Menuju konten utama

Simak Penyebab Pasar Properti Masih Stagnan di RI

Pasar properti saat ini cenderung stagnan lantaran kondisi perekonomian sedang dalam pemulihan.

Simak Penyebab Pasar Properti Masih Stagnan di RI
Sejumlah anak melintas di depan rumah subsidi di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/2/2022). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.

tirto.id - Pengamat properti, Ajib Hamdani mengakui pasar perumahan saat ini masih cenderung stagnan. Seiring kondisi perekonomian dalam negeri menuju pemulihan pasca pandemi COVID-19.

"Pertumbuhan ekonomi sedang menuju ke arah normal, kembali sebelum pandemi COVID-19. Tetapi masih ada tantangan lain, yaitu inflasi yang masih tinggi," kata dia kepada Tirto, Kamis (7/7/2022).

Dia meyakini pasar perumahan akan cenderung kembali normal, ketika pertumbuhan ekonomi sudah di atas 5 persen dan inflasi 3 persen. Dengan begitu, pola ekonomi akan kembali normal, dan pasar perumahan akan kembali bergeliat.

"Karena sebenarnya memang demand-nya masih tinggi. Backlog nya masih tinggi," ujarnya.

Di sisi lain, kata Ajib, upaya dilakukan pemerintah dalam membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah sudah sangat tepat. Baik dari instrumen kebijakan fiskal dan moneter.

Dari instrumen fiskal, pemerintahan membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jual beli rumah. Sehingga harga rumah lebih terjangkau. Sedangkan melalui moneter, pemerintah memberikan subsidi bunga, sehingga cicilan lebih murah.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masyarakat saat ini masih sulit untuk memenuhi kebutuhan papannya. Karena harga rumah setiap tahun terus mengalami peningkatan.

Bukan hanya itu, harga tanah sebagai bahan pokok saat ini juga sudah meningkat terutama di perkotaan. Ditambah bahan baku bangunan yang melonjak di tengah peningkatan inflasi seluruh negara.

Bendahara Negara itu mengakui sejak awal dari sisi supply dan demand sudah bermasalah. Supply yang dimaksud yakni produksi dan bangunan rumah. Sementara demand masyarakat yang membutuhkan rumah. Sedangkan pasar baru akan tercipta jika keduanya bertemu pada titik yang sama.

Tetapi tingginya kebutuhan rumah tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli dan permodalan bagi para produsen perumahan. Apalagi generasi muda saat ini banyak yang membutuhkan rumah namun tidak memiliki kemampuan untuk membeli karena harganya yang lebih tinggi dari kemampuan.

"Jadi mereka cukup tinggal mertua atau sewa. Kalau mertuanya punya rumah juga, kalau tidak punya rumah, masalah lagi. Jadi ini menggulung generasi," kata Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait PASAR PROPERTI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin