Menuju konten utama

Soal Guru Gunduli Siswi, KemenPPPA: Utamakan Disiplin Positif

KemenPPPA menyayangkan terjadinya kasus seorang guru di Lamongan, Jawa Timur yang diduga membotaki kepala sejumlah siswi kelas IX.

Soal Guru Gunduli Siswi, KemenPPPA: Utamakan Disiplin Positif
Ilustrasi potong rambut. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan terjadinya kasus seorang guru di Lamongan, Jawa Timur yang diduga membotaki kepala sejumlah siswi kelas IX.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan, apapun alasannya termasuk penegakkan tata tertib, seorang tenaga pendidik tetap harus memperhatikan hak dan kepentingan terbaik anak.

“Sanksi yang lebih memperhatikan hak anak dan penggunaan disiplin positif dianggap lebih baik daripada pemberian hukuman. Besar harapan agar tidak terjadi lagi langkah-langkah pemberian hukuman yang menyebabkan anak mengalami tekanan sehingga memiliki hambatan secara fisik dan psikis,” ujar Nahar dalam keterangannya, Jumat (1/9/2023).

Nahar mendorong pihak satuan pendidikan untuk tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak ketika menangani siswa-siswi yang tidak melaksanakan atau melanggar peraturan sekolah atau dianggap kurang memenuhi norma-norma di lingkungan sekolah.

“Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan menghargai pandangan anak,” sambungnya.

Nahar juga mengingatkan kepada satuan pendidikan untuk terus melakukan pencegahan terjadinya kekerasan fisik atau psikis yang terjadi di sekolah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Ia menegaskan bahwa, tindakan yang dilakukan guru tersebut dapat diberikan sanksi administrasi, dan jika memenuhi unsur memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril, dan melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak dan memenuhi unsur Pasal 76A dan Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Guru tersebut, kata Nahar, berpotensi dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 77 dan Pasal 80 Ayat (1) UU 35 Tahun 2014.

Nahar mengatakan pemberian sanksi terhadap siswa yang tidak layak, apalagi sanksi yang diberikan secara semena-mena, bertolak belakang dengan prinsip-prinsip pendidikan yang dapat digunakan dalam menumbuhkan kedisiplinan

“Padahal, hukuman fisik menimbulkan dampak negatif bagi anak, seperti terhambatnya perkembangan anak, rasa tidak aman, rendahnya kreativitas bahkan kematian. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi tenaga pendidik untuk memahami displin positif,” ujar Nahar.

Nahar mengatakan UPTD PPA Lamongan dan UPTD PPA Provinsi Jawa Timur melakukan penjangkauan ke lokasi kejadian di Lamongan Jawa Timur untuk mengetahui bagaimana kondisi para siswa yang mengalami pembotakan.

“Kami juga berkoordinasi untuk memastikan anak-anak yang mengalami pembotakan tersebut tetap mendapatkan pendampingan yang diperlukan,” tambah Nahar.

Sebelumnya, penyebab peristiwa pembotakan terhadap siswi SMP ini diduga lantaran sejumlah siswi berjilbab tidak mengenakan dalaman kerudung atau ciput. Berdasarkan informasi, kejadian tersebut berlangsung pada Rabu (23/8/2023) ketika siswa kelas IX hendak beranjak pulang.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN PPPA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang