tirto.id - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per September 2021 mencapai Rp452 triliun. Angka ini berasal dari realisasi belanja negara mencapai Rp1.806,8 triliun, sementara penerimaan negara baru mencapai Rp1.354,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, realisasi belanja masih belum optimal khususnya untuk komponen belanja non kementerian lembaga dan TKDD yang masih mengalami perlambatan.
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp1.265,3 triliun atau 64,7 persen dari pagu, tumbuh 4,4 persen secara yoy, menurun dari tahun lalu 21,2 persen secara yoy. Penurunan ini sebagai dampak dari Belanja Non-KL karena di periode yang sama tahun 2020 terdapat pembayaran kompensasi.
Belanja kementerian/lembaga tumbuh 16,1 persen secara yoy, terdiri dari belanja modal tumbuh 62,2 persen secara yoy untuk pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, serta pengadaan peralatan dan belanja barang tumbuh 42,4 persen secara yoy untuk mendukung akselerasi program PEN dalam pelaksanaan vaksinasi, klaim perawatan, bantuan upah, dan bantuan usaha mikro.
“Sehinga dengan pendapatan negara yang tumbuh sangat kuat dan belanja negara yang relatif terkendali sesuai dengan target," kata dia dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi Oktober, Senin (25/10/2021).
Adapun dalam bahan paparan, realisasi anggaran kesehatan mencapai Rp170,8 triliun, tumbuh 60,6 persen secara yoy, membaik dari tahun lalu 58,5 persen secara yoy, dimanfaatkan utamanya untuk klaim perawatan 511,7 ribu pasien, pengadaan 107,3 juta dosis vaksin hingga insentif nakes.
Selain itu, belanja negara juga dilakukan untuk perlindungan sosial (Perlindos). Hingga September 2021 anggaran Perlinsos sudah terealisasi Rp304,1 triliun atau 86,2 persen dari pagu.
Anggaran tersebut digunakan untuk kebutuhan BLT Desa, diskon listrik bagi 32,6 juta pelanggan, subsidi bunga UMKM, Program Pra Kerja, bantuan PKH bagi 10 juta keluarga, kartu sembako bagi 17,1 juta KPM, dan Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk 10 juta keluarga.
Sementara penyaluran TKDD terealisasi sebesar Rp541,5 triliun atau 68,1 persen dari pagu, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2020. Hal ini antara lain karena dampak relaksasi penyaluran beberapa jenis dana transfer di 2020, namun pertumbuhan penyaluran TKDD ini membaik dibanding bulan lalu. Dengan demikian belanja daerah tetap harus diakselerasi melalui peran aktif pemda.
Program PEN merupakan instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah dalam rangka penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi sebagai dampak terjadinya pandemi baik di tahun 2020 maupun 2021.
Total alokasi anggaran Program PEN dalam APBN 2021 sebesar Rp699,43 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2020 yang besarnya Rp695,2 triliun.
Dalam perkembangannya, Program PEN untuk 2021 kembali ditingkatkan menjadi Rp744,77 triliun, terutama untuk memberikan tambahan dukungan penanganan kesehatan dan perlindungan sosial di tengah peningkatan kasus Covid-19 akibat penularan varian delta.
Sedangkan realisasi Program PEN sampai 22 Oktober 2021 mencapai Rp433,91 triliun atau 58,3 persen dari pagu. Progres signifikan dari PEN terjadi pada klaster perlindungan sosial dan kesehatan.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz