Menuju konten utama

Sejarah Peran Guru di Masa Kemerdekaan dan Melawan Penjajahan

Berikut ini sejarah peran guru di masa kemerdekaan dan melawan penjajahan. Simak selengkapnya dalam pembahasan singkat di bawah ini.

Sejarah Peran Guru di Masa Kemerdekaan dan Melawan Penjajahan
Ilustrasi guru mengajar. ANTARA FOTO/Hasrul Said/nz

tirto.id - Guru-guru Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah perjuangan yang panjang, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan. Peran guru sebelum kemerdekaan bisa dikatakan berkaitan erat dengan dibentuknya organisasi Persatoean Goeroe Hindia Belanda (PGHB) pada 1912.

Atashendartini Habsjah dkk., dalam buku Perjalanan Panjang Anak Bumi (2007) menjelaskan bahwa PGHB merupakan perserikatan guru pribumi pertama. Adapun salah satu pendiri PGHB yakni anggota Boedi Oetomo (BO).

PGHB merupakan respons terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh guru bumiputra di bawah penjajahan Belanda. PGHB yang pada mulanya dibentuk sebagai wadah kepedulian terhadap kesejahteraan guru akhirnya berkembang menjadi organisasi asuransi yang membantu para guru bumiputra.

PGHB kemudian berkembang menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1932. Aktivitas para guru di PGI yang mencerminkan semangat kebangsaan tampak membuat pemerintah Belanda tidak senang.

Adapun peran guru masa pergerakan nasional setidaknya dimulai saat pemerintah kolonial akan menerapkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932.

Tercatat ordonansi tersebut dikeluarkan pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal de Jonge. Berkat penolakan yang kuat dari para guru pada masa itu, kebijakan tersebut pun tak jadi diterapkan.

Selain itu, sejarah perjuangan guru tidak hanya terbatas pada ranah organisasi, namun juga mencakup peran mereka dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Beberapa guru turut serta dalam Agresi Militer Belanda, meleburkan diri dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk mengusir Belanda dari wilayah Indonesia. Para guru perempuan pun turut berkontribusi di bidang lain, seperti bergabung dengan Palang Merah Indonesia (PMI) atau bekerja di dapur umum.

Lantas bagaimana peran guru setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945?

Peran Guru di Masa Kemerdekaan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, para guru memegang peran yang sangat penting. Proklamasi tersebut membuka peluang bagi guru untuk berkontribusi secara maksimal dalam pembentukan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia semakin meningkatkan semangat patriotisme dari dalam diri para guru. Hingga akhirnya para guru terdorong untuk menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta.

Dalam kongres tersebut, para guru bersepakat untuk menghapus segala perbedaan latar belakang yang dapat memecah belah persatuan. Hal tersebut berkaitan seperti latar belakang pendidikan, lingkungan kerja, daerah asal, orientasi politik, agama, dan suku.

Dikutip dari artikel "Studi tentang Peran Organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (RI) Pasca Kemerdekaan" oleh Amirul Islamudin dijelaskan bahwa para guru bersatu dalam semangat Indonesia. Dalam hal tersebut para guru bersikap untuk mengabdi demi kemajuan bangsa dan negara yang lebih baik dan sejahtera.

Dari kongres yang digelar di Surakarta tersebut, lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tanggal 25 November 1945.

Melalui Keputusan presiden, tanggal 25 November 1945 pun ditetapkan menjadi Hari Ulang Tahun PGRI. Penetapan tanggal tersebut berkaitan dengan ditetapkannya Hari Guru Nasional pada tahun 1994.

PGRI sebagai organisasi perjuangan, profesi, dan ketenagakerjaan, muncul dalam suasana revolusi. Kala itu bangsa Indonesia masih berhadapan dengan tantangan untuk mempertahankan kemerdekaan dari sekutu.

Melalui siaran RRI Surakarta, para guru menyatukan tekad untuk mengisi kemerdekaan dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan dan menyempurnakan kebudayaan Indonesia.

Para guru juga bertekad untuk meningkatkan tingkat pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip kerakyatan, dan memperjuangkan hak dan nasib buruh secara umum, khususnya guru.

Permasalahan dalam sektor pendidikan pada masa kemerdekaan terkait dengan rendahnya standar kualitas dan profesionalisme guru serta kurangnya kemandirian guru dalam menjalankan tugas profesinya. Hal tersebut berdampak negatif pada kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Untuk meningkatkan tingkat profesionalisme guru, diperlukan usaha-usaha seperti peningkatan kualifikasi, kompetensi, pemahaman dalam bidang keilmuan, dan peningkatan kesejahteraan guru. Tercatat Orde Baru membawa perubahan lebih baik dalam hal kesejahteraan, tetapi PGRI menjadi alat politik di bawah tangan partai Golkar.

Akan tetapi, secara perlahan tuntutan terhadap kesejahteraan guru mulai direspon oleh pemerintah. Hal itu terlihat dari kebijakan seperti pencanangan guru sebagai profesi pada tanggal 2 Desember 2004 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Upaya peningkatan kesejahteraan ini juga terlihat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Baca juga artikel terkait HARI GURU atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dhita Koesno