tirto.id - Pakar hukum tata negara dari Sekolah Hukum Jentera Bivitri Susanti mengatakan, Presiden Joko Widodo perlu turun tangan mengevaluasi dan pembenahan kinerja para bawahan terkait kasus Djoko Tjandra. Pasalnya kasus Djoko melibatkan banyak institusi pemerintahan.
Selama menjadi buron Djoko menyenggol banyak institusi mulai dari kelurahan, kepolisian, Ditjen Imigrasi, PN Jakarta Selatan, dan Kejaksaan Agung.
Menurut Bivitri dalam konteks presidential Indonesia Jokowi memiliki seluruh kemampuan sebagai "kepala negara dan kepala pemerintahan."
"Sesungguhnya kalau presiden mau dia punya semua kekuasaan yang dia perlukan untuk membenahi semua penegakan hukum yang ada di bawahnya," ujar Bivitri dalam diskusi 'Pasca Penangkapan Djoko Tjandra: Apa yang Harus Dilakukan?', Rabu (5/8/2020).
Bivitri menekankan membalikkan semua persoalan ke presiden bukanlah perihal personal. Tidak ada hubungannya dengan siapa presiden yang sedang menjabat.
Sebab menurutnya dalam Undang-undang Dasar 1945, "kepala pemerintahan memegang kekuasaan yang tertinggi terhadap penegakan hukum yang berada di wilayah kekuasaan eksekutif."
Sehingga ia menyangkal asumsi bahwa presiden tidak bisa ikut campur dalam proses penegakan hukum.
Sebelumnya, Polri menangkap terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra, Kamis (30/7). Ia dibawa dari Malaysia menuju Indonesia melalui Bandara Halim Perdanakusuma sebelum dilakukan pemeriksaan lanjutan di Bareskrim Polri.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan, pihaknya bekerja sama dengan Polis Diraja Malaysia untuk memulangkan Djoko Tjandra. Kapolri Jenderal Idham Azis membentuk tim khusus untuk mencari keberadaan buronan tersebut.
"Dari pencarian tersebut kami mendapatkan informasi yang bersangkutan ada di Malaysia. Kemudian ditindaklanjuti kegiatan police to police, Kapolri mengirimkan surat ke Kepolisian Diraja Malaysia," ujar Listyo, Kamis (30/7/2020).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Reja Hidayat