Menuju konten utama

Menguak Tabir Skandal Uji Keselamatan Industri Otomotif

Skandal uji keselamatan Daihatsu membuka tabir manipulasi yang dilakukan produsen mobil demi mendulang keuntungan.

Menguak Tabir Skandal Uji Keselamatan Industri Otomotif
Header Insider Skandal Uji Keselamatan. tirto.id/Tino

tirto.id - Keselamatan tidak boleh diabaikan, apalagi dianggap remeh! Prinsip ini semestinya dipegang betul oleh seluruh produsen otomotif dunia. Tapi faktanya, akhir-akhir ini pasar dunia justru tengah dikejutkan dengan skandal yang dilakukan oleh produsen mobil asal Jepang.

Daihatsu Motor Co Ltd (Daihatsu), Jenama di bawah naungan Toyota Motor Corp, terbukti memanipulasi hasil uji keselamatan pada model mobil tertentu. Praktik kecurangan tersebut bahkan diketahui telah dilakukan lebih dari 30 tahun, sebelum akhirnya terbongkar ke publik.

Hasil investigasi yang dilakukan tim independen menemukan 174 kasus baru di 25 item pengujian. Terdapat pula kejanggalan pada 64 model dan 3 mesin pada produksi kendaraan mereka.

Hasil temuan itu membuat perusahaan memutuskan untuk menghentikan sementara produksinya di empat pabrik: Shiga, Kyoto, Oita, dan kantor pusat Daihatsu di Osaka sampai waktu belum ditentukan.

Komite Pihak Ketiga Independen yang diketuai oleh Makoto Kaiami, juga menemukan permasalahan pada unit kontrol airbag (ECU). Terdapat perbedaan pada unit airbag untuk pengujian dan yang digunakan pada produksi massal beberapa model Daihatsu, yakni Daihatsu Move, SUBARU Stella, Daihatsu Cast, Toyota Pixis Joy, Daihatsu Gran Max, Toyota Kota Ace, Mazda Bongo.

Tidak sampai di situ, beberapa sertifikasi uji tabrak juga terbukti hanya dilakukan di satu sisi. Uji tabrak keselamatan hanya dilakukan di sisi kursi penumpang (kiri). Kemudian hasil tersebut digunakan untuk uji sisi kursi pengemudi (kanan).

Sejatinya, masalah uji tabrak dipalsukan pertama kali terungkap pada April 2023. Saat itu Daihatsu mengakui telah memanipulasi data pada empat model yang diproduksi di Thailand dan Malaysia dari 2022 hingga tahun ini.

Sejak saat itu, perusahaan terang-terangan mengungkap masalah serupa telah terjadi di hampir seluruh proses produksi mereka. Laporan investigasi dari komite independen pihak ketiga bahkan mengungkapkan bahwa Daihatsu telah memalsukan data uji keselamatan sejak tahun 1989.

Tentu ini menandakan bahwa kecurangan telah berlangsung secara sistematis dan terencana selama 3 dekade. Daihatsu mengakui kecurangan tersebut sebagai upaya untuk mencapai target penjualan dan keuntungan. Pihak perusahaan pun menegaskan bahwa tindakan ini tidak bertujuan untuk membahayakan keselamatan penumpang.

“Kami mengkhianati kepercayaan pelanggan kami,” kata CEO Daihatsu Soichiro Okudaira pada konferensi pers di Tokyo.

Imbas Kerugian

Skandal uji keselamatan Daihatsu, tidak hanya akan merugikan perusahaan, tetapi juga berimbas signifikan pada pemasok. Bahkan dealer-dealer tersebut, besar kemungkinan membukukan kerugian yang lebih besar.

Saat ini, rantai pasokan perusahaan terdiri dari 8.316 pemasok yang menghasilkan penjualan tahunan sebesar 2,21 triliun yen dari Daihatsu.

Daihatsu akan bernegosiasi secara individual dengan para pemasok untuk memberikan kompensasi kepada mereka atas hilangnya pendapatan akibat penghentian produksi. Perusahaan juga sedang mempertimbangkan bantuan untuk dealer-dealer kecil yang tidak dapat menjual mobil-mobil Daihatsu yang baru.

Kompensasi ini diperkirakan akan memakan biaya yang besar, dan akan dibarengi dengan biaya yang timbul dari investigasi dan tes keselamatan tambahan. "Tergantung pada skala kompensasi, kerugian Daihatsu dapat mencapai 100 miliar yen atau lebih," kata Seiji Sugiura di Tokai Tokyo Research Institute.

Tidak hanya Daihtasu Motor dan ekosistemnya, kejadian ini tentu juga memukul Toyota Motor sebagai perusahaan induk.

Meskipun beberapa analis percaya bahwa dampaknya tidak akan secara signifikan memengaruhi pendapatan Toyota Motor mengingat ukuran aset perusahaan yang jumbo. Akan tetapi, setidaknya miliaran dolar potensi pemasukan akan lenyap.

Penghentian produksi Daihatsu selama satu bulan, diperkirakan akan menghentikan produksi 120.000 kendaraan. Ini berarti pengurangan pendapatan sebesar 240 miliar yen (USD1,68 miliar) untuk Toyota, tulis analis otomotif Nomura Masataka Kunugimoto, mengutip Reuters.

Infografik Insider Skandal Uji Keselamatan

Infografik Insider Skandal Uji Keselamatan. tirto.id/Tino

Masalah-Masalah Serupa

Pengakuan Daihatsu atas kecurangan dalam uji keselamatan menyikap tabir. Menilik laporan consumer reports, ternyata hampir setengah juta mobil penumpang dan Sport Utility Vehicle (SUV) yang terjual setiap tahun belum menjalani uji tabrak.

Di Amerika Serikat (AS), biaya yang terlalu besar bagi lembaga uji keselamatan publik untuk menguji semua kendaraan menjadi faktor utama. Alhasil, lembaga uji independen asal AS, yakni Insurance Institute for Highway Safety (IIHS) dan National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) memilih model berdasarkan volume penjualan mobil dan anggaran pengujian.

Tidak hanya terbatas masalah uji tabrak sebenarnya, skandal-skandal lainnya juga pernah terjadi di beberapa merek kenamaan dunia.

Ambil contohnya Hyundai Motors yang pernah menghadapi masalah penarikan produk yang signifikan. Insiden ini, juga terjadi akibat terdapat penyelewengan atas standar keselamatan dan praktik etika dalam produksi kendaraan.

Skandal lainnya pernah terjadi pada uji emisi Hino Motors. Perusahaan telah mengakui memalsukan data emisi ratusan ribu kendaraan. Situasi ini paralel dengan skandal emisi Volkswagen, di mana perusahaan mengaku melakukan kecurangan dalam uji emisi jutaan mobil diesel.

Penipuan ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi hukum dan sanksi finansial yang signifikan bagi Volkswagen, namun juga menyoroti masalah praktik tidak jujur yang lebih luas dalam industri otomotif.

Insiden melibatkan Toyota, Daihatsu, Hyundai, dan Volkswagen di atas tentu menyoroti pentingnya integritas dan kejujuran dalam industri otomotif. Sebab ini adalah tentang melindungi konsumen, menjaga reputasi merek, dan mendorong praktik bisnis yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan di sektor apa pun untuk mematuhi standar etika, memastikan transparansi dan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan.

Biaya Mahal dan Upaya Efisiensi

Uji tabrak merupakan komponen penting dalam industri otomotif, yang menjamin keselamatan kendaraan dan penumpangnya. Salah satu tujuan utama pengujian tabrakan untuk menilai kelayakan kendaraan. Maka, produsen semestinya tak boleh abai dalam hal ini.

Perlu dicatat, umumnya uji tabrak ini melewati lima tahapan tes.

Pertama tes kecelakaan frontal. Ini adalah salah satu jenis tes tabrakan yang paling umum dilakukan untuk mengevaluasi kinerja kendaraan dalam tabrakan langsung. Dalam pengujian ini, sebuah kendaraan didorong ke dalam penghalang kaku atau kendaraan lain dengan kecepatan yang telah ditentukan.

Kedua tes kecelakaan samping. Ini dikenal sebagai tes dampak lateral, dirancang untuk mengevaluasi kemampuan kendaraan dalam melindungi penumpangnya jika terjadi tabrakan samping. Tes ini mensimulasikan skenario seperti kendaraan ditabrak oleh kendaraan lain atau benda diam seperti tiang.

Ketiga tes kecelakaan rollover. Tes tabrakan terguling dilakukan untuk menilai stabilitas kendaraan dan perlindungan penumpang selama kejadian terguling. Terguling terjadi ketika kendaraan kehilangan kendali dan terjungkal ke samping atau atapnya.

Keempat tes tabrakan belakang. Ini fokus pada evaluasi kinerja kendaraan dalam melindungi penumpangnya saat tabrakan dari belakang. Pengujian ini mensimulasikan skenario ketika kendaraan ditabrak dari belakang oleh kendaraan lain, biasanya pada kecepatan rendah hingga sedang.

Lalu terakhir uji kecelakaan offset. Uji tabrak offset meniru kecelakaan di dunia nyata yang dampaknya terjadi pada sudut tertentu, bukan secara langsung. Dalam pengujian ini, hanya sebagian bagian depan kendaraan yang bersentuhan dengan penghalang yang dapat diubah bentuknya, sehingga mensimulasikan tabrakan dengan kendaraan lain atau benda seperti pohon atau tiang listrik.

Biaya dikeluarkan dalam uji tabrak ini tidaklah murah. Kasus skandal uji Daihatsu, membuka mata kita bahwa motif utama di balik tindakan ini umumnya efisiensi biaya. Maka tidaklah salah dan berlebihan jika skandal ini dikaitkan dengan penghematan biaya R&D yang notabenya memakan dana fantastis.

Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, bilang uji keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi merupakan salah satu biaya terbesar bagi produsen mobil. Biaya ini termasuk pengembangan dan produksi kendaraan yang aman dan sesuai regulasi, serta biaya untuk melakukan uji keselamatan dan kepatuhan.

Kita ambil contoh saja, biaya uji keselamatan dan kepatuhan atau uji tabrak dilakukan oleh Program Penilaian Mobil Baru di Australia dan Selandia Baru, yakni ANCAP. Rata-rata biaya untuk setiap peringkat kendaraan diujicobakan mencapai USD750.455 atau setara dengan Rp11,63 miliar (asumsi Rp15.500/USD)

Reportase dari Medium juga menjelaskan bahwa biaya pembangunan fasiltas uji keselamatan kendaraan menjadi tantangan sendiri bagi produsen. Terlebih lagi, boneka menyerupai manusia yang digunakan saat uji tabrakan memakan biaya yang sangat mahal. Harganya mulai dari USD100 ribu hingga USD 1 juta atau berkisar Rp1,5 miliar sampai Rp 15,5 miliar.

Produsen juga mikir dua kali jika tidak menggunakan lembaga tes seperti IIHS, NHTSA, atau ANCAP. Pasalnya, mereka perlu membangun fasilitas crash test. Mulai dari pemilihan dan perencanaan lokasi, membangun konstruksi dan infrastruktur, instrumentasi dan akuisisi data, tindakan dan protokol keselamatan, hingga perbaikan dan inovasi berkelanjutan.

Baca juga artikel terkait INSIDER-TIRTO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Insider
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Dwi Ayuningtyas