tirto.id - Tren klakson bus telolet yang viral, kembali memakan korban. Seorang anak berusia 5 tahun meninggal dunia akibat terserempet dan terlindas bus usai mengejar suara klakson telolet di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Minggu (17/03/2024).
Menurut AKP Sigit Darmawan, Kasi Humas Polres Cilegon, anak itu mengejar bus dari samping kiri dan berusaha mengetuk-ngetuk pintu saat bus berbelok.
"Jadi pas mobil belum (belok) dikira si sopir tidak ikut, nah taunya ikut. Nah kan kehantem sama body depan dulu, baru kehantam ban kiri belakang," jelas Sigit saat dikonfirmasi, Senin (18/3/2024).
Sigit juga menuturkan bahwa saat ini sopir bus telah diamankan oleh polisi dan investigasi masih berlangsung. Pihak kepolisian menduga bahwa klakson telolet yang dibunyikan oleh sopir menyebabkan anak-anak mengejar bus.
Berkaitan dengan kejadian ini, Sigit lantas menghimbau agar orang lebih waspada dalam mengawasi anak-anaknya. Dia juga menekankan kepada pengemudi bus untuk tidak menggunakan klakson yang bisa mengancam keselamatan.
Kasus kecelakaan akibat tren mengejar klakson bus telolet bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Fenomena telolet juga pernah memakan korban anak-anak di Pemalang pada pertengahan 2023.
Korban yang masih berusia 4 tahun itu terserempet motor usai mengejar klakson bus telolet. Pada 2017 ada juga kasus kecelakaan anak 9 tahun di Pangandaran yang jatuh ke gorong-gorong saat mengejar klakson telolet bersama teman-temannya.
Tren berburu klakson telolet sendiri viral sejak beberapa tahun terakhir. Kegiatan berburu klakson telolet ini dilakukan dengan meminta pengendara bus membunyikan klakson bus unik yang disebut sebagai telolet.
Meskipun menyenangkan, tren berburu klakson bus telolet memiliki risiko kecelakaan jika tidak hati-hati. Kasus kecelakaan baru-baru tentu membuat banyak orang kembali menyoroti tren klakson bus telolet serta mempertimbangkan bahayanya.
Lantas, bagaimana awal mula tren ini terjadi dan asal usul dari klakson telolet tersebut?
Sejarah Klakson Bus Telolet di Indonesia
Istilah “telolet” muncul karena suara klakson bus menghasilkan bunyi yang mirip dengan telolet. Meskipun istilah telolet menjadi populer di Jawa, namun sebenarnya kata tersebut tidak berasal dari bahasa Jawa.
Diketahui, asal-usul klakson bus telolet berasal dari Timur Tengah. Pada mulanya, klakson telolet digunakan untuk mengusir unta atau hewan-hewan lain yang sering berada di jalanan.
Suara tersebut kemudian di bawa ke Indonesia oleh seorang pengusaha untuk dipasang di bus sebagai klakson. Melalui penelusuran dari sejumlah media, klakson telolet ini banyak digunakan sekitar tahun 2016.
Seiring dengan penggunaan klakson telolet lantas munculnya tren "om telolet om" pada periode tersebut. Tren ini dipopulerkan oleh anak-anak sekolah lewat media sosial.
Para pelaku tren yang rata-rata merupakan anak-anak sekolah menunjukkan ketertarikan tinggi terhadap berbagai suara klakson bus yang unik.
Fenomena ini membuat anak-anak sengaja berkumpul di pinggir jalan untuk berburu suara klakson bus telolet. Mereka akan berteriak "om telolet om" setiap kali bus lewat agar supir bus membunyikan klaksonnya.
Tidak jarang, anak-anak ini juga merekam momen ketika bus tersebut melintas dengan klakson telolet menggunakan ponsel mereka. Wahyudi Budi Nugroho dalam Sosiologi Kehidupan Sehari-hari (2021) tren berburu klakson telolet sangat diminati saat itu karena melibatkan prinsip kelangkaan.
Prinsip kelangkaan ini tak hanya dilihat dari perbedaan bunyi klakson pada setiap bus. Fakta bahwa tidak semua bus yang melintas di jalan memiliki klakson telolet pada masa itu juga termasuk kelangkaan.
Sebagian bus yang punya klakson telolet pun belum tentu mau membunyikan klaksonnya. Hal inilah yang lantas membuat permainan berburu klakson telolet ini menjadi menarik.
Tren meminta klakson bus telolet ini semakin masif di media sosial. Warganet yang menganggap bahwa tren telolet itu menarik mulai mengunggah banyak video tentang kegiatan berburu klakson telolet versi masing-masing.
Imbasnya, jargon "om telolet om" menjadi begitu populer di berbagai platform media sosial dan digunakan warganet dalam setiap kesempatan. Tahun 2016, Twitter tokoh terkenal dan selebriti dibanjiri komentar "om telolet om" dari warganet Indonesia.
Sebut saja seperti Donald Trump, DJ Snake, Martin Garix Messi, The Chainsmokers, Christian Ronaldo, dan berbagai selebriti dalam negeri. Seolah menyambut tren tersebut, musisi Martin Garix bahkan sampai menciptakan aransemen "Om Telolet Om" yang diunggah ke publik.
Penggunaan Klakson Telolet Saat ini
Penggunaan klakson telolet saat ini telah dilarang di sejumlah daerah, termasuk Tangerang, Solo, dan Bandung. Secara umum, larangan penggunaan klakson telolet di beberapa wilayah tersebut karena dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban.
Dikutip dari Antara, Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang, Achmad Suhaely, menyatakan bahwa melalui sosialisasi, armada bus di Terminal Poris Plawad telah diberi instruksi untuk tidak menggunakan klakson telolet.
"Kami telah melakukan sosialisasi kepada seluruh PO bus di Terminal Poris Plawad, Kota Tangerang, untuk melarang armadanya melakukan penggunaan klakson tersebut,” ujar Achmad Suhaely di Tangerang, Sabtu (5/8/2023).
Larangan tersebut didasarkan pada usulan Satlantas Polres Metro Tangerang Kota yang menganggap fenomena "demam telolet" dapat membahayakan keselamatan lalu lintas.
Adapun tujuan pelarangan ini adalah untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan keselamatan lalu lintas di Kota Tangerang. Mengingat banyaknya orang yang berkumpul di jalan hanya untuk menunggu suara klakson telolet.
Selain itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Solo juga melarang penggunaan klakson telolet karena dinilai mengganggu kenyamanan masyarakat. Dishub Kota Solo telah menerima banyak aduan dan laporan dari masyarakat terkait gangguan yang ditimbulkan oleh suara klakson telolet.
Dikutip dari situs Pemerintah Surakarta, aturan bunyi klakson kendaraan bermotor telah diatur dalam perundang-undangan, dengan rentang antara 83 hingga 118 desibel.
Lebih lanjut, penggunaan klakson pada bus telah diatur dalam Pasal 285 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Berdasarkan pasal tersebut sopir bus yang nekat membunyikan klakson telolet akan dikenakan denda sebesar Rp500.000.
Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ juga menekankan pentingnya setiap pengemudi kendaraan bermotor untuk berperilaku wajar dan penuh konsentrasi.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada tanggal 17 Januari 2024, petugas melakukan sosialisasi larangan penggunaan klakson telolet dengan memasang spanduk MMT di beberapa lokasi, termasuk di palang kereta Jebres, pintu masuk Benteng Vasternburg, dan Sp. 4 Apil Sangkrah.
Penggunaan klakson telolet juga dianggap dapat membahayakan keselamatan pengguna bus. Hal ini karena klakson memengaruhi kinerja rem angin pada kendaraan yang memasangnya.
Atas alasan tersebut Dishub Kota Solo juga menolak perizinan maupun meloloskan kendaraan atau bus yang menggunakan klakson telolet dalam pengujian kendaraan bermotor.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy