tirto.id - Pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah mengajukan gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bekas Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditunjuk sebagai ketua tim hukum untuk bersengketa di MK.
Namun, sengketa PHPU 2019 yang diajukan Prabowo-Sandiaga ini diprediksi lebih berat dibanding sengketa hasil pilpres sebelumnya. Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan Prabowo-Sandiaga mesti membuktikan adanya kecurangan yang membuat paslon Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul hampir 17 juta suara.
"Kurang lebih 100.000 hingga 200.000 form C1 TPS untuk mendalilkan telah terjadi kecurangan. Jumlah semasif itu memang agak berat untuk dibuktikan," Kata Feri kepada reporter Tirto, Sabtu (25/5/2019).
Feri menuturkan kandidat yang merasa dicurangi biasanya kesulitan mencari bukti jika selisih perolehan suara antar kandidat terpaut jauh. Kalaupun terbukti ada kecurangan, suara yang didapat dari pembuktian tersebut sulit menutup perolehan suara yang diperoleh kubu lawan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi-Ma'ruf memperoleh suara sebesar 85.607.362 atau sekitar 55,50 persen. Sementara perolehan suara Prabowo-Sandiaga mencapai 68.650.239 suara.
Jokowi-Ma’ruf mengungguli Prabowo-Sandiaga dengan selisih suara sebanyak 16.957.123. Adapun jumlah suara sah yang dibacakan KPU mencapai 154.257.601.
Feri pesimistis Prabowo-Sandiaga bisa membuktikan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2019 dalam sengketa di MK. Pasalnya, hal yang sama pernah dilaporkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Namun, Bawaslu sudah memutuskan untuk tidak menindaklanjuti laporan BPN lantaran alat bukti yang dibawa tidak cukup mendukung dugaan pelanggaran pemilu yang TSM. Adapun salah satu bukti yang dicantumkan BPN adalah print out berita online.
"Tunggu saja mereka pakai alat bukti apa, kalau 51 alat bukti bagi saya memang tidak akan cukup," ujar Feri.
Dalam kesempatan berbeda, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengajak publik untuk ikut memantau sengketa PHPU di MK. Kaka mengatakan pemantauan ini penting untuk memastikan penyelenggaraan pemilu berjalan jujur dan adil.
"Soal kuat atau lemahnya bukti yang disampaikan Prabowo, kita lihat dalam persidangan," ujar Kaka.
BPN Optimistis Menang
Selisih suara yang mendekati 17 juta dinilai bukan hambatan oleh BPN Prabowo-Sandiaga untuk membuktikan dugaan kecurangan pemilu. Juru bicara BPN Andre Rosiade optimistis pihaknya bisa memenangi sengketa PHPU di MK.
"Ini bukan soal menang atau kalah, tapi bisa memastikan pemilu ini harus jurdil [jujur dan adil]," Kata Andre kepada reporter Tirto, Sabtu (25/5/2019).
Andre mengatakan BPN Prabowo-Sandiaga mengajukan sengketa PHPU karena ingin melawan kecurangan pemilu yang diduga dilakukan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Yang kami lawan korupsi politik, maka yang kami pilih Bambang Widjojanto sebagai pejuang antikorupsi. Korupsi politik adalah bapak moyang kecurangan," ujar Andre.
Ketua Tim Advokasi Jokowi-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menyambut baik upaya BPN dengan mengajukan sengkete PHPU di MK. Yusril memastikan TKN melakukan upaya konstitusional untuk menjaga kemenangan Jokowi-Ma'ruf.
"Kami akan bersikap fair, jujur, adil dan kesatria dalam persidangan ini. Tidak akan ada lobi-lobi dari pihak kami kepada para hakim MK, apalagi suap-menyuap dalam perkara ini," Kata Yusril lewat keterangan tertulis, Sabtu (26/5/2019).
Yusril juga mempersilakan publik untuk melakukan pemantauan selama persidangan di MK. Namun, ia mengimbau pendukung Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandiaga agar tidak melakukan demonstrasi yang berujung kerusuhan.
"Pihak yang menang dalam perkara harus diberi kesempatan untuk memimpin bangsa dan negara kita lima tahun ke depan," ujarnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Gilang Ramadhan