tirto.id - Masjid Indrapuri atau Masjid Tuha Indrapuri merupakan tempat ibadah yang terletak di Desa Keude, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Faktanya, bangunan tersebut berawal dari sebuah candi Hindu-Buddha yang akhirnya dijadikan Masjid pada 1618 Masehi.
Mengutip catatan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Besar, Masjid Indrapuri yang memiliki luas 33.875 meter ini dikelilingi tembok reruntuhan atau bekas fondasi candi. Hal ini merupakan keunikan Masjid Indrapuri.
Menambah pendapat tersebut, situs Dunia Masjid menginformasikan, Masjid Indrapuri berdiri sebagai evolusi kebudayaan dan revolusi ideologis. Alasan penyebutan tersebut dikarenakan perubahan candi yang merupakan tempat ibadah umat Hindu-Buddha menjadi rumah ibadah umayt Islam. Nyatanya, perubahan itu berjalan dengan tidak melibatkan kekerasan.
Pada 1986, Masjid Tuha Indrapuri akhirnya diusulkan sebagai bagian dari bangunan cagar budaya. Lantas, bagaimana sejarah berdirinya Masjid Indrapuri?
Sejarah Masjid Tuha Indrapuri
Berdasarkan catatan Abdul Baqir Zein dalam Masjid-masjid Bersejarah di Nusantara (1999:22), pada abad ke-12 M, terdapat sebuah kerajaan yang bernama Lamuri. Di lokasi pusat kerajaan ini, 25 km di arah timur Banda Aceh, terdapat beberapa candi, yakni Indrapatra, Indrapurwa, dan Indrapuri.
Reruntuhan Candi Indrapuri masih tersisa, berupa tembok yang kini mengelilingi bangunan Masjid Indrapuri. Candi tersebut diidentifikasi memiliki arsitektur khas Hindu.
Sebelum candi itu menjadi masjid, Kerajaan Lamuri disinggahi Tengku Abdullah Lampeuneuen (penyebar agama Islam asal Perlak) yang disertai Meurah Johan (putra mahkota Kerajaan Lingga). Kala itu, niat mereka berdua adalah mengajak Raja Lamuri dan penduduknya memeluk Islam.
Di tengah usaha mereka menyebarkan agama Islam, Kerajaan Lamuri mendapat serangan dari Bajak Laut asal Cina. Lamuri pun akhirnya tersudutkan oleh musuh yang ingin menjadikannya sebagai wilayah taklukan. Hal ini disebabkan oleh ilmu bela diri pasukan bajak laut yang diklaim tinggi.
Tengku Abdullah Lampeuneuen dan Meurah Johan kemudian menawarkan bantuan pada Kerajaan Lamori yang sedang terdesak. Akhirnya, mereka berhasil menumpas pasukan bajuk laut. Bahkan, hal itu menyebabkan Raja Lamuri ikut menganut agama Islam disertai para rakyatnya.
Candi-candi Hindu yang sudah tidak digunakan untuk beribadah akhirnya rusak karena faktor alam. Akan tetapi, Candi Indrapuri masih sedikit menyisakan reruntuhan bangunannya. Di atas reruntuhan itu, Masjid Indrapuri dibangun pada 1618 Masehi.
Sejarah Kerajaan Lamuri
Mengenai kerajaan Lamuri, berdasarkan catatan dari sumber asing dan prasasti, berdiri di masa antara abad 9 sampai 13 masehi. Lamuri disebut juga sebagai Ilamuridesam.
Mengutip studi bertajuk "Ramni-Ilamuridesam: Kerajaan Aceh Pra-Samdura Pasai" dalam Jurnal Berkala Arkeologi Sangkhakala (Vol. 20, No. 2, 2017), bukti arkeologis soal keberadaan kerajaan Ilamuridesam (Aceh) adalah prasasti Tanjore (1030 Masehi).
Prasasti Tanjore dikeluarkan Raja Kerajaan Cola Mandala, Tamil, India, yakni Rajendracola I. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Ilamuridesam salah satu daerah taklukan Sriwijaya yang berhasil dikuasai pasukan Rajendracola pada tahun 1024 Masehi, saat melancarkan serbuan ke Sumatera.
Dalam prasasti Tanjore, terpahat keterangan bahwa Ilamuridesam merupakan kerajaan yang memiliki kekuatan dahsyat. Informasi dari prasasti itu menunjukkan bahwa Kerajaan Ilamuridesam kala itu memiliki kemampuan politik maupun militer yang diperhitungkan.
Mengutip hasil studi yang sama, penyebutan Ilamuridesam juga ditemui dalam catatan orang Arab dari Dinasti Abbasiyah yang sangat aktif mendatangi Selat Malaka, termasuk singgah ke kerajaan Ramin (Ramni), pada abad 9 Masehi. Adapun kerajaan Ramin terindikasi diubah namanya menjadi Ilamuridesam setelah ditundukkan oleh pasukan Raja Rajendracola I.
Informasi mengenai Lamuri di abad-abad berikutnya terdapat di catatan geograper Cina bernama Chau-Yu-Kwadalam yang menulis buku berjudul Chen Fan Che pada tahun 1225 M.
Lamuri juga termaktub dalam catatan Geograper Cina, Chau-Ju-Kua pada 1278 M. Dua penulis dari Cina itu menyebut Lamuri dengan nama Lan-Wu-Li, dan menerangkan bahwa penduduknya belum beragama Islam.
Catatan petualang dari Eropa (Venesia), yakni Marcopolo juga menyebutkan bahwa hingga 1292 Masehi, kebanyakan penduduk Lamuri belum beragama Islam.
Sejumlah catatan dari abad 13 juga menunjukan bahwa Lamuridesam adalah nama internasional kerajaan. Adapun sebutan Lan-Wu-Li berasal dari Cina, dan Lamuri dari Portugis. Selain itu, hingga abad 13, penduduk Lamuri masih beragama Hindu.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Addi M Idhom