Menuju konten utama

Setnov Hanya Jelaskan Hal Normatif Saat Diperiksa KPK

Saat menjalani pemeriksaan KPK selama 4 jam, Ketua DPR Setya Novanto mengaku hanya mengklarifikasi sejumlah pertemuan antara Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri terkait pembahasan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E). Isi dari pemeriksaan tersebut, menurut Setya Novanto, hanya mengklarifikasi hal-hal normatif seputar pertemuan itu.

Setnov Hanya Jelaskan Hal Normatif Saat Diperiksa KPK
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) berjalan keluar gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (10/1). Setya Novanto diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Saat menjalani pemeriksaan KPK selama 4 jam, Ketua DPR Setya Novanto mengaku hanya mengklarifikasi sejumlah pertemuan antara Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri terkait pembahasan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E). Isi dari pemeriksaan tersebut, menurut Setya Novanto, hanya mengklarifikasi hal-hal normatif seputar pertemuan itu.

"(Tadi) itu hanya diklarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi, itu ada pimpinan Komisi II untuk menyampaikan, tetapi semua yang disampaikan normatif saja," kata Setya Novanto usai diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Selasa (10/1/2017).

Setya Novanto yang biasa dipanggil Setnov menjalani pemeriksaan ketiga sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.

Pada 2011-2012, saat proyek e-KTP berlangsung, Setnov menjabat Bendahara Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Saat ini Setnov adalah Ketua Umum Partai Golkar.

"Ya karena Komisi II dan departemen (Dalam Negeri) itu semua yang saya tahu normatif saja," tambah Setnov.

Selain Setnov, KPK juga memeriksa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam penyidikan perkara yang sama, tapi keduanya belum hadir di gedung KPK.

Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah menyebut proyek KTP-E dikendalikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, adalah Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.

Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng senilai 500 ribu dolar AS, (2) Olly Dondo Kambe senilai 1 juta dolar AS, dan (3) Mirwan Amir senilai 500 ribu dolar AS.

Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap senilai 500 ribu dolar AS, (2) Ganjar Pranowo 500 ribu dolar AS, dan (3) Arief Wibowo 500 ribu dolar AS.

Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).

Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.

Baca juga artikel terkait KASUS E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri