tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran lima persen di akhir 2016. Untuk mencapai hal ini, menurutnya, efektivitas kebijakan fiskal harus menjadi prioritas.
"Kami akan mendorong efektivitas kebijakan di bidang fiskal dalam menghadapi risiko perekonomian global," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin, (24/10/2016).
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah telah mendukung kinerja otoritas moneter agar sektor perbankan cukup sehat dan tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan fungsi intermediasi terutama dalam penyaluran kredit.
Namun, pemanfaatan instrumen fiskal untuk mendukung pembangunan juga penting. Hal ini, menurut Sri, turut dipicu oleh dana dari uang tebusan program amnesti pajak yang bisa dimanfaatkan untuk pelaksanaan proyek infrastruktur.
"Tarif tebusan itu terserap pemerintah, sehingga pemerintah memiliki kas yang cukup. Kami ingin kas ini bisa dibayarkan kembali agar masyarakat merasakan dampak dari aktivitas pemerintah, untuk kebutuhan infrastruktur maupun pembiayaan keluarga miskin," ujarnya.
Menurut dia, pemanfaatan kas bisa terlihat dari percepatan penyerapan belanja kementerian lembaga pada triwulan III dan IV, yang secara signifikan memberikan kontribusi untuk mendorong sektor konsumsi maupun investasi pemerintah.
"Belanja pemerintah bisa melebihi 95 persen. Beberapa kementerian lembaga kami lihat (realisasinya) mampu hampir mencapai 100 persen. Tentu ini menjadi tambahan positif di Q3 dan Q4. Intensitas amnesti ini pasti akan berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi," kata Sri Mulyani.
Selain itu, ia memastikan adanya evaluasi kepada pemberian PMN kepada BUMN maupun penyaluran KUR kepada para pelaku usaha kecil, agar instrumen fiskal tersebut bisa memberikan dampak positif kepada sektor riil.
Sri Mulyani juga memberikan perhatian terhadap daerah-daerah yang sumber perekonomiannya bertumpu pada sumber daya alam dan saat ini terkena dampak langsung dari pelemahan harga komoditas serta kelesuan perekonomian global.
Wilayah tersebut adalah Kalimantan yang selama ini menjadi salah satu sentra batubara dunia serta Sulawesi yang identik dengan produksi hasil perkebunan.
"Antar wilayah di Indonesia terkena pengaruh pelemahan global yang berbeda-beda. Perlu dilihat instrumen fiskal atau yang lainnya untuk meminimalkan dampak (lesunya harga komoditas) di beberapa daerah ini," katanya.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra