tirto.id - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Manik Marganamahendra memberi alasan mahasiswa UI dan sejumlah ojek pangkalan melakukan aksi menolak kebijakan parkir berbayar, Senin (15/7/2019).
Manik menegaskan, mahasiswa dan ojek pangkalan meminta pihak UI membatalkan kebijakan parkir berbayar karena berdampak negatif bagi masyarakat.
"Kami masih menyatakan penolakannya terhadap upaya ini. Kenapa? Kami merasa ini harus dikaji ulang oleh pihak rektorat karena banyak sekali dampak-dampak lalu lintas yang tidak diperhitungkan," kata Manik di kompleks UI Depok, Jakarta, Senin (15/7/2019).
Manik mencontohkan, insiden kemacetan yang mengular di Depok begitu uji coba penerapan kebijakan parkir berbayar.
Ia mengaku, pihak rektorat tidak mempertimbangkan dampak lalu lintas. Ia khawatir kemacetan akan semakin parah. Sebab, pihak UI saja gagal menerapkan kebijakan parkir berbayar karena kemacetan yang panjang dari pukul 7.00 WIB.
"Tadi pagi sudah terjadi kemacetan di Depok yang disebabkan oleh adanya antrian masuk ke dalam Universitas Indonesia belum lagi jika kita mempertimbangkan di hari-hari aktif masuk kuliah, sementara hari ini masih hari libur kuliah. Bisa dibayangkan bagaimana hari aktif masa-masa perkuliahan itu akan jauh lebih padat dan akan jauh lebih ramai lagi masa lalu lintasnya," jelas Manik.
Menurut Manik, keluhan tidak hanya disampaikan dari mahasiswa, tetapi juga tenaga pendidik dan masyarakat. Oleh sebab itu, ia berharap UI bisa mengakomodir keluhan tersebut.
"Itu kita perjuangkan dan kami juga memperjuangkan masyarakat kemudian mahasiswa serta tenaga pendidik yang ada di universitas Indonesia untuk bersama-sama bisa berbicara dengan rektorat mengenai masalah ini karena banyak keluhan-keluhan yang akhirnya belum bisa diakomodasi dengan kebijakan ini," terang Manik.
Sejumlah mahasiswa dan masyarakat berdemonstrasi terkait penerapan kebijakan parkir berbayar di Universitas Indonesia, Depok, Senin (15/7/2019). Kelompok yang terdiri atas mahasiswa UI, mahasiswa PNJ, dan sejumlah pengendara menolak kebijakan parkir berbayar yang diterapkan secara uji coba selama 15-30 Juli 2019.
Dalam pantauan hingga pukul 11.20 WIB, puluhan mahasiswa sudah berdemo di depan Gerbang Utama UI. Dalam pantauan, ada juga sejumlah ojek pangkalan yang ikut berdemonstrasi dalam aksi tersebut.
Salah satu ojek pangkalan di UI, Heru (62) mengaku keberatan dengan kebijakan bayar parkir di UI. Heru mengaku, keberatan karena mereka perlu mengeluarkan uang tambahan akibat membayar parkir secara progresif. Padahal, para ojek tidak mengubah tarif.
"Iya sedangkan tarif kita nggak ada perubahan kecuali kebijakan konsumen sendiri," kata Heru saat ditemui di UI Depok, Jawa Barat, Senin (15/7/2019).
Heru mengatakan, pihak ojek tidak masalah bila pihak kampus memberikan solusi agar mereka tetap mencari nafkah di UI. Jika tidak ada solusi, pendapatan Heru bisa tergerus karena harus membayar beban parkir yang bersifat progresif.
"Jelas (memberatkan) terkecuali kalau sistemnya tidak seperti mal, itu mungkin seperti awal mobil pertama masuk malam atau pagi enggak masalah. ini dua jam pertama dua ribu plus satu jam nambah seribu. Tunggu penumpang sejam. Nambah lagi," kata Heru.
Di sisi lain, Heru mengaku ada permasalahan dalam lalu lintas. Ia mengaku, jalan menuju Gerbang Utama UI sempat macet akibat penerapan sistem berbayar. Sebab, penerapan hari pertama sudah menyebabkan kemacetan hingga flyover Kelapa Dua.
"Waduh macet sampai jembatan," ucap Heru.
Heru khawatir, kemacetan akan berdampak lebih jauh jika tidak dikaji lebih lanjut. Ia pun khawatir ada kecelakaan karena ada persimpangan antara warga yang dari Kelapa Dua dan UI.
Oleh sebab itu, Heru berharap agar kebijakan parkir berbayar bisa memperhatikan posisi ojek pangkalan. Ia pun lebih berharap lagi kalau kebijakan tersebut tidak perlu diterapkan.
"Kalau bisa enggak usah. Memang kalau ada bisa, tapi sekali aja. Kita punya kartu istilahnya dari pagi sampai sore. Yang penting kita dari pagi sampai malam atau sore itu tetap potong," kata Heru.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dhita Koesno