Menuju konten utama
Sejarah Masjid di Indonesia

Sejarah Masjid Raya Ganting Padang: Pernah Jadi Markas Gyugun-Heiho

Bagaimana sejarah pembangunan Masjid Raya Ganting yang berada di Kota Padang, Sumatera Barat.

Sejarah Masjid Raya Ganting Padang: Pernah Jadi Markas Gyugun-Heiho
Sejumlah jamaah melaksanakan shalat Idul Fitri di pelataran Masjid Raya Ganting, Padang, Sumatera Barat, Kamis (13/5/2021). Pelaksanaan shalat Id di masjid cagar budaya itu digelar dengan menerapkan protokol kesehatan ketat sesuai dengan Surat Edaran Wali Kota Padang terkait penyelenggaraan shalat Idul Fitri di masa pandemi. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/hp.

tirto.id - Masjid Raya Ganting merupakan tempat ibadah bersejarah yang telah berdiri sejak abad ke-19. Letaknya terdapat di Jalan Raya Ganting No. 10, Kelurahan Ganting, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan catatan laman resmi Sistem Informasi Masjid Kementerian Agama, bangunan ini memiliki luas tanah 10 meter persegi dan dapat menampung hingga 2.000 jamaah. Selain itu, terdapat catatan bahwa masjid ini memiliki umur yang paling tua di Padang, Sumatera Barat.

Di masa sekarang, bangunan ini digunakan bukan hanya untuk ibadah semata, namun juga sebagai tempat pengajaran agama serta lapak untuk melakukan pesantren kilat. Bahkan, saat ini sudah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di Indonesia.

Kemudian, bagaimana sejarah pembangunan Masjid Raya Ganting tersebut?

Pembangunan dan Sejarah Masjid Raya Ganting

Sejarah awal pembangunan masjid ini masih belum dapat dipastikan, akan tetapi situs Dunia Masjid menjabarkan bahwa pertama kali pembangunannya dimulai pada 1700 M. Letak pertamanya ada di kaki Gunung Padang, lalu digeser ke daerah tepi Sungai Arau.

Setelah dipindahkan, masjid digeser lagi ke tempat yang sekarang menjadi lokasi Masjid Raya Ganting. Tokoh-tokoh yang menyertai pembangunan ini di antaranya Angku Gapuk (saudagar Pasar Gadang Padang), Angku Syekh Haji Umar (Kepala Kampung Ginting), dan Angku Syekh Kepala Koto (Ulama).

Terkait biaya pembangunan, dikumpulkan dari sumbangan kaum muslimin seperti saudagar Gadang Padang dan perantau Kampung Ganting yang tengah di kota sekitar. Pembangunannya ini dipimpin langsung oleh kapten Korps Zeni dan dilakukan dengan asas gotong royong.

Menurut catatan Abdul Baqir Zein dalam buku Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia (1999:71), pada akhirnya bangunan ini dianggap sebagai sebuah kebanggaan oleh masyarakat sekitar. Memasuki tahun 1932, masjid ini pernah dijadikan tempat Jambore Gerakan Kepanduan (Pramuka) Muhammadiyah seluruh Indonesia. Kala itu, gerakan ini memiliki nama Hizbul Wathan.

Di masa pendudukan Jepang, tepatnya 1942, Masjid Raya Ganting pernah disinggahi oleh Sukarno dan Mohammad Hatta yang baru kembali dari masa pengasingan di Bengkulu. Bukan hanya itu, di masa pendudukan Jepang tempat ibadah ini juga dijadikan markas Gyugun (Perwira Militer kalangan ulama) dan Heiho (pasukan pembela tanah air dari kalangan santri) daerah Sumatera Barat dan Tengah.

Setelah masa itu, kedatangan Tentara Sekutu di Sumatera membuat Masjid Raya Ganting tersohor kembali. Hal ini terjadi karena tempat ibadah tersebut sempat dijadikan tempat mengatur strategi penyerangan oleh Tentara Muslim India dan para laskar rakyat yang berusaha melawan Sekutu.

Baca juga artikel terkait MASJID RAYA GANTING atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani