Menuju konten utama
Frans Lamury, Ketua BMAI:

"Sengketa Asuransi Kesehatan Masih Nomor Satu"

Asuransi tidak bisa menolak klaim hanya berbasis kecurigaan soal "mafia klaim"; harus didukung bukti-bukti yang kredibel.

Ilustrasi Frans Lamury, Ketua Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indoneia. tirto.id/Teguh Sabit Purnomo

tirto.id - Kasus PT Allianz Life, yang heboh belakangan ini, membuka cerita tentang proses klaim nasabah yang kemungkinan diperumit oleh perusahaan asuransi. Dalam kasus itu, keberatan sang nasabah alih-alih dibawa ke jalur pidana, bukannya perdata, seperti sengketa asuransi pada umumnya. Ifranius Algadri, sang nasabah, menuntut dengan pasal perlindungan konsumen.

Sengketa antara nasabah dan perusahaan asuransi sebenarnya bukan cerita baru. Kesalahpahaman atas isi polis, prosedur yang berbelit-belit, hingga proses klaim yang dinilai nasabah rumit biasa jadi alasan sumber sengketa. Dalam catatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, penolakan klaim oleh perusahaan asuransi—seperti yang dialami Ifranius—adalah keluhan konsumen paling sering muncul dari industri asuransi.

Masalah penolakan klaim ini sebenarnya bisa dibawa ke Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), yang dibentuk oleh perusahan-perusahaan asuransi pada 2006 untuk menampung hak konsumen yang menghadapi kasus-kasus penolakan klaim.

Hingga 2016, BMAI mencatat 595 sengketa yang pernah terjadi. Angka yang sebenarnya tidak terlalu banyak, jika melihat jumlah pemegang polis di Indonesia. Bisa jadi karena pelayanan asuransi yang stabil, atau malah karena nasabah tak tahu harus mengadu ke mana ketika bersengketa.

Berikut wawancara Aulia Adam dari Tirto dengan Frans Lamury, Ketua BMAI.

Selama 10 tahun ada, BMAI mencatat 595 sengketa. Angkanya tidak terlalu banyak, apakah ini hal wajar?

Kami rata-rata (mengurusi) sekitar itu. Lima puluhan (per tahun). Sebenarnya flat. Itu berarti keadaan lebih baik. Kalau pengaduan pada kami itu tidak naik, berarti sebenarnya pasar asuransi baik. Maksudnya, sengketa menjadi berkurang dibandingkan pertumbuhan asuransi. Kalau asuransi bertumbuh, sengketanya tidak bertumbuh. Itu berarti pertandanya baik.

Kalau jumlah sengketa datar berarti ada perbaikan sebenarnya. Asuransi, kan, tidak statis. Kalau bertambah nasabah, kemungkinan sengketa lebih tinggi. Tapi, kan, kenyataannya tidak. Artinya, secara kinerja itu lebih baik dari segi pelayanan.

Tapi ada kasus sengketa yang tidak mau dibawa ke BMAI. Misalnya kasus Allianz yang langsung dibawa ke polisi karena merasa pelayanannya tidak baik. Padahal pada kasus itu, angka klaimnya di bawah Rp750 juta.

Allianz bilang dalam proses—minta dokumen (rekam medis). Tapi saya ketemu sama lawyer nasabah: ini penolakan (klaim). Sudah jelas penolakan. Ada surat penolakannya. Nah, asuransi harusnya, ketika surat itu ditulis: kami nolak nih, meskipun kami menolak klaim Anda, jika Anda tidak setuju, silakan datangi BMAI. Berikan alamat kami. Tidak ada (dikenakan) biaya di sini. Kalau dia tutup dengan kalimat itu, bolanya ada di tangan nasabah. You (perusahaan asuransi) tenang aja di situ. Artinya, nasabah tinggal milih: mau datang atau enggak.

Dan kami pikir, asuransi harus lakukan itu. Dan kalau saya jadi asuransi, saya jadi enak. Tapi banyak kawan kami tidak melakukan itu. Dan saya heran kenapa kawan kami tidak melakukan hal itu. Ada bahkan yang mengatakan seolah kami (perusahaan asuransi) tidak meyakini keputusan kami. Saya mengatakan, 'Justru karena sangat yakin jadi tantang dia (nasabah) untuk datang kemari. Buktikan di sini.'

Berarti bisa saja banyak nasabah yang tidak datang ke BMAI meski mendapat pelayanan buruk dari perusahaan asuransi?

Bisa saja. Kalau dalam kasus Allianz, alasan nasabah karena ingin bikin jera perusahaan asuransi yang tidak memberikan pelayanan yang baik. Keluhan pelayanan itu banyak, tapi mungkin tidak mau diadukan karena ribet.

Kalau mengadu ke BMAI ada tiga tahap: mediasi, ajudikasi, arbitrase. Biasanya di bagian mana sengketa sudah selesai? Atau apakah harus melewati semua tahap?

Sebenarnya, pekerjaan kami ada tiga. Tetapi tahapannya hanya ada dua saja. Artinya, kalau jumlah sengketanya 750 juta (rupiah) ke bawah, kami lakukan dengan mediasi dan ajudikasi. Jika mediasi tidak berhasil, maka dilanjutkan ke tingkat ajudikasi. Itu nanti diadili di ajudikasi. Jika jumlahnya over, kami lakukan apa yang namanya arbitrase. Lebih sering selesai di mediasi. Sedikit yang sering masuk ke ajudikasi.

Proses ajudikasi bagaimana sebenarnya?

Sama dengan proses arbitrase. Cuma lebih singkat aja. Jadi, kalau orang bilang, ajudikasi itu arbitrase yang simpel. Ada proses investigasi dari kami. Artinya, kami para hakim tentu mencari tahu persoalannya untuk bisa menentukan putusan.

Kalau jumlah pengaduan asuransi yang paling sering disengketakan itu apa?

Kesehatan. Itu masih nomor satu. Kendaraan itu nomor dua, yang sifatnya sederhana. Orang-orang tidak paham (polis).

Dalam kasus Allianz, yang dipermasalahkan nasabah adalah rekam medis yang diminta asuransi tetapi, menurut nasabah, itu tidak ada dalam polis. Kasus tentang rekam medis ini sudah sering, atau laporan jenis baru dalam pengalaman BMAI?

Rekam medis itu baru sekarang ini jadi kasus. Biasanya yang diminta itu resume. Ya namanya resume ya perlu-perlu aja. Kalau namanya rekam, kan, detail. Nah, kalau rekam ya baru kali ini terungkap bahwa ada permintaan seperti itu; kami tidak tahu kenapa. Kami tanya ke Allianz, dong, 'Kenapa minta itu, padahal tidak ada di polis. Dan itu tidak lazim.'

Apakah asuransi biasanya boleh mengajukan syarat tambahan demi alasan investigasi?

Asuransi enggak boleh begitu. Biasanya, ada pasal tentang cara mengklaim: kalau klaim, Anda harus memberitahu kepada kami, menyertakan surat, melengkapi dokumen-dokumen yang diminta. Seringkali mereka menambahkan, yang terakhir itu tidak sebut dokumen apa. “Dan dokumen dan informasi lain yang kami anggap perlu”—kata itu harusnya dimasukkan karena setiap situasi punya alur berbeda.

Kami enggak pernah tahu semuanya secara detail pada hari pertama (saat tanda tangan polis). Nah kata itu harus ada: dokumen yang kami anggap penting. Artinya, subjektif sekali, memang. Tapi kalau Anda (nasabah) enggak mau, pada hari pertama sudah bisa bilang saya enggak mau. Dokumen baku harus begitu bunyinya, kalau ada kalimat itu, maka orang enggak bisa nolak.

Saya enggak tahu kalau (di kasus) Allianz itu apakah (ada klausul yang) berbunyi seperti itu. Tapi, kalimat yang baik, yang harus dimasukkan perusahaan asuransi, ya kalimat itu. Tapi kalau tidak ada sama sekali, ah you (perusahaan asuransi) mengada-ada—keluhannya itu nanti. Artinya Anda (perusahaan) mencari penyebab untuk tidak membayar, dong.

Kalau dalam pengaduan yang masuk ke BMAI, cara yang barusan Anda bilang itu pernah diperkarakan?

Sejauh ini enggak ada. Enggak ada yang begitu.

Jadi bagaimana sengketa yang biasa terjadi?

Biasanya karena kesalahpahaman (polis) aja. Orang biasanya penggelapan dilaporkan.

Penggelapan, maksudnya?

Bahwa mobil dibawa pergi sama sopir. Itu penggelapan, bukan pencurian.

Kalau asuransi kesehatan?

Kalau di kesehatan yang sering terjadi: sakit (sejak awal) tapi enggak bilang kalau dia punya sakit. Pada waktu di proposal, ada pertanyaan. Jawabannya, kan, harus sesuai kenyataan. Kalau dia enggak (jawab kayak gitu), ya mungkin dia enggak sengaja menjawab begitu.

Mungkin karena enggak ingat?

Kalau dia enggak ingat, ada hal yang betul-betul dia enggak ingat. Ada hal yang dilakukannya sengaja (pura-pura lupa). Dia melakukan itu karena dia takut asuransinya enggak diterima. Atau harganya beda. Jadi yang sering kali terjadi, dia (nasabah) tidak mengungkapkan riwayat kesehatannya dengan benar.

Berarti yang lebih sering menang sengketa itu asuransi?

Tidak juga, datanya bisa separuh-separuh. Nasabah menang, atau asuransi menang.

Kalau disimpulkan, kesalahan utama di mana? Nasabah yang tidak mengerti polis? Atau agen yang tidak menjelaskan?

Kalau lihat data: fifty-fifty. Asuransi sendiri sering tidak paham apa yang mereka buat. Polis itu biasanya standar. Standar itu artinya sudah dipakai bertahun-tahun. Petugasnya (agen) itu ketika baru masuk dia bisa belajar, bisa juga keliru dia mengartikan apa yang dikatakan (polis). Nasabah sama juga. Jadi, ketika mereka ke sini, baru ketahuan. Kami mengatakan, 'Anda menolak dengan alasan serupa, rasanya Anda lemah. Sehingga dibawa ke mana pun, atau ke ajudikasi pun, Anda bisa kalah.'

Anda bisa lanjut dan kalah di ajudikasi, atau mengubah kemauannya di sini. Seringkali orang asuransi enggak mau mengubah pendiriannya pada waktu mediasi. Kalau sudah begitu, kemungkinan mediasi berhasil kecil. Kami bikin break. Ngomong sama asuransi, coba you pertimbangkan lagi. Sebaliknya kalau nasabahnya berkeras, balik lagi, kami ngobrol sama nasabah. Artinya, kami saling sama-sama memahami.

Ada yang pernah sama-sama sepakat?

Nawar. Atau sering kali nasabah yang bilang begitu: 'Udah, daripada apa-apa, saya dibayar setengah aja.' Tapi biasanya karena asuransi bersikeras. Dia mikir juga, kan, daripada enggak dapat sama sekali, biar separuh, kan, lumayan juga. Itu pun belum tentu asuransi mau, kalau dia benar-benar kuat. Nasabah mau apa lagi coba? Kalau masalahnya kelabu begitu, ya sudahlah, kita arahkan cingcai aja.

Dari pengalaman BMAI menangani sengketa, ada tidak sebenarnya mafia klaim?

Enggak banyak. Artinya apa? Fraud itu selalu ada. Dan itu baru bisa terjadi kalau bisa dibuktikan. Kalau kami meragukan, mencurigai orang, kami enggak bisa menolak klaim karena cuma mencurigai. Asuransi harus membuktikan bahwa nasabah ini telah curang dalam mengklaim. Nah, kalau ada keraguan itu, asuransi harus membuktikannya, investigasi sampai ada bukti.

Kalau yang mengadu ke sini, ada tidak nasabah yang terbukti fraud?

Rasanya enggak ada. Dikira ada usaha fraud, tapi katanya enggak ada, jadi mau bilang apa? Enggak ada bukti.

Di luar kasus Allianz, kemungkinan sengketa muncul dari mana sih sebenarnya?

Seringkali agen yang jadi masalah. Mereka secara hukum adalah bagian dari asuransi. Dia pergi menjelaskan, dan punya kewajiban menjelaskan polisnya, memakan waktu cukup lama. Agen kalau terlalu lama bertemu orang, kapan dapat bisnisnya?

Misalnya, saya bertemu sepuluh, mungkin saya dapat satu. Kalau saya ketemu tiga, mungkin saya enggak dapat apa-apa. Padahal, pendapatan kamu berdasarkan jumlah deal yang saya lakukan. Pekerjaannya jadi dilematis. Mau jelaskan banyak, malah enggak jadi. Terpaksa ya dijelaskan apa adanya, lalu dijelaskan ke orang lain yang mungkin saja tertarik.

Itu yang jadi kendala bagi agen untuk menjelaskan isi polis. Nasabah juga punya kesibukannya sendiri.

Baca juga artikel terkait KLAIM ASURANSI atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Mild report
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Fahri Salam