tirto.id - Satgas Penanganan COVID-19 angkat bicara soal video hoaks tentang vaksin anak 6-11 tahun, terlebih anggapan tentang anak-anak hanya dimanfaatkan sebagai kelinci percobaan.
Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito, vaksin anak usia 6-12 tahun diperuntukkan untuk melindungi anak-anak dan orang di sekitarnya. Oleh sebab itu, Wiku meminta masyarakat kritis dalam menerima informasi, terlebih mengenai video yang tidak berbasis ilmiah.
"Mohon siapapun untuk tidak membuat konten informasi yang salah dan tidak berbasis fakta serta data ilmiah dari sumber terpercaya. Karena terdapat sanksi hukum apabila menyebar dan menimbulkan misinformasi atau dis informasi," kata Wiku seperti dikutip laman resmi Satgas Covid-19.
Wiku menegaskan, vaksin jenis Sinovac yang diproduksi oleh Sinovac di Cina dan Coronavac atau yang diolah Biofarma sudah mendapat persetujuan dari Emergency Use of Authorization (EUA), serta penerbitan nomor izin edar dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (POM).
Menurut Wiku, penerbitan UEA diberikan kepada obat atau vaksin Covid-19yang masih dalam tahap pengembangan bertujuan untuk melindungi seluruh masyarakat, termasuk anak usia 6-11 tahun yang berpotensi mendapat penularan.
Berdasarkan hasil laporan ilmiah dari uji coba, pemantauan berkala dilakukan kepada penerima vaksin di Cina. Menurut dia, keputusan ilmiah ini mempertimbangkan keamanan dan kemampuan pembentukan antibodi sehingga vaksin bisa direkomendasikan untuk anak kelompok usia 6-11 tahun.
Wiku mengatakan, EUA yang diberikan juga menjadi upaya percepatan proses pengembangan registrasi dan evaluasi vaksin tanpa melupakan aspek mutu keamanan dan khasiatnya.
Bagi orang tua yang ingin anaknya mendapat vaksin, kata Wiku, bisa dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit, pos pelayanan vaksinasi, di sekolah atau satuan pendidikan lainnya maupun lembaga Kesejahteraan sosial anak.
Tak lupa pula, Wiku meminta masyarakat untuk kritis dalam memilih informasi, bahkan harus melengkapinya dengan kajian ilmiah dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya.
"Saya harapkan masyarakat tidak ikut menyebarkan konten tanpa basis ilmiah yang semata-mata dibuat untuk menyebarkan ketakutan," tegas Wiku.
Editor: Iswara N Raditya