Menuju konten utama

Tantangan dan Persoalan Industri Dana Pensiun

Industri dana pensiun Indonesia memang masih muda. Sampai seperempat abad, perkembangannya tidak terlalu berarti. Ini dikarenakan masih rendahnya kesadaran memiliki dana pensiun di Indonesia.

Tantangan dan Persoalan Industri Dana Pensiun
Ilustrasi perencanaan dana pensiun. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dana pensiun belum menjadi prioritas masyarakat. Jumlah penduduk yang sudah mempersiapkan dana pensiun masih sangat rendah. Industrinya pun tumbuh pada angka yang belum begitu menggembirakan.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan, aset industri dana pensiun bertumbuh 7,06 persen pada tahun 2015 lalu menjadi 15,5 persen pada tahun 2016. Sayangnya, 25 tahun setelah Undang-undang Dana Pensiun diterbitkan, industri ini hanya membukukan pertumbuhan yang tidak terlalu besar. Menurut data OJK, aset Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sebesar Rp1.909,26 triliun per 31 Desember 2016 dan naik 13,64 persen dari tahun 2015. Pangsa aset industri dana pensiun sebesar 12,5 persen atau sekitar Rp238,3 triliun.

"OJK tentu sangat berkepentingan untuk memfasilitasi perkembangan industri dana pensiun ini kedepannya," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner Rahmat Waluyanto di seminar internasional 25 Years of Pension Savings-Way Forward for Next Quarter Century di Jakarta akhir April lalu. OJK dan para pelaku industri dana pensiun sudah mencanangkan Pension Day yang merupakan serangkaian kegiatan sosialisasi tentang dana pensiun sepanjang tahun 2017 ini.

Dana kelolaan industri dana pensiun hanya 1,92% dari produk domestik bruto (PDB). Lebih kecil dari Thailand yang 6,6%. OJK menargetkan dana kelolaan ini akan dapat mencapai 2,5% dalam waktu dekat dan jangka menengah 5% dari PDB.

Padahal, melalui industri dana pensiun ini diharapkan kehidupan masyarakat dapat lebih sejahtera karena memiliki penghasilan yang memadai pada masa pensiun.

Ada berbagai penyebab mengapa industri dana pensiun kurang berkembang dengan pesat. Pesertanya juga masih jauh dari jumlah pekerja. Padahal, jumlah pekerja aktif di sektor formal saat ini mencapai 50 juta orang. Dari jumlah tersebut, baru 17,8 juta yang ikut program pensiun yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Taspen, Asabri juga Dana Pensiun Pemberi Kerja, Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Peserta BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun tercatat sebanyak 9,1 juta, sementara dana pensiun pemberi kerja 4,3 juta.

Salah satu penyebabnya adalah peraturan yang tumpang tindih mengenai dana pensiun. Rahmat mengatakan, perlu ada upaya dan kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan agar dapat bersinergi dalam menyikapi persoalan ini. Pemerintah mewajibkan perusahaan mengikutsertakan karyawannya ke dalam program pensiun publik yaitu BPJS Ketenagakerjaan, sementara perusahaan sudah memiliki program pensiun perusahaan. Aturan tersebut membebani perusahaan.

Hal ini diamini juga oleh Dumoly Pardede, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Dumoly Pardede. “Ada hal yang kurang harmonis. Misalnya begini, sebuah perusahaan katakan perusahaan X, wajib ikut BPJS Ketenagakerjaan dengan mengiur 3% untuk karyawannya. Tetapi, mereka juga punya program pensiun sehingga mengiur 5%, juga punya program asuransi tambah lagi iuran 3%. Bisa jadi perusahaan membayar untuk karyawannya sebanyak 15% dari gaji karyawan. Sementara di Vietnam cukup 3%. Bagaimana mau berkompetisi dengan Vietnam? “ kata Dumoly. Menurut dia, aturan seperti ini yang harus diharmonisasi agar perusahaan pun dapat bersaing.

OJK dan pelaku industri dana pensiun pun mengusulkan revisi UU no 11/1992. Regulasi memang perlu dibuat menjadi selaras sehingga efektif untuk semua pihak. Beberapa poin revisi yang akan diajukan antara lain adalah tentang pembuat program pensiun. Kelak diharapkan tidak hanya dana pensiun pemberi kerja dan dana pensiun lembaga keuangan saja yang dapat membuat program pensiun. Koperasi, perseroan terbatas, manajer investasi dan konsultan aktuaris juga boleh membuat program pensiun.

infografik tantangan persoalan industri dana pensiun

Masalah lainnya adalah tentang manfaat program pensiun. Selama ini, program pensiun hanya berfungsi memberikan uang pensiun bulanan kepada seseorang yang usianya sudah memasuki usia pensiun. “Sistem seperti itu sudah tidak relevan lagi. Ke depan, program pensiun dapat memberikan manfaat sekaligus, misalnya untuk sekolah,” kata Dumoly. Misalnya seseorang yang berhenti dari profesi A, uang pensiunnya dapat ditarik dan digunakan sesuai kebutuhannya seperti untuk melanjutkan sekolah. Dengan demikian, para pekerja kontrak yang masa kerjanya berakhir pada 5 atau 10 tahun dapat merasakan manfaat program pensiun, tidak harus menunggu hingga berusia 55 atau 60 tahun.

Selain masalah aturan, Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Mudjiharno juga mengatakan, belakangan banyak dana pensiun pemberi kerja yang dikelola perusahaan dialihkan ke dana pensiun lembaga keuangan. Beberapa penyebabnya adalah skema manfaat pasti dirasakan tidak relevan dan membebani perusahaan. Salah satu hal yang memberatkan adalah perusahaan harus menutupi kekurangan dana pensiun jika tidak mencapai target. Alasan lain, bisa jadi juga karyawan semakin sedikit sehingga tidak efektif jika dana pensiun dikelola sendiri. Pada tahun 2016 dana pensiun manfaat pasti turun menjadi 180 perusahaan dari 190 pada tahun 2015. Sementara dana pensiun iuran pasti turun menjadi 44 dari 45 pada tahun sebelumnya.

Kenaikan usia harapan hidup juga menjadi persoalan. Seiring dengan kemajuan teknologi, fasilitas kesehatan dan kemajuan lain, usia harapan hidup semakin panjang. Dampaknya, ada kenaikan biaya yang harus dipikul oleh dana pensiun karena masa pembayaran yang semakin panjang. Terjadi liquidity mismatch, iuran yang masuk terkadang juga tidak cocok dengan kebutuhan pembayaran setiap bulan. Dari sisi pengelolaan aset, pada masa suku bunga rendah ini perkembangan aset pun menjadi semakin lamban. Return of investment (ROI) pun menjadi lebih rendah.

Pada tahun ini, dana pensiun diwajibkan mengalokasikan 30% dana kelolaan pada surat perbendaharaan negara. Aturan ini sudah dilakukan oleh sebagian pengelola dana pensiun besar. “Kendala sih tidak ada, lebih banyak yang comply. Bagi yang dana pensiun kecil-kecil ada kesulitan karena barangnya tidak ada. Nah, kalau yang seperti itu akan diberikan pengecualian dan jangan dipaksa. Mereka dapat membeli obligasi BUMN atau reksa dana yang di dalamnya ada instrumen obligasi BUMN.Menurut saya di pasar tidak ada masalah karena sudah kita berikan kelonggaran,” kata Dumoly.

“Dana pensiun pemberi kerja memerlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan,” kata Mudjiharno. Selain revisi dan sinkronisasi aturan tentang dana pensiun, para pelaku industri juga mengusulkan agar ada tambahan diversifikasi jenis-jenis dana pensiun.

Industri dana pensiun menyangkut hajat hidup orang banyak. Tujuannya pun mulia, untuk membuat pekerja sejahtera pada masa purnakaryanya. Semoga permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan sehingga industri ini benar-benar berkembang dan dapat mewujudkan misinya dalam meningkatkan kesejahteraan.

Baca serial "Dana Pensiun" dari Tirto:

Mengenal Industri Dana Pensiun

Tua Merana Tanpa Persiapan Pensiun

Berapa Dana Pensiun yang Cukup ?

Baca juga artikel terkait PENSIUN atau tulisan lainnya dari Yan Chandra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yan Chandra & Damianus Andreas
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti