Menuju konten utama

Mengenal Sindrom FOMO Fear of Missing Out dan Cara Mengatasinya

Mengenal sindrom FOMO atau Fear of Missing Out dan cara mengatasinya.

Mengenal Sindrom FOMO Fear of Missing Out dan Cara Mengatasinya
Ilustrasi Fomo (Fear of Missing Out). foto/istockphoto

tirto.id - Seiring menjamurnya media sosial, penggunaannya menjadi kian tak terelakkan. Siapa yang tidak menggunakan salah satu dari banyak media sosial, seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, Facebook, atau Twitter, maka akan kelihatan ketinggalan zaman.

Perasaan ketinggalan informasi atau tidak update ini, jika dirasakan dengan intens dikenal dengan sebutan FOMO atau fear of missing out. Ditambah lagi, dengan adanya teknologi komunikasi, perasan ini kian banyak dialami orang di kehidupan sehari-hari.

Wajar saja, sejak membuka mata untuk bangun pagi, hingga beranjak kembali ke tempat tidur, setiap saat kita nyaris selalu disuguhkan dengan status media sosial yang mengabarkan orang lain atau teman-teman yang mengunggah momen-momen menyenangkan mereka.

Postingan Instagram atau TikTok yang gemerlap, seakan-akan menunjukkan bahwa kehidupan orang lain seolah tidak ada cela sama sekali.

Laman King University menuliskan bahwa FOMO ini adalah perasaan atau persepsi bahwa hidup orang lain lebih menyenangkan dibandingkan hidup kita.

Orang lain lebih nyaman dan menikmati banyak hal daripada yang kita alami. Buktinya, unggahan media sosial yang mereka tampakkan menunjukkan bahwa orang lain memiliki hidup bahagia dan menyenangkan.

Perasaan FOMO ini memantik rasa iri hati dan menurunkan citra diri (low self-esteem), yang kerap kali dipicu melalui Instagram atau Facebook. Karena itulah, kita merasa ketinggalan dan merasa tidak mampu melakukan seperti yang dinikmati orang lain

Istilah FOMO pertama kali dicetuskan oleh Dr. Dan Herman pada 1996. Namun, term FOMO baru-baru saja viral dan banyak digunakan akhir-akhir ini sejak Instagram dan Facebook menjadi media sosial populer di kalangan masyarakat.

Dilansir dari Very Well Mind, pada dasarnya media sosial menciptakan wadah untuk membanggakan diri.

Karena itu, pelbagai peristiwa menyenangkan dan yang tampak membahagiakan akan diunggah, seolah-olah menjadi kompetisi satu sama lain. Siapa yang tak bisa mengikutinya seakan ketinggalan dan merasa ada hal yang "kurang" dalam hidupnya.

Dalam artikel "Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out" yang tayang di Jurnal Computers in Human Behavior pada 2013 menunjukkan bahwa orang yang merasakan FOMO diketahui memiliki tingkat kepuasan hidup yang rendah karena terus membandingkan diri secara negatif dengan orang lain.

Cara Mengatasi FOMO Fear of Missing Out

Bagaimana mengatasi FOMO atau ketakutan ketinggalan update atau hal-hal baru menyenangkan dari orang lain? Berikut ini sejumlah tips yang dapat diterapkan:

1. Menerima diri sendiri

Dilansir dari laman adaa.org, hal pertama yang harus disadari setiap orang bahwa ia tidak mungkin untuk terus mengikuti perkembangan setiap saat. Seseorang tidak mungkin untuk terus berada dalam keadaan menyenangkan dan belum tentu mempublikasikannya di dunia maya.

Jika ia sadar dan merasa bahwa setiap orang wajar untuk memiliki kekurangan, maka perasaan untuk ketinggalan dari orang lain bukanlah suatu kesalahan. Kita juga tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain karena setiap orang berbeda-beda dalam menjalani hidupnya.

2. Membatasi penggunaan media sosial dan gawai pintar

Perasaan FOMO ini seringkali dipicu oleh update atau postingan orang lain di media sosial. Karena itu, dengan membatasi diri sejenak untuk tidak melihat Instagram, Facebook, atau status media sosial orang lain dapat mengurangi FOMO.

Namun, untuk menghindari hal ini, bukan berarti menghentikan penggunaan media sosial sama sekali. Anda dapat menjadwalkan diri kapan menggunakan media sosial seperlunya saja.

Misalnya, ketika dalam perjalanan berangkat kerja di pukul 06.30 hingga 07.30 di pagi hari atau di waktu-waktu tertentu saja, bukan secara impulsif membuka media sosial tanpa tujuan sama sekali.

3. Koneksi nyata lebih penting daripada koneksi maya

Orang yang merasa tertekan atau dalam keadaan sulit sering kali mencari dukungan atau bantuan dari orang terdekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kesepian dan terasing merupakan isyarat dari pikiran bahwa kita membutuhkan hubungan sosial yang lebih erat dengan orang lain.

Oleh karena itu, koneksi maya lewat media sosial bukanlah solusi jitu untuk mengatasi hal tersebut.

Perasaan FOMO biasanya akan luntur dengan sendirinya jika seseorang lebih mengutamakan koneksi nyata, pertemuan langsung, alih-alih saling pamer lewat media sosial ataupun merasa iri dengan kehidupan orang lain yang diposting lewat Instagram, TikTok, ataupun Facebook.

4. Hargai diri sendiri

Laman Very Well Mind juga menuliskan bahwa dengan menghargai diri sendiri dapat meningkatkan perasaan bersyukur dan mengurangi FOMO.

Jika seseorang fokus pada hal-hal baik yang ia miliki dan bersyukur atasnya, perasaan untuk iri dan merasa kekurangan akan jarang dirasakan.

Menghargai diri sendiri dapat dilakukan dengan menyadari bahwa seseorang memiliki banyak hal yang dapat ia syukuri dalam hidupnya.

Selain itu, dengan membantu orang lain yang sedang kekurangan juga menunjukkan bahwa hidupnya, dalam kadar tertentu lebih baik daripada sebagian orang yang ternyata tidak lebih beruntung daripada dirinya.

Baca juga artikel terkait SINDROM FOMO atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno