tirto.id - Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp783,7 triliun di sepanjang tahun 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, defisit yang terjadi pada 2021 setara 4,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) RI. Defisit ini lebih rendah Rp222,7 triliun dari target APBN Rp1.006,4 triliun. Angka itu lebih rendah dibanding defisit yang terjadi pada tahun 2020 yang tembus 947,7 triliun atau 6,14 persen dari PDB RI.
"Defisit APBN realisasinya Rp783,7 triliun, jauh lebih kecil Rp222,7 triliun dari [target] APBN. Saya sudah memberikan indikasi pada bulan lalu defisit 2021 kemungkinan tembus 5,1-5,4 persen, tapi ternyata jauh lebih baik dari estimasi," terang dia dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (3/1/2022).
Realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.003,1 triliun, melampaui target yang ditetapkan dalam APBN 2021. Realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.546,5 triliun.
Hal ini dipengaruhi oleh membaiknya penerimaan pajak dari mayoritas sektor utama penyumbang penerimaan pajak, yang diikuti pemanfaatan stimulus perpajakan yang tinggi. Sementara itu, kinerja penerimaan cukai sebagai dampak kebijakan tarif cukai hasil tembakau, efektivitas pengawasan, serta peningkatan aktivitas ekspor dan impor.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) didukung meningkatnya harga komoditas (minyak mentah, minerba, CPO) serta membaiknya layanan PNBP K/L seiring meningkatnya aktivitas masyarakat. Realisasi penerimaan hibah mencapai Rp4,6 triliun, terutama berasal dari hibah dalam negeri langsung dan hibah luar negeri yang terencana pada Kementerian dan Lembaga.
“Jadi kalau sekarang pendapatan negara mencapai Rp2.003,1 triliun, itu kita tumbuhnya 21,6 persen lebih tinggi dari APBN kita yang Rp1.743,6 triliun, tapi ini adalah suatu recovery dan rebound yang sangat kuat,” jelas Sri Mulyani.
"Tahun lalu kontraksi 16 persen pukul telak oleh pandemi, tahun ini masih ada pandemi dan masih memukul dengan Delta dan Omicron. Namun, kita masih bisa tumbuh di 21,6 persen itu untuk memberikan perspektif," tambahnya.
Realisasi belanja negara mencapai Rp2.786,8 triliun atau meningkat 7,4 persen dari realisasi tahun 2020, sejalan dengan strategi kebijakan APBN yang bersifat countercyclical yang diambil Pemerintah untuk menangani munculnya varian Delta pada paruh kedua tahun 2021 serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah berlangsungnya dampak pandemi COVID-19.
“Kalau di sisi pendapatan negara ceritanya sangat kuat positif, belanja negara juga cukup kuat dan masih terjadi ekspansi kita berhasil membelanjakan Rp2.786, 8 triliun atau di atas APBN yang Rp2.750 triliun, ini 101,3 persen artinya kita belanja Rp36,7 triliun lebih tinggi dari APBN atau tumbuhnya 7,4 persen,” terang dia.
Realisasi belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp2.001,1 triliun atau meningkat 9,2 persen dari realisasi tahun 2020, terdiri dari Realisasi belanja K/L Rp1.189,1 triliun lebih tinggi dari realisasi tahun 2020 sebesar 12,2 persen.
Beberapa faktor yang memengaruhi realisasi tersebut antara lain peningkatan pagu belanja K/L untuk mendukung penanganan COVID-19 dan berbagai program pemulihan ekonomi nasional (PC PEN) di bidang kesehatan, perlindungan sosial, sektoral K/L dan juga bantuan pelaku UMKM.
Tambahan belanja di bidang kesehatan utamanya untuk program vaksinasi, biaya perawatan pasien COVID, insentif nakes, serta dukungan sarana prasarana di Rumah Sakit. Tambahan belanja di bidang perlindungan sosial utamanya untuk Program Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Sembako PPKM, Bantuan Subsidi Upah, serta Bantuan Subsidi Kuota Internet.
Realisasi belanja non-K/L mencapai Rp812,0 triliun meningkat 5,0 persen apabila dibandingkan realisasinya tahun 2020, antara lain terdiri dari pembayaran bunga utang mencapai Rp343,5 triliun atau lebih rendah dari pagu dalam APBN tahun 2021 sebesar Rp373,3 triliun serta subsidi sebesar Rp243,1 triliun atau meningkat 23,9 persen dari tahun 2020 yang digunakan untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui pembebasan/diskon listrik, subsidi bunga UMKM, imbal jasa penjaminan (IJP) UMKM dan korporasi, serta subsidi pajak DTP.
Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2021 mencapai Rp785,7 triliun atau 98,8 persen dari APBN tahun 2021, angka tersebut meningkat 3,0 persen dibandingkan realisasi tahun 2020. Realisasi anggaran TKDD tersebut antara lain dipengaruhi oleh tambahan alokasi kurang bayar Dana Bagi Hasil, kinerja daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran Dana Transfer Khusus dan pemanfaatan Dana Desa untuk pemberian BLT Desa.
Pembiayaan anggaran tahun 2021 difokuskan Pemerintah untuk menutup defisit yang realisasinya mencapai Rp868,6 triliun atau 86,3 persen dari target APBN sebesar Rp1.006,4 triliun. Anggaran defisit sebagian untuk membiayai keberlanjutan penanganan pandemi CCOVID-19 untuk pengadaan vaksin, mendorong pemulihan ekonomi nasional, serta untuk mendukung penguatan reformasi.
Realisasi pembiayaan utang di tahun 2021 mencapai Rp867,4 triliun atau 73,7 persen dari targetnya dalam APBN sebesar Rp1.177,4 triliun. Realisasi pembiayaan utang di tahun 2021 sebagian dimanfaatkan untuk investasi pemerintah pada BUMN dan BLU sebesar Rp142,5 triliun.
Dengan defisit yang lebih rendah yang didukung oleh membaiknya pendapatan negara serta optimalisasi pembiayaan anggaran, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2021 sebesar Rp84,9 triliun, jauh lebih rendah dari tahun 2020 sebesar Rp245,6 triliun. SiLPA tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kewajiban Pemerintah yang tertunda, agar kesehatan fiskal APBN ke depan semakin baik dalam mendukung konsolidasi fiskal 2023.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri