tirto.id - Masalah lembaga pemasyarakatan di Indonesia tidak ada habis-habisnya. Temuan Ombudsman Republik Indonesia baru-baru ini mempertegas hal tersebut.
Sekitar akhir Juli 2018, Najwa Shihab dan tim Mata Najwa menemukan "sel palsu" yang dipakai Setya Novanto, terpidana kasus korupsi KTP-elektronik, ketika inspeksi mendadak bersama Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Kini, Ombudsman menemukan kalau Novanto memang menghuni sel mewah.
Hasil sidak yang dipimpin anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, pada Kamis (13/9/2018) pekan lalu menemukan sel Novanto luasnya hingga dua kali lipat ketimbang sel narapidana lain. Toiletnya menggunakan kakus duduk, bukan jongkok. Novanto juga bebas keluar masuk karena tidak ada gembok di tempatnya ditahan.
Temuan ini tidak bisa tidak membuat posisi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly kembali disorot. Secara struktural, Kemenkumham membawahi enam direktorat jenderal dan tiga badan. Salah satu di antaranya adalah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Di sinilah semua urusan mengenai lapas/sel/tahanan diatur.
Yasonna, setelah operasi tangkap tangan terhadap mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husen akhir Juli lalu, sempat mengatakan kalau dia bakal mereformasi pengelolaan lapas. "Ini momen kami untuk bersih-bersih," kata Yasonna ketika itu.
Namun pernyataan yang disampaikan politikus PDIP hampir dua bulan lalu itu belum terlihat realisasinya. Ninik Rahayu meminta publik menilai sendiri apakah Menkumham sudah berbenah apa belum. Inspeksi mendadak yang ia lakukan pekan lalu memang untuk melihat sejauh mana komitmen itu sudah ditepati.
Perlu Dievaluasi
Banyak yang menganggap kalau apa yang terjadi di lapas adalah bukti ketidakbecusan Yasonna sebagai menteri. Wasekjen PAN sekaligus anggota DPR Komisi IX, Saleh Partaonan Daulay, adalah satu dari sekian orang yang berpendapat demikian.
Saleh mendesak Presiden Jokowi segera bersikap tegas kepada Yasonna dan Dirjen PAS Sri Puguh Utami. Evaluasi perlu dilakukan karena perkara jual beli fasilitas mewah di lapas bukan hal baru. Ini cerita lama yang terus-menerus berulang.
"Salah satu urusan penting di Kemenkumham itu adalah persoalan pemasyarakatan (lapas). Kalau tidak bisa diurus dengan benar, menteri dan dirjen perlu dievaluasi. Kalau memang tidak mampu lagi, ya bisa saja direkomendasikan untuk diberhentikan," kata Saleh, melalui keterangan tertulis, Senin (17/9/2018).
Pergantian menteri seperti Yasonna merupakan kewenangan Presiden Jokowi. Meski demikian, ia berharap Joko Widodo mendengar aspirasi ini.
Pendapat yang sama sempat disampaikan aktivis antikorupsi dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho. Menurutnya, tidak ada cara lain untuk membenahi lapas kecuali merombak total pejabat Kemenkumham.
"Makanya saran kami copot Yasonna Laoly. Pak Jokowi mestinya lebih tegas," kata Emerson kepada reporter Tirto, Juli lalu.
Kritik serupa disampaikan Ketua Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari. Menurut dia, sel mewah Novanto menunjukkan kalau pembenahan lapas tidak berjalan. Yasonna, sebagai orang yang paling punya otoritas, tidak bisa cuma berjanji berbenah tapi minim realisasi.
Namun, Feri menggarisbawahi penggantian Yasonna bukan pokok persoalan, meski itu tetap patut dipertimbangkan.
"Yang substansial itu [memberantas] mafia yang bermain karena di era [sebelum] Pak Yasonna permasalahan ini tetap ada," kata Feri kepada reporter Tirto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino