tirto.id - Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri (PM) sementara Nepal. Lantas, siapa presiden Nepal yang baru pasca mundurnya Ram Chandra Poudel sebagai presiden?
Demo Nepal sempat berakhir ricuh pada 8-9 September 2025 di Kathmandu, Nepal. Sejumlah fasilitas umum, kantor pemerintahan, dan beberapa rumah menteri dibakar.
Berdasarkan data dari kepolisian Nepal, kericuhan menewaskan 51 orang, mengutip laporan NBC News, Sabtu (13/9/2025).
Demo yang dipelopori oleh Gen Zitu memprotes tindakan korupsi pemerintah Nepal dan kebijakan pelarangan menggunakan media sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah Nepal.
Akibatnya, Perdana Menteri Khadga Prasad Sharma Oli dan Presiden Ram Chandra Poudel mengundurkan diri. Demo Nepal juga dipicu oleh Nepo Kids atau Nepo Babies, yaitu istilah untuk menyebut anak-anak pejabat Nepal yang memamerkan kemewahannya di media sosial.
Pada Selasa (9/9) pukul 22.00 waktu setempat, Angkatan Darat mengambil alih operasi keamanan di Nepal. Pihak militer turut menerapkan perintah larangan untuk mencegah pertemuan dan kerumunan dan memberlakukan jam malam.
Siapa Presiden Nepal yang Baru Usai Sushila Karki Jadi PM?
Sushila Karki, mantan Ketua Mahkamah Agung, ditunjuk sebagai PM sementara Nepal pada Jumat (12/9/2025).
Karki ditunjuk setelah dua hari negosiasi yang intens antara Paudel, panglima militer Ashok Raj Sigdel, dan para pemimpin protes Gen Z. Setelah penunjukan tersebut, Sushila Karki menjadi perempuan pertama yang memimpin pemerintahan Nepal.
Berdasarkan laporan The Associated Press News pada Sabtu (13/9/2025), Ramchandra Paudel juga membubarkan parlemen atas rekomendasi Perdana Menteri sementara, beberapa saat setelah penunjukan PM baru.
Sementara itu, presiden Nepal yang baru akan ditetapkan melalui pemilihan umum yang digelar enam bulan ke depan, yaitu pada 5 Maret 2025. Hal ini sebagaimana mengutip Reuters pada Sabtu (13/9/2025).
Pembubaran parlemen merupakan salah satu tuntutan yang digaungkan oleh massa aksi Gen Z Nepal. Namun, keputusan pembubaran parlemen tersebut menuai protes dari delapan partai politik di Nepal.
Petinggi partai membuat pernyataan dan menandatanganinya yang menuntut pemulihan parlemen. Mereka berpendapat bahwa langkah yang diambil presiden tersebut inkonstitusional dan bertentangan dengan preseden yang ditetapkan oleh peradilan Nepal.
Para petinggi partai juga menyatakan bahwa tuntutan Gen Z Nepal harus ditanggapi melalui lembaga yang dipilih oleh rakyat.
Menanggapi gejolak politik tersebut, Poudel meminta semua pihak untuk menahan diri dan membantu menyelenggarakan pemilihan umum. Melalui langkah tersebut, resolusi damai sedang dirancang dalam situasi yang mungkin sulit.
"Konstitusi masih hidup, sistem parlementer masih hidup, dan republik demokrasi federal masih ada. Rakyat memiliki kesempatan untuk bergerak maju di jalur demokrasi yang lebih efisien dengan menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu enam bulan," kata Poudel, mengutip laporan BBC, pada Sabtu (13/9/2025).
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Beni Jo
Masuk tirto.id







































