tirto.id - Industri pariwisata di Bali mendapat sorotan beberapa waktu belakangan ini. Beragam polemik dan konflik sosial yang melibatkan wisatawan mancanegara (wisman) jadi penyebabnya.
Senin (13/3/2023), Gubernur Bali I Wayan Koster memberi pernyataan keras yang intinya melarang wisman menyewa sepeda motor di Bali. Selain itu dia juga mengusulkan untuk mencabut visa on arrival (VoA) bagi warga negara Rusia dan Ukraina yang hendak berkunjung ke Pulau Dewata.
Bukan tanpa sebab, upaya pembatasan terhadap penggunaan sepeda motor bagi wisman, berakar dari jamaknya pemandangan turis yang berkendara di atas kendaraan roda dua tanpa mengikuti aturan. Mulai dari tidak memakai baju, tidak memakai helm, sampai tidak punya surat izin mengemudi.
"Jadi, para wisatawan itu harus berpergian jalan menggunakan mobil-mobil dari travel agent. Tidak diperbolehkan lagi menggunakan kendaraan yang bukan dari travel agent. Pinjam atau sewa itu tidak diperbolehkan lagi," kata Koster seperti yang dikutip dari Antara, Selasa (14/3/2023).
Dalam konferensi pers di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali, Denpasar, Minggu (12/3/2023) itu, dia mengatakan upaya ini seiring dengan upaya pembenahan sistem pariwisata yang tidak hanya berorientasi pada jumlah kunjungan wisata, tapi juga budaya pariwisata yang lebih baik.
Sementara itu, pencabutan VoA bagi turis Rusia dan Ukraina adalah buntut dari banyaknya laporan terkait pelanggaran yang dilakukan warga asing dari dua negara tersebut. Paling banyak, menggunakan kedok kunjungan wisata ke Bali tapi malah tinggal dan bekerja.
Hal ini diduga Koster akibat kondisi negara mereka yang berkonflik.
"Karena dua negara lagi perang, mereka enggak nyaman di negaranya. Mereka pun ramai-ramai datang ke Bali, termasuk orang yang tidak berwisata juga kembali untuk mencari kenyamanan, termasuk juga untuk bekerja," ujarnya.
Sejumlah pekerja asing terduga ilegal ini juga diinformasikan oleh akun Instagram bernama @moscow_cabang_bali. Terdapat ratusan unggahan di akun ini yang kebanyakan adalah laporan warga terkait penyedia jasa ilegal yang dilakukan oleh turis asing. Pengaduan mulai dari modus sewa penginapan, jasa fotografi, pelatihan berselancar, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan Pesat Wisman Rusia
Lantas, seberapa signifikan kira-kira dampak potensial dari pencabutan VoA wisman asal Rusia dan Ukraina?
Jika dilihat dari datanya, memang ada kenaikan cukup signifikan turis dari Rusia maupun Ukraina semenjak Maret 2022. Perlu diingat bahwa konflik antara Rusia dengan Ukraina, menyusul invasi Rusia ke negara tersebut, dimulai pada 24 Februari 2022.
Berdasar data Dinas Pariwisata Provinsi Bali, pada Maret 2022, jumlah wisman asal Rusia ada 489 orang. Sejak itu, jumlahnya naik terus secara signifikan hingga mencapai lebih dari 22 ribu orang pada Januari 2023. Jumlah ini setara dengan 6,66 persen keseluruhan turis asing pada bulan pertama tahun 2023.
Tidak hanya itu, angka ini juga membuat wisman asal Rusia menjadi penyumbang kunjungan terbanyak kedua, hanya di bawah jumlah wisman Australia, pada Januari 2023. Tentu ini angka yang signifikan.
Sementara wisman asal Ukraina meski tidak sebanyak Rusia, juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pada Januari 2023 tercatat sebanyak 2.633 turis asal Ukraina berkunjung ke Bali, peningkatan besar dibanding kunjungannya pada Januari 2022 yang nihil. Angka ini cukup untuk membuatnya masuk 20 besar penyumbang turis asing terbanyak ke Bali pada Januari 2023.
Kalau ditarik lebih jauh ke belakang, pada tahun 2022 dan 2019, sebelum pandemi, jumlah wisman Rusia yang berkunjung ke Bali memang cukup tinggi.Pada tahun 2022, jumlah total wisman asal Rusia yang datang ke Bali mencapai 58.031 orang, sedikit turun dari angka total tahun 2019 sebelum pandemi sebanyak 143.238 orang. Namun, dengan angka ini pun, wisman asal Rusia bercokol di peringkat ke-10 untuk penyumbang kunjungan wisman terbanyak Bali pada 2022, sebanyak total 2,15 juta orang.
Perlu diingat pula, Bali sendiri baru dibuka kembali untuk wisatawan mancanegara per 14 Oktober 2021, tetapi terbatas beberapa negara. Per 4 Februari 2022, baru daerah wisata ini dibuka aksesnya untuk kunjungan turis asing dari semua negara, termasuk Ukraina dan Rusia.
Sementara itu, jumlah kunjungan wisman Ukraina sendiri ke Bali pada tahun 2022 mencapai 7.466 orang, turun jauh dari angka tahun 2019 sebanyak 29.378 orang.
Dari data ini, bisa terlihat bahwa kontribusi wisman Rusia pada jumlah kunjungan ke Bali cukup signifikan, meskipun bukan yang terbesar. Pada tahun 2022, Australia, India, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat menjadi negara-negara penyumbang kunjungan wisman terbesar.
Apalagi, saat ini secara umum jumlah kedatangan wisman ke Bali telah menyentuh angka lebih dari 300 ribu orang setiap bulannya, mulai mendekati jumlah sebelum pandemi Covid-19 yang sekitar 520 ribu setiap bulan. Angka kunjungan wisman 2,15 juta orang pada tahun 2022 juga peningkatan pesat dibanding 51 orang di tahun 2021, akibat masih ketatnya protokol untuk pencegahan penularan Covid-19.
Kunjungan Wisman Bukan Tanpa MasalahMeskipun kontribusi kunjungan wisman asal Rusia cukup besar, kekhawatiran Gubernur I Wayan Koster bisa jadi bukan tanpa alasan.
Dari sekian banyak kasus yang melibatkan wisman asal Rusia, salah satu yang sempat ramai diberitakan adalah penyalahgunaan visa yand dilakukan Sergey Zanimonets. Pria berusia 28 tahun ini membuka usaha jasa fotografer di Bali, padahal visa yang dimiliki adalah sebagai investor. Akhirnya Sergey dideportasi pada 28 Februari 2023 lalu berdasar informasi dari Antara.
Kasus lain yang melibatkan WNA asal Rusia adalah tiga perempuan asal Rusia, berinisial VS, IL, dan TE, yang kedapatan bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Seminyak, Badung, Bali. Dua di antara mereka masuk ke Bali dengan visa kunjungan, sementara satu lainnya menggunakan VoA. Penyalahgunaan visa yang mereka lakukan ini membuat mereka juga dideportasi awal Maret 2023 lalu seperti diberitakan Antara.
Sementara seorang turis asal Ukraina bernama Rodion Kriynin juga baru-baru ini menjadi bahan pembicaraan. Pada Senin (13/3/2023), Rodion ditetapkan menjadi tersangka oleh Polda Bali lantaran membuat dan menggunakan dokumen palsu. Pria berusia 39 tahun ini memegang KTP dengan nama Alexandre Nur Rudi. Rodion sendiri belum dideportasi karena masih akan didalami kasusnya, melansir dari Detik.
Berdasarkan data yang dipublikasikan UPT Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Bali, antara Januari sampai akhir Februari 2023. terdapat 28 tindakan administratif keimigrasian (TAK). Angka ini bertambah signifikan menjadi 63 kasus antara Januari sampai pertengahan Maret 2023 ini.
"Selama 2,5 bulan ini sejak Januari 2023 sampai dengan hari ini Imigrasi Bali sudah 63 kasus WNA dilakukan Tindakan Administrasi Keimigrasian," terang Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Bali Barron Ichsan pada konderensi pers, Kamis (16/3/2023), seperti dikutip Tribun Bali. Pelanggaran yang dilakukan paling banyak adalah penyalahgunaan izin tinggal dan overstay.
Dari 63 kasus ini, 45 di antaranya ditindak deportasi. Berdasar keterangan dan data yang ada TAK terbanyak dilakukan oleh WNA Rusia dan Inggris.
Sementara pada tahun 2022 lalu, antara Januari sampai Agustus, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali mencatat ada 88 turis yang dideportasi. Berdasar data ini warga negara Rusia menjadi yang paling banyak (13 kasus), diikuti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris (masing-masing 6 kasus).
Transisi dari Volume Menjadi Value
Pertumbuhan jumlah turis asing ini tentu menjadi pertanda bagus bagi perekonomian Bali yang banyak bergantung pada industri pariwisata.
Analisis Bank Indonesia (BI) menyebut terdapat lebih dari 36 persen masyarakat Bali yang bekerja di sektor yang terkait industri pariwisata per Februari 2023.
Terdapat setidaknya 315 ribu orang yang pekerjaannya terkait dengan penyedia akomodasi dan makanan minuman, 86 ribu orang dari sektor transportasi dan 553 ribu orang dari lapangan usaha perdagangan yang terkait pariwisata.
Dalam Laporan Perekonomian Provinsi Bali, Bank Indonesia (BI) juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2023 ada di kisaran 4,5 persen - 5,3 persen, didorong oleh berlanjutnya tren pemulihan kinerja pariwisata Bali.Perlu diketahui bahwa pada tahun 2020, selama pandemi, pertumbuhan ekonomi Bali kontraksi sebanyak 9,33 persen year-on-year, akibat penutupan border internasional yang mengakibatkan terhentinya kunjungan wisatawan mancanegara.
Namun, menurut Pengamat Pariwisata Sari Lenggogeni besarnya jumlah wisman tidak lantas membawa dampak yang sepenuhnya positif ke pariwisata Bali.
"Kuantitas turis itu belum tentu memberi kontribusi yang banyak terhadap perekonomian," ujarnya ketika dihubungi Tirto, Kamis (16/3).
Dia mencontohkan fenomena dalam beberapa tahun terakhir, kelompok turis yang datang dalam jumlah besar justru punya kecenderungan memunculkan degradasi lingkungan dan sosial budaya di Bali.
Senada, Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari mengatakan kalau paradigma pariwisata nasional seharusnya sudah bergeser tidak lagi pada mass tourism yang berorientasikan volume.
Orientasi terhadap jumlah ini yang kemudian melahirkan VoA yang kini malah berusaha dibatasi untuk sejumlah turis di Bali. VoA sendiri adalah jenis visa yang bisa diurus di negara tujuan, sehingga wisatawan tidak perlu mengurus di negara asal. Ini tentu memberi fleksibilitas dan kemudahan.
Sayangnya, menurut Azril, pemberian VoA di Indonesia kelewat mudah diperoleh.
"Harusnya dari negara asal, dia (turis asing) sudah harus diperiksa dan dibuktikan dia bawa uang yang cukup untuk masa tinggalnya di Indonesia. Jadi tidak usah terlalu banyak wismannya, tapi uangnya yang banyak dibelanjakan, jangan malah dia mencari uang ke sini," terangnya kepada Tirto, Kamis (16/3/2023)
Hal ini yang kemudian memunculkan praktik penyalahgunaan visa. Visa yang diterbitkan untuk tujuan wisata malah kemudian digunakan untuk berbisnis misal menyewakan sepeda motor, menyewakan kembali rumah kontrakan milik warga, atau menyediakan jasa belajar selancar.
Lebih lanjut, menurutnya, VoA sendiri seharusnya tidak jadi masalah.
"Asal itu diberikan dengan jaminan turis asing ada semacam deposit, sehingga ada jaminan, ada uang yang dibelanjakan di sini," tegasnya lagi.
Dalam masa pemulihan dari pandemi Covid-19, menurut Sari seharusnya Bali fokus menargetkan peningkatan kualitas wisatawan.
"Kita menyebutnya responsible tourist. Mereka ini adalah kelompok turis yang merasa punya tanggung jawab terhadap destinasi yang dikunjunginya," terangnya.
Kelompok turis ini, menurut Sari, mendukung pengembangan tiga sisi pariwisata; lingkungan, sosial, dan perekonomian.
Sementara menurut Azril, mendorong pertumbuhan responsible tourism juga berarti merubah target pariwisata dari mengejar volume menjadi ke value (nilai).
"Jadi (fokusnya) ke nilai. Bukan ke jumlah wisatawannya tapi length of stay-nya lebih lama. Tinggal yang tadinya 2-3 hari jadi 2-3 minggu, jadi dia bawa uang lebih banyak dan spend-nya juga lebih besar," ujar dia menjabarkan.
Berdasar data survei yang dikumpulkan Dinas Pariwisata Provinsi Bali, memang semenjak pandemi Covid-19 terjadi penurunan lama tinggal turis asing. Tahun 2019, rata-rata turis menghabiskan waktu 8,2 hari di Bali, angka ini merosot menjadi 2,54 hari pada 2022.
Bisnis Ilegal Turis Asing
Sementara itu, terkait dengan persoalan pelarangan penggunaan sepeda motor oleh turis asing yang diwacanakan Gubernur Bali, Azril sebagai pengamat pariwisata beranggapan kalau ada masalah yang lebih besar yang menjadi akarnya.
Menurut dia adanya oknum penyewaan sepeda motor tidak resmi yang dikelola oleh turis asing sebagai sumbernya.
"Ini masalahnya bukan turis asing naik motor, tapi bisnis ilegal. Mereka bisnis rental motor atau villa atau bahkan jual burger padahal visanya untuk wisata," tutur Azril.
Dia percaya bisnis rental sepeda motor resmi yang dimiliki warga lokal, akan punya syarat yang tegas seperti kewajiban penyewa mematuhi rambu lalu lintas dan surat izin mengemudi.
Sementara rental sepeda motor ilegal yang dikelola wisman, menurut dia biasanya menawarkan harga yang lebih murah. Selain itu mereka juga punya koneksi yang lebih baik ke rekan senegaranya. Namun, karena ilegal dan tidak diregulasi, penyewa merasa tidak punya kewajiban memenuhi aturan lalu lintas yang ada, pungkasnya.
Editor: Farida Susanty