tirto.id - Setara Institute mencatat 50 tempat ibadah diganggu dan dirampas hak kebebasan beragama dan berkeyakinannya sepanjang 2022 di Indonesia. Angka tersebut naik dratis dibanding beberapa tahun terakhir: 44 (2021), 24 (2020), 31 (2019), 20 (2018) dan 16 (2017).
“Tren pelanggaran pada 2022 menunjukkan kasus gangguan tempat ibadah terus mengalami kenaikan yang signifikan dalam enam tahun terakhir,” kata peneliti Kebebasan Beragama/Berkeyakinan Setara Institute, Syera Anggreini Buntara dalam keterangan tertulis, Selasa (31/1/2023).
Hasil riset itu disampaikan dalam laporan tahunan yang dikeluarkan oleh Setara Institute. Hal itu merupakan hasil pemantauan terhadap pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) sepanjang 2022.
Syera mengatakan gereja menjadi yang paling banyak diganggu dengan jumlah 21 tempat ibadah: 18 gereja Protestan dan 3 gereja Katolik. Sisanya terjadi pada 16 masjid, 6 wihara, 4 musala, 2 pura, dan 1 tempat ibadah penghayat kepercayaan.
Setara Institute mencatat 175 peristiwa dengan 333 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang 2022. Dari angka titu, 168 tindakan dilakukan oleh penyelenggara negara, sedangkan 165 tindakan dilakukan oleh sipil.
Tindakan yang dilakukan penyelenggara negara paling banyak dilakukan oleh pemerintah daerah (47 tindakan). Kemudian disusul oleh kepolisian (23 tindakan), Satpol PP (17 tindakan), institusi pendidikan negeri (14 tindakan), dan Forkopimda (7 tindakan).
Sedangkan untuk tindakan yang dilakukan sipil paling banyak dilakukan oleh warga (94 tindakan), individu (30 tindakan), ormas keagamaan (16 tindakan), MUI (16 tindakan), dan Forum Kerukunan Umat Beragama/FKUB (10 tindakan).
“Masuknya FKUB sebagai lima besar aktor non-negara dengan pelanggaran KBB terbanyak menunjukkan bahwa alih-alih menjalankan peran fasilitasi pendirian rumah, cukup banyak FKUB yang masif pasif dan justru mempersulit persyaratan pendirian tempat ibadah,” kata Syera.
Ada lima jenis tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terbanyak yang dilakukan oleh penyelenggara negara: diskriminasi (40 tindakan), kebijakan diskriminatif (25 tindakan), pelarangan usaha (18 tindakan), penolakan pendirian tempat ibadah (13 tindakan), dan pentersangkaan penodaan agama (10 tindakan).
Kemudian, Syera mengatakan terdapat enam tindakan terbanyak yang dilakukan sipil: penolakan pendirian tempat ibadah (38 tindakan), intoleransi (37 tindakan), pelaporan penodaan agama (17 tindakan), pelarangan ibadah (15 tindakan), penolakan ceramah (14 tindakan), dan perusakan tempat ibadah (7 tindakan).
“Penolakan ceramah untuk pertama kalinya muncul sebagai lima teratas pelanggaran KBB oleh aktor non-negara. Penolakan ceramah mengalami kenaikan sangat pesat dibanding tiga tahun terakhir, dari masing-masing 1 peristiwa pada tahun 2020 dan 2021 hingga menjadi 14 peristiwa pada tahun 2022,” tambah Syera.
Sepanjang tahun 2022, SETARA Institute mencatat pelanggaran KBB paling banyak dialami oleh individu (41 peristiwa), warga (34 peristiwa), umat Kristiani (33 peristiwa; 30 peristiwa dialami umat Kristen dan 3 peristiwa dialami umat Katolik), pengusaha (19 peristiwa), pelajar (13 peristiwa), umat Islam (12 peristiwa), umat Buddha (7 peristiwa), Jemaat Ahmadiyah Indonesia (6 peristiwa), dan penghayat kepercayaan (6 peristiwa).
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan