Menuju konten utama

Sempat Ditolak Ahok, Tunjangan Pokir Muncul Lagi dalam APBD-P DKI

Menurut Syarifudin, tidak adanya tunjangan Pokir membuat aspirasi yang dijaring saat reses anggota dewan tidak bisa ditindaklanjuti pada APBD DKI.

Sempat Ditolak Ahok, Tunjangan Pokir Muncul Lagi dalam APBD-P DKI
Ilustrasi rapat paripurna DPRD DKI Jakarta. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Beberapa anggota DPRD DKI mengajukan penambahan tunjangan dalam pembahasan APBD-Perubahan di Badan Anggaran (Banggar). Permintaan tersebut diajukan sebagai tunjangan Pokir atau pokok-pokok pikiran yang sebelumnya sempat ditolak di era Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.

Permintaan itu disampaikan oleh anggota DPRD fraksi Hanura Syafruddin dalam rapat Banggar yang berlangsung kemarin, Selasa (29/8/2018).

"Alokasikan saja satu anggota berapa misalnya, tapi penggunaannya harus berdasarkan permintaan warga saat kami melakukan reses," katanya kepada Tim Penyusun Anggaran Daerah (TAPD).

Menurut Syarifudin, tidak adanya tunjangan Pokir membuat aspirasi yang dijaring saat reses anggota dewan tidak bisa ditindaklanjuti pada APBD DKI. Sebab, saat dibahas, seringkali yang dimasukan hanya aspirasi di tahap musrenbang.

"Padahal ini kan kita juga punya konstituen," jelas Syarifudin saat dikonfirmasi kembali oleh Tirto.

Dalam Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan DPRD tentang tata tertib, Badan Anggaran memang memiliki tugas salah satunya untuk, "memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD."

Hal serupa juga sempat disampaikan Anggota Komisi B Fraksi Partai Nasdem, Subandi. Menurutya, uang pokir diperlukan sebab anggota dewan mengaku sempat kesulitan membantu warga saat reses.

Misalnya, kata dia, saat anggota dewan turun ke konstituennya dan mendapati ada warga yang meninggal dunia.

"Bapak Ibu harus sadar, kita semua bakal mati. Nanti yang mandiin siapa? Bukan anak istri, apalagi kalau jenazah bau. Yang rela mengurus ya pemandi jenazah. Tolong dimasukkan ke rancangan anggaran," ucap Subandi.

Menanggapi hal tersbut, Ketua TAPD Saefullah menyampaikan bakal mempertimbangkan usulan yang diajukan para anggota dewan tersebut. Sambil berkelakar, ia mengatakan, "sudah kami catat juga nanti akan dibahas apa yang disampaikan teman-teman DPRD soal konstituen di lapangan, berikut dengan persoalan Fardu kifayah, memandikan jenazah."

Baca juga artikel terkait DPRD DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yantina Debora