Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Politik Etis: Tujuan, Tokoh, Isi, & Dampak Balas Budi

Politik etis, kebijakan balas budi pemerintah kolonial Belanda yang hanya menguntungkan di awal. Berikut tujuan, tokoh, isi, dan dampak Politik Etis.

Sejarah Politik Etis: Tujuan, Tokoh, Isi, & Dampak Balas Budi
undefined

tirto.id - Politik etis merupakan kebijakan balas budi pemerintah kolonial Belanda kepada masyarakat Indonesia atas dilakukannya kebijakan tanam paksa. Sebagai bentuk tanggung jawab moral, politik etis mulanya terlihat menguntungkan bagi rakyat Indonesia.

Akan tetapi dalam praktiknya, banyak penyimpangan dilakukan pemerintah kolonial Belanda dalam penerapan politik etis. Alhasil, kaum pribumi termarginalkan dan kembali berada dalam posisi yang tidak sejahtera.

Lantas, apa yang dimaksud politik etis? Bagaimana tujuan politik etis? Apakah ada dampak positif penerapan politik balas budi bagi rakyat Indonesia? Berikut ini akan dibahas mulai pengertian hingga dampak politik etis.

Apa itu Politik Etis?

Politik Etis adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Hindia Belanda sejak 17 September 1901. Politik Etis disebut pula sebagai Politik Balas Budi.

Politik Etis mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Politik Etis bermula dari kebijakan tanam paksa.

Sejarah Politik Etis

Tahun 1830, Johannes van den Bosch yang merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, menetapkan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel. Ketika aturan ini berlaku, masyarakat Indonesia dipaksa menanam komoditas ekspor demi kepentingan Belanda.

Akan tetapi, banyak penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan cultuurstelsel ini. Dampak yang ditimbulkan amat sangat menyengsarakan rakyat.

Mulai muncul kritikan dan kecaman atas pelaksanaan tanam paksa, bahkan dari kalangan orang Belanda sendiri. Akibatnya, dikutip dari artikel bertajuk “Politik Etis Sebagai Awal Lahirnya Tokoh-tokoh Pergerakan Nasional” dalam website Kemendikbud, sistem tanam paksa akhirnya dihentikan pada 1863.

Tujuan Politik Etis

Meski telah dihentikan, tanam paksa terlanjur menimbulkan kerugian besar bagi rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, beberapa aktivis dari Belanda seperti Pieter Brooshooft dan C. Th. van Deventer memprakarsai digagasnya Politik Etis sebagai bentuk balas budi kepada rakyat Indonesia.

Van Deventer pertama kali mengungkapkan perihal Politik Etis melalui majalah De Gids pada 1899. Ternyata, desakan terkait ini diiterima oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak 17 September 1901, Politik Etis pun resmi diberlakukan.

Tujuan dari pelaksanaan politik etis adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, desentralisasi politik, dan efisiensi. Tujuan politik etis kemudian diimplentasikan melalui program-program.

Tokoh Politik Etis

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa tokoh yang berperan dalam memprakarsai digagasnya Politik Etis. Salah satu tokoh yang populer bagi masyarakat Indonesia adalah Ernest François Eugène Douwes Dekker, Danudirja Setiabudi, atau Multatuli.

Douwes Dekker merupakan pahlawan nasional Indonesia yang dilahirkan di Pasuruan pada 8 Oktober 1879 silam. Meskipun ada darah keturunan Belanda, Douwes Dekker dikenal sebagai seorang penulis, wartawan, dan aktivis politik yang kritis terhadap pemerintahan Hindia.

Contoh tokoh lain yang turut menggagas politik etis adalah Conrad Theodore van Deventer dan Pieter Brooshooft.

Infografik SC Politik Etis Hindia Belanda

Infografik SC Politik Etis Hindia Belanda. tirto.id/Sabit

Isi Politik Etis

Politik Etis berfokus kepada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat, dan efisiensi. Terkait isinya, terdapat tiga program utama, yakni irigasi, edukasi, dan emigrasi.

1. Irigasi

Dalam program ini, pemerintah Hindia Belanda melakukan pembangunan fasilitas untuk menunjang kesejahteraan rakyat. Sarana dan prasarana untuk menyokong aktivitas pertanian serta perkebunan diberikan, meliputi pembuatan waduk, perbaikan sanitasi, jalur transportasi pengangkut hasil tani, dan lainnya.

2. Edukasi

Melalui program edukasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan upaya mengurangi angka buta huruf masyarakat dilakukan. Selain itu, mulai dilaksanakan pengadaan sekolah-sekolah untuk rakyat.

Akan tetapi, berdasarkan penjelasan Suhartono dalam Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945 (2001:7), hanya laki-laki saja yang boleh mengenyam pendidikan kolonial kala itu, sedangkan perempuan belajar di rumah.

3. Emigrasi

Program emigrasi diterapkan dalam rangka meratakan kepadatan penduduk di Hindia Belanda atau Indonesia. Pada 1900 saja, Jawa dan Madura telah dihuni oleh 14 juta jiwa.

Melalui kebijakan yang aktif mulai 1901 ini, didirikan pemukiman-pemukiman baru di Sumatera yang disediakan untuk tempat perpindahan rakyat dari wilayah padat penduduk.

Dampak Politik Etis

Awalnya, kebijakan Politik Etis memang terlihat menguntungkan rakyat Indonesia. Namun, dalam perjalanannya terjadi penyimpangan Politik Balas Budi yang dilakukan oleh orang-orang Belanda. Oleh sebab itu, ada dampak positif dan negatif dari penerapan politik etis.

Dampak Positif Politik Etis

Meskipun terjadi penyelewengan yang menimbulkan dampak negatif, Politik Etis setidaknya juga menghadirkan beberapa dampak positif bagi bangsa Indonesia.

Diterapkannya Politik Etis memicu lahirnya berbagai organisasi pergerakan dan perhimpunan yang bersifat daerah maupun nasional di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain.

Program edukasi yang diberikan dalam Politik Etis melahirkan kaum terpelajar dari kalangan pribumi. Mereka inilah yang kemudian mengawali era pergerakan nasional dengan mendirikan berbagai organisasi yang berjuang melalui pemikiran, pengetahuan, hingga politik.

Nantinya, berbagai organisasi pergerakan ini berganti wujud menjadi partai politik yang memperjuangkan kesetaraan atau merintis upaya kemerdekaan bagi Indonesia.

Politik Etis berakhir ketika Belanda menyerah dari Jepang tahun 1942 dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua.

Tahun 1945, giliran Jepang yang kalah di Perang Dunia Kedua sehingga membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Dampak Negatif Politik Etis

Dalam program irigasi, upaya pengairan yang ditujukan untuk aktivitas pertanian tidak berjalan mulus. Air yang disalurkan ternyata hanya untuk orang-orang Belanda, sedangkan kaum pribumi seakan dipersulit sehingga menghambat kegiatan pertaniannya.

Berikutnya, dalam program edukasi, pemerintah kolonial Hindia Belanda ternyata punya niatan buruk. Mereka ingin memperoleh tenaga kerja dengan kualitas SDM tinggi namun dengan upah rendah.

Program edukasi yang awalnya ditujukan untuk semua golongan, pada kenyataannya didominasi oleh orang-orang kaya atau dari kalangan bangsawan saja sehingga terjadi diskriminasi dalam hal pendidikan.

Baca juga artikel terkait PEOPLE SOCIETY atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Edusains
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Ibnu Azis & Syamsul Dwi Maarif