Menuju konten utama

Manuver Senyap Gubernur Anies: Izinkan Reklamasi Ancol

Anies menerbitkan keputusan yang mengizinkan Ancol direklamasi. Keputusan ini lekas diprotes.

Manuver Senyap Gubernur Anies: Izinkan Reklamasi Ancol
Massa aksi dari gerakan cabut mandat Anies membakar ban dan membentang spanduk di depan gerbang Balai Kota DKI Jakarta. Mereka menuntut Anies menarik imb reklamasi pulau jakarta. tirto.id/Alfian Putra Abdi

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan izin reklamasi di Jakarta Utara lewat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020. Ia mengizinkan perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas lebih kurang 35 hektare dan Taman Impian Jaya Ancol lebih kurang 120 hektare.

Dalam kepgub itu Anies mewajibkan PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) melakukan sejumlah hal terlebih dulu, termasuk melengkapi kajian teknis seperti penanggulangan banjir yang terintegrasi, dampak pemanasan global, pengambilan material perluasan lahan, perencanaan infrastruktur, dan dampak lingkungan. Surat tersebut juga menegaskan pembangunan harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Masterplan dan Panduan Rancang Kota (Urban Design Guidelines/UDGL) serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain.

"Hasil pelaksanaan perluasan kawasan... harus disertifikatkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan menjadi beban biaya PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk," tulis kepgub, 24 Februari 2020.

Anies juga meminta PJA menyediakan sarana, prasarana, dan utilitas dasar yang dibutuhkan; juga angkutan umum massal, jaringan utilitas, infrastruktur pengendali banjir, ruang terbuka biru, ruang terbuka hijau serta sarana pengelolaan limbah cair dan padat.

Izin pelaksanaan perluasan kawasan itu berlaku tiga tahun. "Apabila sampai dengan jangka waktu tersebut pelaksanaan perluasan kawasan belum dapat diselesaikan, izin akan ditinjau kembali," tulis kepgub.

Disebut Ingkar Janji

Keputusan reklamasi Ancol lekas dikecam Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara). Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati menegaskan keputusan ini adalah ironi karena salah satu janji Anies dalam pilkada lalu adalah menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Kiara adalah salah organisasi yang juga lantang menolak reklamasi Teluk Jakarta.

Reklamasi Teluk Jakarta dan Ancol berbeda. Anies mengatakan dia "tidak pernah menolak reklamasi [Teluk Jakarta], tapi menghentikannya". Realisasinya dengan mencabut 13 izin reklamasi dicabut, yang lantas memunculkan gugatan hukum dari para pengembang. Terakhir Anies menang di Mahkamah Agung (MA) atas gugatan pengembang Pulau H, PT Taman Harapan Indah.

Susan juga menolak reklamasi Ancol karena menurutnya Anies tengah mengakali hukum dengan mendasarkan kepgubnya dengan tiga Undang-Undang (UU) cherry picking alias pilih-pilih. "Undang-Undang tersebut terlihat dipilih oleh Anies Baswedan karena sesuai dengan kepentingannya sebagai Gubernur DKI Jakarta," kata dia melalui keterangan tertulis kepada reporter Tirto, Jumat (26/7/2020).

Peraturan yang dimaksud adalah UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemprov DKI sebagai Ibukota Indonesia, UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda, dan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Susan bilang alih-alih tiga peraturan ini, ada peraturan lain yang mengatur kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil lebih spesifik, yaitu UU Nomor 27 tahun 2007 jo UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Alasan ketiga mengapa Kiara menolak kebijakan ini adalah reklamasi hanya akan memperkuat praktik komersialisasi kawasan pesisir, dan itu tidak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 tahun 2010. "Kawasan pantai, pesisir, dan perairan adalah milik seluruh warga negara Indonesia, siapa pun berhak untuk mengakses. Pemberian izin ini akan memaksa orang yang mau masuk dan mengakses kawasan ini membayar. Ini praktik komersialisasi yang harus dilawan."

Reklamasi Ancol juga menurutnya dapat mendorong kerusakan kawasan perairan serta tempat pengambilan material pasir untuk bahan pengurukan. "Ekosistem perairan semakin hancur, ekosistem darat akan mengalami hal serupa. Inilah salah satu bahayanya reklamasi," katanya menegaskan.

Kritik juga datang dari para relawan yang mendukung Anies pada Pilgub 2017. Koordinator Relawan Jaringan Warga (Jawara) Anies-Sandi, Sanny A Irsan, mengatakan jika reklamasi terus berjalan, kelompoknya akan menggelar demonstrasi. "Kalau beliau tidak mencabut kepgub tersebut kami akan terus melawan," kata dia kepada wartawan, Rabu (1/7/2020).

DPRD Mengaku Kecolongan

Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi B Gilbert Simanjuntak mengaku kecolongan. Anies tidak pernah menyampaikan rencana tersebut padahal kepgub itu telah dikeluarkan sejak empat bulan lalu, sementara PJA, berstatus perusahaan milik pemerintah daerah (BUMD), juga terkesan menutup-nutupi. "Kami semua (Komisi B) baru tahu dari media. Saat rapat dengan Jaya Ancol mereka tidak menyampaikan. Semua senyap," katanya kepada reporter Tirto, Rabu (1/7/2020).

Meski demikian, Gilbert menegaskan pemprov DKI dan PJA belum diperbolehkan melakukan reklamasi selama belum ada peraturan daerah (perda). Di sinilah DPRD berperan. Masalah ini perlu dibahas dengan mereka terlebih dulu.

Selain itu, dia mengatakan jika reklamasi Ancol tidak masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 60 tahun 2020. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa reklamasi hanya ada di Teluk Jakarta. Jika ingin menambah daratan baru, termasuk di kawasan Ancol, diperlukan pembahasan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan hal lain.

"Kami komisi B sedang mencari jadwal rapat untuk memanggil mereka [Pemprov DKI dan PT Pembangunan Jaya Ancol]," katanya.

Anies belum mau menanggapi perkara ini. Di Balai Kota DKI, Selasa (30/6/2020), dia mengaku akan menjelaskan semuanya lengkap. "Jangan doorstop," katanya.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI ANCOL atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino