tirto.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus pemerasan terhadap pengembang perumahan bersubsidi. Sosok tersebut adalah Ngakan Anom Diana Kesuma (NADK) yang menjabat sebagai Pejabat Fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Pemukiman Bidang Tata Bangunan Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUTR) Kabupaten Buleleng.
Penetapan Ngakan sebagai tersangka merupakan hasil dari penyidikan dan penggeledahan di Dinas PUTR Kabupaten Buleleng. Berdasarkan dua alat bukti yang sah, Ngakan telah disangka melanggar Pasal 12 Huruf e dan Huruf g jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
“Peranan Tersangka NADK bekerja sama dengan Tersangka IMK, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka. Tersangka NADK ini bertugas mempersiapkan gambar teknis pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Selaku petugas teknis pada Dinas PUTR Kabupaten Buleleng, NADK mendapatkan uang dari bagi hasil yang diminta oleh Tersangka IMK sebelumnya,” terang Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, di Gedung Kejati Bali, Bali, Senin (24/03/2025).
Diketahui, Ngakan membuat kajian gambar teknis PBG dengan menggunakan sertifikat kompetensi ahli milik orang lain. Dia melakukan aksinya dengan menduplikasi sertifikat tersebut menggunakan scanner.
“Atas peranan tersebut, Tersangka NADK mendapat pembagian Rp700 ribu per gambar dari Tersangka IMK. Selama dalam kurun waktu tersebut (2019 hingga 2024), kurang lebih sekitar 500-an gambar yang telah diterbitkan dari beberapa permohonan izin yang dimohonkan melalui Tersangka IMK,” sambungnya.
Untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, Ngakan akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kerobokan.
Diketahui pula, program rumah bersubsidi gratis tidak dilaksanakan di semua kabupaten atau kota yang ada di Bali. Namun, celah tersebut dimanfaatkan oleh kedua tersangka untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Sementara itu, Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, turut mengungkap bahwa ada 61 pengembang (developer) properti di Buleleng yang akan diperiksa terkait kasus pemerasan rumah bersubsidi ini. Sebelumnya, Kejati baru memeriksa satu pengembang properti untuk rumah bersubsidi dan menemukan fakta bahwa tersangka berhasil memeras dari 419 rumah.
“Sejak tahun 2021, mereka (oknum-oknum) melakukan (pemerasan). Bukan hanya satu developer, ada beberapa developer yang akan memberikan keterangan. Rata-rata (keuntungan hasil pemerasan) Rp10-20 juta per rumah,” kata Sumedana.
Kejati juga hendak mengusut penggunaan KTP pinjaman untuk mendapatkan rumah subsidi pemerintah oleh perusahaan pengembang properti. Menurut Sumedana, terdapat hampir 300 KTP pinjaman yang digunakan oleh pengembang untuk membeli rumah bersubsidi.
“Ada juga yang membeli bukan yang berhak. Lebih parahnya lagi, orang yang tidak berdomisili di sana. Ini diprioritaskan untuk masyarakat sana (Buleleng) yang berpenghasilan rendah. Developer juga nanti akan kena, tunggu saja nanti,” ucapnya.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Andrian Pratama Taher