Menuju konten utama
Kasus Korupsi Lukas Enembe

Sikap Demokrat soal Enembe Pertanda Permisif pada Kasus Korupsi?

Wasisto sebut AHY masih menunggu hasil akhir keputusan hukum Enembe. Ia tidak mau Demokrat jadi bulan-bulanan rival politiknya.

Sikap Demokrat soal Enembe Pertanda Permisif pada Kasus Korupsi?
Tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua Lukas Enembe dibawa petugas KPK usai dihadirkan di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/1/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY angkat bicara terkait kadernya yang juga Gubernur Papua, Lukas Enembe usai ditangkap dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 10 Januari 2023. Lewat pidato politiknya, AHY menyatakan bahwa hukum tak tebang pilih.

AHY bahkan menyebut, “Tidak boleh ada kelompok atau golongan tertentu yang diamankan. Tetapi ada kelompok lain yang menjadi sasaran tembak,” kata AHY dalam pidato politik di Gedung DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).

Tidak ada ungkapan rasa penyesalan akan tindakan korupsi, atau peringatan bagi kader lain agar tak melakukan perilaku serupa. AHY bahkan mengaku merasa kasihan dengan kondisi Lukas Enembe yang sedang sakit saat ditangkap. Dia meminta welas asih KPK agar Lukas Enembe diperlakukan secara manusiawi.

“Sekali lagi kami sebagai bagian dari keluarga besar mengharapkan agar Pak Lukas Enembe juga diberikan kesempatan yang baik agar bisa memulihkan kondisi kesehatan,” kata putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY tersebut.

Lukas Enembe sebagai orang tertinggi Partai Demokrat di Papua membuatnya menjadi disegani dan tidak ada yang berani mengkritik atas kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua yang menderanya.

Hal itu sudah terlihat dari pernyataan Kepala Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) DPP Partai Demokrat, Mehbob yang meminta KPK untuk tidak tebang pilih dan menekankan prinsip keadilan. Mehbob mengingatkan kepada publik mengenai status keanggotaan Lukas Enembe yang sudah non-aktif di Demokrat.

“Saudara Lukas Enembe, Gubernur Papua, sejak beberapa bulan lalu tidak lagi menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua sesuai dengan aturan di internal kami, dan agar Saudara Lukas Enembe dapat berkonsentrasi menghadapi kasus hukumnya," kata Mehbob.

Demokrat Punya Pengalaman Buruk dengan Kasus Korupsi

Partai Demokrat sebagai parpol yang pernah berkuasa selama 10 tahun di era SBY, punya pengalaman buruk dengan kasus korupsi. Sebagai pemenang Pemilu 2009 dengan 21.703.137 suara atau 20,85 persen, Demokrat menguasai parlemen dan sejumlah kadernya menjadi menteri di kabinet SBY-Boediono.

Namun, hal tersebut justru menjadi awal mula kehancuran partai berlambang mercy tersebut. Slogan kampanye “katakan tidak pada korupsi” yang menjadi jargon magis bagi Demokrat jelang Pemilu 2009 justru berubah menjadi meme “katakan tidak padahal korupsi.” Alhasil, suara Partai Demokrat si Pemilu 2014 turun menjadi 12.728.913 atau 10,19 persen.

Hal tersebut karena sejumlah elite Partai Demokrat justru terjerat kasus korupsi. Mereka antara lain: Anas Urbaningrum (ketua umum), Muhammad Nazaruddin (bendahara umum), Andi Mallarangeng (menpora), hingga Angelina Sondakh (anggota DPR dari Demokrat). Nama-nama ini menjadi fenomenal karena wajah-wajah mereka muncul dalam iklan Demokrat “katakan tidak pada korupsi.”

LUKAS ENEMBE DITAHAN KPK

Tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe (tengah) yang duduk di kursi roda dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/1/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

Karena itu, sikap Demokrat yang belum tampak tegas pada kadernya yang tertangkap KPK dimaklumi oleh Peneliti Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati. Dia menduga AHY masih menunggu hasil akhir keputusan hukum Lukas Enembe.

Menurut Wasisto, apabila salah langkah, Demokrat bisa habis menjadi bulan-bulanan rival politiknya, dan membuat anjlok citra partai.

“Pemecatan itu menjadi langkah tegas, namun saya pikir Demokrat masih menunggu pada hasil pengadilan Tipikor," terangnya.

Konstituen Demokrat di Papua juga menjadi penting, sebab kedudukan Lukas Enembe sebagai gubernur membuat Demokrat harus hati-hati mengambil sikap. Mengingat posisi partai tersebut di peringkat kelima setelah PDIP.

“Saya pikir demikian, tentu Demokrat ingin memastikan tak ada gejolak di Papua,” kata Wasisto.

AHY dianggap sedang menghitung kalkulasi politik untung rugi dalam bersikap. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menyebut, ada dua pertimbangan yang dihadapi AHY sebelum membuat keputusan pasti, yaitu memilih membela Lukas Enembe atau mendorong agar proses hukum berjalan seperti desakan sejumlah pihak.

“Sepertinya Demokrat akan tetap menunggu hasil keputusan inkracht dari pengadilan agar bisa jelas dalam bersikap," ungkapnya.

Partai Politik Masih Permisif Terhadap Kadernya yang Korupsi

Sikap Demokrat yang permisif dan tidak tegas terhadap kadernya yang korupsi ternyata sudah menjadi hal biasa bagi partai politik di Indonesia. Sebut saja PPP yang kembali membentangkan karpet merah bagi mantan narapidana korupsi Muhammad Romahurmuziy.

Tidak hanya sekadar diterima menjadi kader, Romahurmuziy mendapat posisi sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPP. Dalam berbagai kesempatan, dia dipuji atas kehadirannya, dan duduk bersanding di panggung utama bersama Plt Ketua Umum PPP Mardiono.

“Hanya sekarang kita kembalikan pada asas legalitas. Karena saya sangat menjunjung tinggi hukum sebagai orang yang pernah mengalami persoalan hukum," kata Romahurmuziy saat dikonfirmasi mengenai kepulangannya ke PPP usai menjadi pesakitan KPK.

Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar mengungkapkan bahwa ketidaktegasan Demokrat dalam menindak kadernya yang telah menjadi tersangka korupsi menjadi gambaran atas situasi partai politik di Indonesia. Partai politik masih ramah terhadap koruptor.

“Ini menjadi catatan kami bahwa belum berjalannya komitmen demokratisasi di internal partai politik. Terutama dalam komitmen pemberantasan korupsi," kata Adinda.

Adinda menerangkan bahwa posisi partai politik di Indonesia dalam zona yang rawan untuk melakukan korupsi. Walaupun Indonesia disebut sebagai negara demokrasi, namun soal akuntabilitas dan transparansi partai masih belum terlaksana dengan baik.

“Oleh karenanya saat ada seorang kader tertangkap akibat korupsi, sangat memungkinkan bila pengurus di level DPP atau lainnya ikut terlibat. Oleh karenanya wajar saat ada yang menjadi tersangka, pilihannya dua pasang badan atau menjaga jarak," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KASUS LUKAS ENEMBE atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz