tirto.id - Israel adalah nama yang sensitif bagi Indonesia. Berbagai hal tentangnya dilarang, mulai dari atribut hingga lagu kebangsaan. Intinya, tidak ada hubungan resmi dalam bentuk apa pun. Kita termasuk 29 negara yang menutup rapat-rapat pintu diplomatik buat mereka. Sikap ini merupakan wujud dukungan RI kepada Palestina.
Meski tak menjalin hubungan formal, aktivitas ekspor-impor antara Indonesia dan Israel tetap berjalan lancar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai transaksinya USD104 juta pada Semester I/2023, bersumber dari USD92,4 juta ekspor dan USD12 juta impor. Jumlah itu 50 kali lebih banyak ketimbang perdagangan RI dengan Palestina.
Dari sekian produk Israel yang masuk ke Tanah Air hingga pertengahan tahun, di antaranya terdapat golongan senjata dan amunisi serta bagiannya senilai USD6,5 ribu. Barang yang diimpor merupakan suku cadang dan aksesoris pistol berbahan selain kulit atau tekstil dengan Harmonized System Code (Kode HS) 93059999.
Berdasarkan data BPS, nilai impor golongan senjata cenderung turun sejak lima tahun terakhir. Pada 2020 lalu, nilainya pernah mencapai lebih USD1,3 juta. Kala itu, Indonesia tercatat mengimpor USD1,2 juta atau setara Rp20 miliar (kurs Rp15.703 per USD) produk artillery weapons dari Israel seperti senapan dan mortar dengan Kode HS 93011000.
Sejauh ini, importir produk artillery weapons dari Israel pada 2020 lalu masih samar. Kementerian Pertahanan RI sendiri belum dapat memberi kepastian. Sementara itu, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak tak kunjung memberi tanggapan.
“Untuk pertanyaan saya tampung, kita cek datanya dulu,” ujar Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha kepada Tirto, Senin (16/10/2023).
Pertahanan Dalam Negeri
Indonesia sebenarnya memiliki PT Pindad (Persero), yakni badan usaha milik negara yang memproduksi berbagai jenis senjata, mulai dari laras panjang hingga pistol. Walau bersifat komersial, bisnis mereka diutamakan untuk menyuplai kebutuhan pertahanan nasional. Akan tetapi, bermacam alasan membuat RI tetap impor.
Mengacu data Observatory of Economic Complexity (OEC), Indonesia merupakan importir senjata terbesar ke-12 di dunia pada 2021. Saat itu, nilainya mencapai USD265 juta. Pemasok utama adalah Italia (USD56,7 juta), Korea Selatan (USD41,7 juta), dan Amerika Serikat (USD40,5 juta).
Selain impor, Indonesia juga mengekspor senjata ke sejumlah negara. OEC mencatat nilainya USD1,66 juta pada 2021 dengan tujuan utama Ceko (USD824 ribu), Jerman (USD246 ribu), Amerika Serikat (USD239 ribu), Norwegia (USD119 ribu), dan Spanyol (USD67,5 ribu). Dalam hal ini, Israel sama sekali tidak terdata, baik dalam ekspor maupun impor RI.
Terlepas teka-teki masuknya produk Israel pada 2020 lalu, impor alat utama sistem persenjataan (alutsista) telah menuai sorotan Presiden RI Joko Widodo. Bahkan, ia menyinggungnya pada dua kesempatan berbeda. Yakni saat Business Matching Produk Dalam Negeri Tahun 2023 dan Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-78 TNI.
Jokowi – sapaan populer Joko Widodo – maklum apabila Kementerian Pertahanan RI membeli alutsista asing yang belum mampu dipenuhi dalam negeri seperti pesawat tempur dan kapal perang.
Namun ia heran lantaran barang yang diimpor ternyata senjata dan seragam. Padahal, Indonesia sudah mampu memproduksinya sendiri.
“Memang modernisasi alutsista sangat diperlukan, tapi keuangan negara, anggaran negara, APBN kita sangat terbatas, dan untuk kebutuhan kesejahteraan rakyat sangat lah besar, sehingga belanja alutsista harus dilakukan dengan bijak, baik besarannya maupun peruntukannya,” ujar Jokowi dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Kamis (5/10/2023).
Kementerian Pertahanan RI memeroleh anggaran Rp134,3 triliun pada 2023. Sekitar Rp35,19 triliun dialokasikan untuk program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarana prasarana pertahanan.
Menurut data Central Intelligence Agency (CIA), anggaran militer kita setara 0,7% dari total pendapatan domestik bruto, sehingga duduk di peringkat 146 dunia.
Berdasarkan data Statista, Amerika Serikat merupakan negara dengan anggaran militer tertinggi pada 2022. Pengeluaran mereka mencapai USD877 miliar atau setara Rp13.790 triliun (kurs Rp15.724 per USD). Di posisi kedua ada Tiongkok dengan USD292 miliar, lalu Rusia USD86,4 miliar, India USD81,4 miliar dan Arab Saudi USD75 miliar.
Israel dan Senjatanya
Setelah perang dengan sejumlah negara Arab meletus pada 1948 silam, Israel menjelma sebagai kekuatan militer yang diperhitungkan. Merujuk data Statista, mereka termasuk eksportir senjata top dunia dengan pangsa pasar 2,3% selama 2018-2022. Posisinya berada setingkat di atas Belanda dan setingkat di bawah Korea Selatan.
Sekutu utama Israel adalah Amerika Serikat, penguasa pasar perdagangan senjata dunia dengan pangsa 40%. Setelah itu ada Rusia 16%, Prancis 11%, Tiongkok 5,2%, dan Jerman 4,2%.
Menurut data Central Intelligence Agency (CIA), Amerika Serikat merupakan pemasok utama bagi pasukan Israel atau Israel Defense Forces (IDF).
Melalui situs resminya, CIA membeberkan bahwa sebagian persenjataan IDF diproduksi sendiri. Mereka memiliki industri pertahanan yang mengembangkan berbagai alat tempur untuk keperluan domestik maupun ekspor. Produk unggulan Israel adalah kendaraan lapis baja, sistem udara tak berawak, pertahanan udara, dan peluru kendali.
Tahun lalu, Israel membukukan USD12,5 miliar dari ekspor senjata. Dengan demikian, mereka kembali memecahkan rekor. Jumlahnya melonjak dua kali lipat kurun satu dekade dan naik 50% dalam tiga tahun. Kementerian Pertahanan Israel diketahui menetapkan bidang pertahanan sebagai sektor ekspor prioritas.
Merujuk reportase The Time of Israel peningkatan ekspor senjata tersebut ditopang oleh kebijakan normalisasi hubungan Israel dengan Negara Arab pada tahun 2020 yang tertuang dalam Abraham Accords. Negara Arab yang dimaksud adalah Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Moroko.
Dari keseluruhan ekspor di tahun 2022, hampir USD3 miliar atau sekitar 24% berasal dari perdagangan dengan ketiga negara arab tersebut. Pada rekor tahun sebelumnya (2021), Bahrain dan UEA menyumbang USD853 juta dari ekspor senjata Israel.
Lebih lanjut, satu di antara produsen senjata Israel adalah Israel Weapon Industries (IWI). Produk mereka tidak hanya digunakan oleh pasukan IDF, namun juga diekspor ke seluruh dunia.
Berbeda dengan PT Pindad (Persero), IWI merupakan perusahaan swasta yang terpisah dari pemerintah. Dalam pengembangannya, IWI bekerja sama dengan IDF. Melalui siaran tertulis, Pemerintah Israel mengungkap aneka produk mereka yang laris manis di pasaran.
Penjualan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau pesawat terbang tanpa awak dan drone systems mengalami peningkatan paling signifikan dan berkontribusi 25%. Ada pula rudal, roket, dan sistem pertahanan udara sebanyak 19%.
Kemudian produk radar dan electronic warfare (13%), pesawat berawak dan avionik (5%), observasi dan optronik (10%), stasiun senjata dan peluncur (5%), kendaraan dan armoured personnel carrier (5%), C4I dan sistem komunikasi (6%), sistem intelijen, informasi dan siber (6%), amunisi dan persenjataan (4%), sistem maritim (1%), jasa dan lainnya (1%).
Produk senjata Israel diekspor ke berbagai negara. Kawasan Asia Pasifik merupakan pangsa terbesar, yaitu 30%. Disusul Eropa 29%, negara-negara Abraham Accords – istilah yang merujuk pada normalisasi hubungan diplomatik Israel, Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko – 24%, Amerika Utara 11%, Afrika 3%, dan Amerika Latin 3%.
Menurut Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel Eyal Zamir, peningkatan kinerja ekspor mereka ditopang oleh kemitraan strategis antara kementerian, IDF, dan industri pertahanan Israel. Menggabungkan teknologi, pengalaman operasional, dan hubungan strategis global terbukti membawa perubahan besar bagi mereka.
“Ketidakstabilan global meningkatkan permintaan akan sistem pertahanan udara, drone, UAV, dan rudal Israel, dan kami terus berupaya untuk mempertahankan kemampuan kami dan memperkuatnya,” ujar Eyal.
Editor: Dwi Ayuningtyas