tirto.id - Berbicara tentang ketidakadilan, tuntutan tentang kesetaraan, sampai kemiskinan akibat kebusukan penguasa, serta membangkitkan jiwa perlawanan. Mungkin itu adalah tema secara keseluruhan dari lagu protes.
Jamie Atkins, penulis musik yang berbasis di London mengatakan, lagu-lagu protes terbaik tidak hanya berbicara tentang masalah di zaman mereka, tetapi melampaui apa yang terjadi di eranya, bahkan menjadi ekspresi politik yang abadi. Itulah alasan mengapa lagu protes selalu bergema dari zaman ke zaman, meski sudah dibikin beberapa dekade sebelumnya.
Di Indonesia sendiri, ada dua lagu yang nyaris hampir selalu bergema di setiap demonstrasi, baik berskala kecil maupun besar, yakni lagu "Buruh Tani" dan "Darah Juang", kedua lagu ini pernah dipopulerkan oleh band punk Marjinal. Padahal, kedua lagu ini sudah bergema dan menjadi semacam soundtrack dalam aksi sejak tahun 1990-an.
Dalam demonstrasi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 6 Oktober lalu misalnya, lagu "Buruh Tani" kembali dikumandangkan dalam aksi yang turut membakar semangat ribuan peserta demo buruh.
Tidak hanya buruh, lagu "Buruh Tani" juga bergema saat dilantangkan kembali oleh para mahasiswa yang menentang disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja oleh Pemerintahan Jokowi dan DPR pada 7 Oktober lalu.
"Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota. Bersatu padu rebut demokrasi. Gegap gempita dalam satu suara. Demi tugas suci yang mulia," teriak para mahasiswa.
Lagu "Darah Juang" juga pernah bergema dalam demo #GejayanMemanggil pada 23 September 2019 lalu di Gejayan, Sleman, Yogyakarta. Mereka menuntut sejumlah hal, seperti menolak UU KPK yang baru disahkan, RUU KHUP, RUU Agraria, RUU Ketenagakerjaan, persoalan kerusakan lingkungan dan kriminalisasi aktivis.
"Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar bunda relakan darah juang kami tuk membebaskan rakyat..." nyanyian dari peserta aksi.
Sejarah lagu Buruh Tani dan Darah Juang
Tari Adinda, dalam tulisannya yang dimuat Berdikari Online tahun 2017, menyatakan, lagu itu sebenarnya bukan berjudul "Buruh Tani", tetapi "Pembebasan".
Lagu ini aslinya diciptakan oleh Safi'i Kemamang, yang dibuat saat ia bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD) di wilayah Jawa Timur, tetapi masih bergerak secara bawah tanah.
Saat rezim Orde Baru tengah ganas-ganasnya, Safi'i dan kawan-kawannya menyadari bahwa perjuangan mereka butuh penyemangat. Sebab, menurut dia, perjuangan politik tanpa musik akan terasa sangat kering.
Selain itu, Safi'i pun sadar bahwa perlu ada persatuan antara buruh, tani, mahasiswa dan kaum miskin perkotaan dalam melawan Orde Baru. Sebab, kaum inilah yang paling merasakan dan menjadi korban dari segala kebijakan.
Untuk itu, ia berpikir, salah satu instrumen untuk menjaga garis penghubung semangat perlawan mereka adalah syair dan musik. Singkat cerita, terciptalah lagu "Pembebasan" pada tahun 1996 di Surabaya.
Sementara lagu "Darah Juang" diciptakan pada awal 1990-an. Lagu ini populer di kalangan aktivis mahasiswa, terutama di Yogyakarta, kemudian berkembang ke daerah-daerah lain.
Seperti ditulis jurnalis Anang Zakaria dalam "Mantra Darah Juang Johnsony dan Jejak Kejatuhan Soeharto" di Lokadata, lagu ini tercipta saat John Tobing, kala itu mahasiswa Fakultas Filsatat UGM, dan kawan-kawan aktivis Keluarga Mahasiswa UGM (KM UGM) sedang berkumpul di Gejayan, Yogyakarta.
Kala itu, pria bernama lengkap Johnsony Marhasak Lumbantobing itu tengah bermain gitar dan tiba-tiba tercipta sebuah nada. Karena merasa bagus, ia kemudian meminta rekan sesama aktivis di KM-UGM, Dadang Juliantara, untuk menulis liriknya.
Setelah lagunya selesai, John kembali memainkannya di depan kawan-kawan sambil membenahinya. Namun, lagu tersebut mendapat masukan dari kawannya, mahasiswa Fakultas Ekonomi UGM, yang tak lain adalah Budiman Sudjatmiko, kini politikus PDIP.
Budiman bilang, liriknya kebanyakan memakai kata "Tuhan" sehingga ia menyarankan untuk mengganti dengan kata "Bunda". John mengiyakan, kemudian jadilah sebuah lirik: "Bunda relakan darah juang kami, padamu kami berbakti."
Lagu dan lirik sudah jadi, tapi judulnya belum ada. Tetapi, lagu ini sering dibawakan John di depan aktivis mahasiswa. John bilang, judul lagu ini pada akhirnya terilhami oleh celetukan frasa "Darah Juang" dari seorang aktivis saat ia tampil di pertemuan Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY).
Kendati demikian, John tak tahu siapa nama aktivis yang memberi judul itu. Sejak saat itu, lagu "Darah Juang" menjadi pengobar semangat setiap aksi yang dilakukan aktivis mahasiswa dan ikut mewarnai tumbangnya Soeharto dari tampuk kekuasaannya. Bahkan, ikut dinyanyikan saat peserta aksi menduduki gedung DPR/MPR di Jakarta pada Mei 1998.
Lirik Lagu Pembebasan
Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terbebasnya massa rakyat pekerja
Terciptanya tatanan masyarakat
Demokrasi sepenuhnya
Marilah kawan mari kita kabarkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu tentang pembebasan
Lirik Lagu Darah Juang
Di sini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Tanah kami subur tuan...
Di negeri permai ini
Berjuta Rakyat bersimbah ruah
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja...
Mereka dirampas haknya tergusur dan lapar bunda relakan darah juang kami tuk membebaskan rakyat...
Mereka dirampas haknya tergusur dan lapar bunda relakan darah juang kami pada mu kami berbakti padamu kami mengabdi
Di negeri permai ini
Berjuta Rakyat bersimbah ruah
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja...
Mereka dirampas haknya tergusur dan lapar bunda relakan darah juang kami tuk membebaskan rakyat...
Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar bunda relakan darah juang kami pada mu kami berbakti padamu kami mengabdi
Editor: Agung DH