tirto.id - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menyambut baik dukungan DPR dalam penambahan subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Adanya anggaran tambahan ini secara otomatis membantu masyarakat dalam menjaga daya beli.
“Persetujuan DPR memastikan bahwa BBM, LPG dan listrik yang disubsidi tidak naik. Ini bukti negara hadir dan terus berupaya keras, karena tidak ingin membebani rakyat di tengah persoalan pangan dan energi global,” kata Erick saat kunjungan kerja di Medan, dalam pernyataannya, Jumat (20/5/2022).
Mantan Bos Inter Milan itu berjanji, Kementerian BUMN bersama Pertamina dan PLN akan fokus dalam menjaga ketersediaan energi dan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.
Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah sebelumnya menyetujui usulan pemerintah terkait perubahan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Ia memahami perubahan postur dilakukan pemerintah karena dipengaruhi oleh naiknya harga minyak mentah dunia, sehingga subsidi energi makin membengkak.
Oleh karena itu, ia menyetujui subsidi energi ditambah menjadi Rp74,9 triliun. Rinciannya subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp71,8 triliun, dan subsidi listrik Rp3,1 triliun.
Selain itu, Banggar DPR juga menyetujui tambahan alokasi anggaran untuk penebalan perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp18,6 triliun. Penambahan ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga barang konsumsi maupun inflasi.
Pemerintah dan DPR juga menyepakati tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp47,2 triliun seiring membaiknya ekspor dan harga komoditas. Namun pemerintah melakukan efisiensi dengan pengurangan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp12 triliun.
Ia menambahkan, perubahan pendapatan dan belanja negara berdampak langsung terhadap defisit APBN 2022, baik dari sisi nominal maupun persentase. Banggar DPR menyetujui defisit APBN 2022 menjadi Rp840,2 triliun atau 4,5 persen terhadap PDB.
“Penurunan defisit anggaran tersebut telah memperhitungkan biaya utang yang meningkat tajam akibat potensi inflasi dan kenaikan suku bunga. Pembiayaan utang telah mempertimbangkan penurunan target SBN dan pemanfaatan SAL sebesar Rp50 triliun," pungkas Said.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz