Menuju konten utama
Sejarah Masjid di Indonesia

Masjid Raya Syekh Burhanuddin di Sumbar, Sejarah, & Arsitekturnya

Masjid Raya Syekh Burhanuddin punya sejarah panjang sebagai salah satu pusat pengajaran Islam di Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Masjid Raya Syekh Burhanuddin di Sumbar, Sejarah, & Arsitekturnya
Ilustrasi Sejarah Masjid Raya Syekh Burhanuddin di Padang Pariaman, Sumatera Barat. wikimedia commmons/fair use

tirto.id - Masjid Raya Syekh Burhanuddin terletak di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Masjid ini punya sejarah panjang lantaran sudah berdiri sejak tahun 1670 Masehi.

Dalam sejarahnya, Masjid Raya Syekh Burhanuddin merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam di Sumatera Barat. Di tempat ini juga, Syekh Burhanuddin mendidik para santri yang nantinya menyebarkan dakwah ke seluruh penjuru tanah Minangkabau.

H.M. Bibit Suprapto dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara (2009) menyebutkan, Syekh Burhanuddin adalah sosok ulama berpengaruh dari Kerajaan Pagaruyung. Ia juga dikenal sebagai tokoh Islam yang gencar menentang penjajahan Belanda atau VOC.

Semasa muda, Burhanuddin pernah merantau dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili di Kesultanan Aceh Darussalam. Samsul Munir Amin dalam buku Karomah Para Kiai (2008) menuliskan, Burhanuddin kemudian pulang ke Ulakan, mendirikan surau dan pondok pesantren, sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah.

Surau inilah yang kemudian menjadi masjid -disebut Masjid Jami'- dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam di Padang Pariaman, juga sebagai pusat pendidikan Tarekat Sathariyah yang dikembangkan oleh Syekh Burhanuddin.

Perkembangan Masjid Raya Burhanuddin

Syekh Burhanuddin wafat pada 20 Juni 1704 dalam umur 58 tahun. Sepeninggal sang ulama besar, para santri dan masyarakat sekitar mengganti nama Masjid Jami' menjadi Masjid Raya Syekh Burhanuddin.

Dikutip dari buku Masjid Bersejarah di Indonesia oleh Abdul Baqir Zen (1999), tanah tempat dibangunnya Masjid Raya Syekh Burhanuddin dulunya merupakan tanah wakaf pemberian seorang bangsawan bernama Tuangku Kampung Ibrahim.

Pertamakali masjid ini dibangun adalah berupa bangunan berukuran 15 x 15 meter persegi di atas tanah seluas 55 x 70 meter persegi. Bahan utama pembangunan tempat ibadah ini dengan menggunakan kayu.

Perkembangannya, masjid ini mengalami beberapa kali pemugaran, di antaranya pada 1971. Pemugaran kembali dilakukan pada 2009 setelah bangunan masjid ini hancur akibat bencana gempa bumi di Sumatera Barat. Renovasinya baru selesai pada 2011.

Arsitektur Masjid Raya Syekh Burhanuddin

Bangunan Masjid Raya Syekh Burhanuddin berbentuk persegi dengan teras berukuran 3 × 40 meter persegi dan dibangun dengan arsitektur perpaduan Timur Tengah dan Minangkabau.

Terdapat dua menara pada sisi kanan dan kiri masjid sebagai simbol kejayaan Islam. Adapun warna biru yang terdapat di atap dan dinding masjid merupakan lambang sinergi dengan lingkungan.

Selain sebagai tempat ibadah dan pengajaran agama Islam di Padang Pariaman, Masjid Raya Syekh Burhanuddin juga difungsikan untuk lokasi evakuasi warga saat terjadi tsunami. Masjid ini kini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Baca juga artikel terkait SEJARAH MASJID NUSANTARA atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya