tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi dengan hukuman delapan tahun penjara.
Putri dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua bersama-sama empat terdakwa lain yaitu Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.
Dalam pertimbangannya, jaksa hanya menyebut sejumlah hal yang memberatkan putri Chandrawathi.
"Hal memberatkan, perbuatan terdakwa menyebabkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan duka mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya. Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan kegaduhan yang meluas di masyarakat," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
"Hal-hal yang meringankan terdakwa belum pernah dipidana, terdakwa sopan di persidangan" imbuh jaksa.
Peristiwa KS Tak Cukup Bukti
Dalam surat tuntutan, jaksa menyebut peristiwa kekerasan seksual yang disebut dilakukan oleh Brigadir Yosua kepada Putri Candrawathi tak cukup alat bukti.
"Bahwa alat bukti yang mendukung keterangan terdakwa Putri Candrawathi telah mengalami kekerasan seksual atau pemerkosaan dilakukan oleh korban Nofriansyah adalah tidak cukup alat bukti," kata jaksa.
Jaksa justru menyebut bahwa fakta-fakta hukum bertolak belakang dengan keterangan Putri yang menerangkan bahwa dirinya telah mengalami kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan oleh Yosua.
"Sehubungan keterangan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu, saksi Kuat Ma'ruf, saksi Susi, dan saksi Ricky yang mana mereka tidak melihat dan tidak mengetahui kalau terdakwa Putri Candrawathi telah dilecehkan atau diperkosa oleh korban Nofriansyah serta tak adanya dukungan alat bukti surat berupa visum et repertum," sebut jaksa.
Kekecewaan Pihak Yosua
Pengacara Keluarga Brigadir Yosua, Martin Lukas mengungkapkan kekecewaannya terhadap tuntutan delapan tahun penjara kepada Putri Candrawathi.
"Kalau kita bicara konteks yuridis Pasal 340 (KUHP), apa sih ancamannya? Mati, seumur hidup, atau 20 tahun, ini boro-boro, (cuma) delapan tahun. Ini kejahatan serius, negara harus menghukum berat. Ini apa-apaan, kalau menurut saya bebaskan sajalah," ujar Martin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lukas menilai bahwa Putri Candrawathi terlibat aktif dalam upaya perencanaan dan pembunuhan Yosua.
"Perbuatan ibu ini (Putri) tidak pasif, perbuatannya aktif. Berdasarkan fakta persidangan, ibu ini memanggil Kuat Ma'ruf ke lantai tiga untuk merencanakan pembunuhan. Ibu ini juga yang menggiring almarhum ke Duren Tiga," katanya.
Berharap Bebas
Kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah berharap kliennya dapat dibebaskan. Pasalnya, ia telah menyiapkan sejumlah alasan untuk dikemukakan dalam sidang pembelaan pekan depan.
Febri berharap terungkapnya kebenaran di persidangan, tergeraknya nurani majelis hakim memilah mana yang benar sehingga akan dihasilkan keputusan yang adil bagi semua pihak.
"Rasanya tidak berlebihan jika kami berharap agar Bu Putri bisa segera kembali ke rumah menemani dan membesarkan anak-anaknya yang sedang membutuhkan perhatian seorang ibu," kata Febri.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky