebab kedua adalah antibodi yang belum terbentuk. Iris menjelaskan satu paket vaksin Sinovac terdiri dari dua dosis yang masing-masing disuntikkan dalam selang waktu dua minggu. Setelah penyuntikan kedua pun tak berarti kita kebal COVID-19, sebab sistem imun baru benar-benar terbentuk paling cepat dua pekan kemudian.

Penyebab ketiga karena efikasi vaksin itu sendiri. Efikasi adalah kemampuan vaksin untuk memberikan manfaat bagi individu yang diberikan imunisasi.

Berdasarkan hasil uji klinis yang dilakukan Universitas Padjajaran, efikasi COVID-19 dari Sinovac sebesar 65,3 persen sehingga masih terbuka peluang seseorang terinfeksi meskipun sudah melewati 14 hari setelah penyuntikan kedua.

Vaksin Sinovac dipakai di banyak negara lain dengan efikasi beragam. Efikasi di Turki mencapai 91,25 persen, sementara di Brasil 50,38 persen. Tingkat efikasi dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya jumlah subjek yang diteliti dan profil subjek. Meski begitu, hanya vaksin dengan efikasi di atas 50 persen saja yang boleh dipakai.

Oleh karena tak jadi serta merta kebal, Iris menegaskan bahwa vaksinasi tidak menggugurkan kewajiban seseorang menerapkan protokol kesehatan. "Masih ada lowongan terkena, nah itu kita tutup dengan protokol kesehatan. Vaksin itu salah satu senjata kita menghentikan pandemi tapi bukan satu-satunya," kata Iris.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk program vaksinasi Siti Nadia Tarmidzi pun menegaskan vaksin COVID-19 butuh dua kali dosis penyuntikan agar bisa efektif bekerja. "Sebab sistem imun perlu waktu lewat paparan yang lebih lama untuk mengetahui bagaimana cara efektif melawan virus," katanya.

Penyuntikan pertama dilakukan untuk memicu respons kekebalan awal, sementara suntikan kedua untuk memperkuat respons imun yang sudah terbentuk.

Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan mengatakan menemukan sejumlah kasus positif COVID-19 setelah vaksinasi, tetapi jumlahnya sangat sedikit dibanding jumlah orang yang sudah disuntik. Ia menduga itu terjadi karena antibodi belum terbentuk.

Hindra menggarisbawahi platform vaksin COVID-19 adalah virus yang sudah tidak aktif sehingga mustahil mengakibatkan seseorang positif COVID-19. "Meski dicatat sebagai KIPI, namun klasifikasinya koinsiden, [artinya] kebetulan/tidak berkaitan dengan vaksinasi yang diberikan," kata Hindra kepada reporter Tirto, Senin.

Sejak program dimulai pada Rabu 13 Januari hingga Kamis 28 Januari, penerima vaksin baru menyentuh 368.318 tenaga kesehatan atau rata-rata 42.804 orang per hari. Angka ini jauh dari target 900 ribu per hari.

Target penerima vaksin adalah 181 juta orang. Angka tersebut harus dipenuhi jika hendak mencapai target kekebalan komunitas (herd immunity). Presiden Joko Widodo menetapkan target vaksinasi rampung pada Februari 2021, yang bagi beberapa pakar kesehatan tidak realistis.

Baca juga artikel terkait VAKSINASI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino