tirto.id - Reklamasi di Teluk Jakarta kembali menjadi perbincangan usai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk sejumlah bangunan di Pulau C dan D -- sekarang bernama Pulau Kita dan Maju.
Pemberian IMB itu menuai kritik dari pelbagai pihak. Salah satunya dari Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono yang menilai penerbitan IMB sebagai pemanfaatan lahan hasil reklamasi menyalahi aturan.
Menurut Gembong, penerbitan IMB seharusnya menunggu rampungnya dua rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi, yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS).
“Prosedur hukumnya tidak dilalui dengan baik oleh Pak Anies. Artinya alas hukumnya Pak Anies menerbitkan IMB itu tidak ada,” kata Gembong saat dihubungi pada Jumat (14/6/2019).
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik. Ia mengatakan idealnya pemberian IMB di pulau reklamasi menunggu rampungnya raperda yang mengatur zonasi.
"Idealnya perda dulu," kata kata Taufik saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, pada Rabu (12/6/2019).
Taufik menuturkan, pemberian IMB menjadi masalah apabila bangunan-bangunan yang terlanjur di bangun tak sesuai dengan pengaturan zonasi yang ada dalam RZWP3K dan RTRKS.
Dalih Anies
Dalam kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan pemberian IMB untuk pemanfaatan pulau reklamasi di Teluk Jakarta sudah sesuai aturan. Ia pun enggan disebut jika penerbitan IMB dilakukan secara diam-diam.
"Setiap proses pengajuan IMB untuk semua Gedung memang tidak diumumkan," kata Anies melalui keterangan tertulis pada Kamis (13/6/2019).
Anies mengatakan pemberian IMB mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta [PDF]. Pergub tersebut diterbitkan gubernur sebelumnya yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Jika tidak ada pergub tersebut maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan di lahan hasil reklamasi. Suka atau tidak suka atas isi pergub 206 tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," ujar Anies.
Anie enggan mencabut Pergub Nomor 206 Tahun 2016 lantaran bisa menghilangkan dasar hukum bangunan yang di didirikan di pulai reklamasi. Ia takut kehilangan kepercayaan publik jika mencabut pergub tersebut.
"Bila itu dilakukan, masyarakat, khususnya
dunia usaha, akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum. Efeknya
peraturan Gubernur yang dikeluarkan sekarang bisa tidak lagi dipercaya, karena pernah ada preseden seperti itu," dalihnya.
Anies memastikan lahan reklamasi akan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan hukum dan untuk sebanyak-banyaknya kepentingan publik.
Komitmen Anies Dipertanyakan
Namun, komitmen Anies untuk memanfaatkan lahan hasil reklamasi guna kepentingan publik dipertanyakan. Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja mengatakan pulau reklamasi seharusnya tidak dikuasai oleh swasta seperti saat ini.
"Kalau dia bilang untuk kepentingan publik, itu harus tertuang di panduan rencana tata ruang kotanya, bukannya malah mengakomodasi panduan rancang kota Gubernur sebelumnya," kata Elisa saat dihubungi pada Jumat (14/6/2019).
Elisa mengatakan jika Anies memang memiliki visi yang berbeda terkait reklamasi dengan Gubernur sebelumnya, maka seharusnya Pergub Nomor 206 Tahun 2016 dicabut dan diubah.
"Pokoknya kalau misalnya mau serius bikin Pulau C dan Pulau D untuk kepentingan publik, itu pergubnya dulu harus diubah," tegasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagyo. Ia mengatakan jika pemerintah serius mau memperbaiki masalah reklamasi, maka aturan-aturan yang ada harus diubah.
"Aturannya itu sudah enggak benar," kata Agus saat dihubungi pada Jumat (14/6/2019). Agus mengatakan aturan yang belum diubah menimbulkan sejumlah masalah, salah satunya penerbitan IMB.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Gilang Ramadhan