tirto.id - Pemerintah sudah melunasi seluruh utang Indonesia saat krisis keuangan 1997-1998 kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, utang tersebut sudah dibayarkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Itu sudah lama sekali (utang ke IMF), program dari IMF itu kan sekitar tahun 1997-1998 atau sekitar awal 2000, dan waktu itu sudah kita lunasi semua, jadi sudah tidak ada utang ke IMF," kata Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7/2024).
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah sudah melunasi seluruh utang Indonesia kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pada era SBY. Karenanya, saat ini Indonesia berhasil terbebas dari pengaruh IMF.
"Kita harus berterima kasih pada pemerintahan sebelum Pak Jokowi, yaitu di zamannya Pak SBY. Itu berhasil menyelesaikan utang kita ke IMF," kata Bahlil, dalam konferensi pers di Kantor BKPM, Jakarta, Jumat lalu.
Sebagai catatan, utang yang dimaksud Bahlil merupakan utang Indonesia ke IMF saat krisis keuangan 1997-1998. Kala itu, saat dilanda krisis keuangan pemerintah Indonesia terpaksa meminta bantuan kepada International Monetary Fund (IMF).
Jika ditotal, saat itu Indonesia meminjam dana dari IMF sebanyak 3 kali. Pinjaman pertama diajukan pemerintah Indonesia ke IMF pada 5 November 1997, IMF menyetujui pinjaman dalam bentuk standby arrangements (sba) senilai 8,34 miliar SDR, namun yang dicairkan hanya 3,67 miliar SDR.
Kemudian pada 25 Agustus 1998, IMF menyetujui pinjaman kedua dalam bentuk extended fund facility (eff) senilai 5,38 miliar SDR namun yang dicairkan hanya 3,8 miliar SDR.
Terakhir, pada 4 Februari 2000 pinjaman Indonesia kembali disetujui sebesar 3,64 miliar SDR dan semua dicairkan. Adapun total IMF menyetujui pemberian pinjaman untuk Indonesia sebesar 17,36 miliar Special Drawing Rights (SDR). Nilai itu setara dengan 23,53 miliar dolar AS atau sekitar Rp130 triliun.
Namun, pada akhirnya besaran dana yang dicairkan oleh IMF hanya sebesar 11,1 miliar SDR atau sekitar 14,99 miliar dolar AS (Rp93,5 triliun).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin