Menuju konten utama

Serangan di Mapolda Sumut Jadi Catatan Buruk bagi Polri

Polisi diminta waspada pasca-serangan di Mapolda Sumut yang menewaskan Aiptu Martua Sigalinggung.

Serangan di Mapolda Sumut Jadi Catatan Buruk bagi Polri
Personel Brimob berjaga di dekat pos polisi Mapolda Sumut pasca peristiwa penyerangan, di Medan, Sumatera Utara, Minggu (25/6). ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi.

tirto.id - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan serangan di Mapolda Sumatera Utara (Sumut) pada Minggu (25/6/2017) dini hari menjadi catatan buruk bagi Polri menjelang Hari Bhayangkara 2017.

"Dari kasus ini, publik jelas merasa prihatin karena anggota polisi ternyata tidak bisa melindungi dirinya sendiri saat diserang pelaku kejahatan di markasnya sendiri. Lalu bagaimana polisi bisa melindungi orang lain atau masyarakat dari serangan pelaku kejahatan," Neta S Pane melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (26/6/2017).

Ia meminta Polri senantiasa waspada dan meningkatkan kepekaan serta selalu terlatih menghadapi berbagai situasi.

"Kasus serangan teroris di Mapolda Sumut menjadi sebuah keprihatinan atas profesionalisme Polri dan sekaligus menunjukkan para teroris makin super nekat. Dengan senjata seadanya, mereka nekat menyerang polisi bersenjata lengkap," kata Neta, seperti diwartakan Antara.

Sebaliknya, kata dia, kasus serangan di Polda Sumut itu menjadi catatan “bersejarah” bagi jaringan teroris karena hanya dengan senjata seadanya mereka bisa membunuh seorang perwira polisi.

"Sehingga dikhawatirkan kasus serangan teror di Mapolda Sumut akan menjadi inspirasi bagi para teroris untuk terus-menerus meningkatkan serangan dan sekaligus menjadi motivasi bagi kader-kadernya bahwa hanya dengan sebilah pisau ternyata bisa membunuh perwira polisi," ujarnya.

Ia menilai dari kasus itu para teroris juga bisa menyimpulkan, untuk melumpuhkan polisi tidak perlu lagi menggunakan bom karena cukup dengan sebilah pisau.

"Sebab jajaran polisi tidak terlatih, tidak responsif, dan terlalu mudah untuk dilumpuhkan," kata dia.

Bagaimana pun, menurut dia, jika ada polisi terbunuh oleh pelaku kejahatan tentu akan menjadi keprihatinan tersendiri bagi publik dan sekaligus menjadi kecemasan terhadap profesionalisme sistem keamanan.

"Apalagi saat ini, di saat isu ISIS merebak secara internasional dan terjadi serangan di Marawi, aksi-aksi terorisme terus berkecamuk di Indonesia, tentunya akan menjadi kecemasan tersendiri bagi masyarakat," ucap Neta S Pane.

Ia pun menyatakan bahwa hal tersebut menjadi tantangan serius bagi Polri menjelang Hari Bhayangkara 2017 dan publik selalu berharap Polri senantiasa bersikap profesional, baik dalam melindungi masyarakat maupun melindungi dirinya sendiri.

Sebelumnya, pada Minggu (25/6/2017) sekitar pukul 03.00 WIB dua orang tidak dikenal menyerang personel Yanma Polda Sumut Aiptu Martua Sigalinggung yang bertugas di pos jaga pintu keluar Mapolda Sumut.

Akibat penyerangan tersebut, Aiptu Martua Sigalingging meninggal dunia karena mengalami luka yang cukup parah di dada, tangan, dan leher.

Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Rina Sari Ginting mengungkapkan, penyerangan terhadap personel Polda Sumatera Utara yang sedang menjalankan tugas penjagaan markas pada Minggu (25/6/2017) dini hari, bermotif ingin merebut senjata api.

Menurut Rina, setelah senjata api itu diperoleh, rencananya akan digunakan untuk melakukan serangan berikutnya terhadap anggota Polri dan TNI.

Namun, upaya pelaku yang berjumlah dua orang tersebut, dapat digagalkan personel Satuan Brimob Polda Sumut yang sedang menjalankan tugas di Pintu 2 Mapolda Sumut. Seorang pelaku tewas dan seorang lainnya luka tertembak.

Baca juga artikel terkait PENYERANGAN POLISI SUMUT atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra