tirto.id - Pemilu 2024 dinilai sejumlah pihak tidak berjalan baik-baik saja. Sebab, praktik dugaan kecurangan dilakukan oleh pihak penguasa. Sejarawan JJ Rizal memandang pemilu di era reformasi seperti pisau tajam yang menikam lambung demokrasi.
Keresahan itu diungkap Rizal dalam diskusi 'Menjaga Demokrasi' di Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (9/3/2024).
"Kita mendapatkan di pemilu era reformasi yang kita bayangkan yang memulihkan demokrasi, tapi justru dia itu menjadi pisau sangat tajam yang menikam lambung demokrasi itu, sehingga brojol semua ususnya itu," kata Rizal.
Rizal mengatakan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Sebab, terus dibajak dan dikhianati oleh penguasa. Menurutnya, negara yang menganut sistem demokrasi justru tak ada demokrasinya sama sekali.
"Sebagai praktik yang sebenarnya tidak ada demokrasinya. Itu persoalan besarnya yang kita lihat kalau kita menengok pemilu sejak 1995," ucap Rizal.
Rizal mengatakan persoalan besar bangsa saat ini ialah pada pendidikan. Dia menyebut setiap jenjang pendidikan tidak ada pembelajaran kemasyarakatan.
"Civil itu enggak ada, cek di semua pendidikan kita, sehingga orang enggak paham apa itu publik," tutur Rizal.
Padahal, kata dia, pembelajaran kewarganegaraan itu seharusnya mengajarkan keadilan sosial menjadi tanggung jawab bersama.
"Yang namanya society itu harus kita rawat bersama, itu enggak ada. Kita enggak pernah dapat deskripsi apa itu publik dengan etikanya, filsafatnya, itu enggak ada," ucap Rizal.
Rizal mengatakan setelah amandemen UUD hanya mengenalkan akhlak daripada akal. Pasalnya, jelas dia, kritik diperbolehkan asal tidak membuat kuping presiden menjadi panas. Padahal, Indonesia merupakan negara republik, tetapi praktiknya berjalan seperti di dalam dunia keraton.
"Misalnya kritik boleh, tapi jangan bikin marah kuping presiden. Atau aparat birokrasinya. Ini menurut saya masalah besarnya," tutur Rizal.
Sementara itu, Ketua Tim Pemenangan Muda (TPM) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Dharmaji Suradika turut mengungkap keresahannya ihwal Pemilu 2024 yang diduga curang. Semula, Dharmaji merasa Pemilu 2024 milik anak muda. Sebab, 60 persen pemilih dari kalangan anak muda.
"Tapi ternyata ketika kita mengalami, makin lama kita bilangnya makin enggak asyik, pemilunya. Menurut saya pribadi direnggut dari keasyikan kami anak muda yang harusnya menikmati pemilu ini," kata pria yang karib disapa Aji itu.
Menurut Aji, kecurangan pemilu kali ini membuatnya resah. Sebab, kecurangan jauh lebih parah dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Namun, belakangan Aji belajar move on setelah berdiskusi dengan sejumlah mentornya.
Bagi Aji, pemilu hanya satu batu bata dalam sebuah bangunan besar bernama demokrasi.
"Demokrasi, kan, sebuah bangunan besar, pemilu itu hanya satu bata. Sebenarnya membangun demokrasi tidak hanya lewat pemilu, itu yang buat saya akhirnya move on," cerita Aji.
Co-captain Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Sudirman Said, yang turut menjadi salah satu narasumber dalam diskusi itu mengaku belajar dari pemilu kali ini untuk menjaga demokrasi ke depan.
"Pemilu 2024 ini menghasilkan aset demokrasi yang bisa kita jaga terus nih, anak-anak muda yang tadi dijelaskan oleh Mas Aji, banyak kreativitasnya gitu, kelompok masyarakat sipil juga bergelora menjadi relawan yang sifatnya organik. Tidak ada yang mendandani, mereka itu aset yang dimiliki," kata Sudirman Said.
Menurut Sudirman, hanya dua paslon peserta Pilpres 2024, yakni Ganjar-Mahfud dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang benar-benar serius menawarkan visi misinya.
"Minimal 2 paslon yang saya perhatikan, yang satu soalnya tidak terlihat sungguh-sungguh. Untuk pertama kali, keduanya itu merumuskan dengan teknokrasi yang sangat tinggi tawaran-tawaran visi misinya gitu, dan itu diakui oleh para pengamat [paslon nomor urut] 1 dan 3," ucap Sudirman.
Sudirman memandang paslon nomor urut 1 dan 3 berhasil adu gagasan dalam Pilpres 2024 kali ini, sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah politik identitas.
"Jadi, yang menyebar di masyarakat adalah adu gagasan, tadi disebutkan ada 'desak Anies', ada 'tabrak Prof Mahfud'," tutur Sudirman Said.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri