tirto.id - Koordinator Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, keberatan atas dihapuskannya anggaran pembangunan shelter di Kampung Bukit Duri, Jakarta Selatan. Pembangunan tersebut merupakan bagian dari janji kampanye Anies-Sandi dalam Pilkada DKI 2017.
Selain itu, kata dia, penghapusan itu menunjukkan bahwa Pemprov DKI menyepelekan para korban tergusur di era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 2016.
"(Shelter) ini baru pra-rencana. Eksistensi warga ada 400-an yang digusur dan menggugat 93 pemilik bidang, itu (di tahap ini) dianggap tidak ada," ujar Sandyawan saat dihubungi, Rabu (5/9/2018).
Shelter merupakan tempat tinggal sementara bagi para korban gusuran kampung Bukit Duri. Pembangunannya dilakukan untuk menampung para korban agar tidak perlu membayar uang kontrak di tempat lain yang jauh dari sumber penghasilannya.
Jika shelter telah dibangun, penataan akan dilanjutkan dengan pembangunan kampung yang desainnya telah dibuat oleh warga Bukit Duri yang tergusur.
Hingga saat ini, kata dia, warga masih menunggu pembangunan shelter tersebut. Sebab, pembangunan tersebut merupakan tahap pertama dalam Comunity Action Plan (CAP), program penataan kampung dengan mengutamakan partisipasi warga, yang diluncurkan Anies Baswedan sebagai implementasi janji kampanyenya.
Namun, Pemprov DKI Jakarta beralasan bahwa lahan untuk membangun shelter tersebut dihapus anggarannya karena terkendala masalah lahan. Padahal, kata Sandyawan, status lahan yang akan dijadikan shelter sudah dibahas oleh kepala dinas perumahan sebelumnya, Agustino Darmawan.
"Kami mengusulkan tetap di wisma Ciliwung karena kami sudah komunikasi dengan pemilik. Kami yang kenalkan dengan Pemprov DKI, yang untuk shelter itu selain di RT-5 yang dulu di RW 011 satu lagi bekas kantor pajak. Itu yang jadinya ditawarkan untuk shelter," ujarnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah, mengatakan, saat ini Pemprov DKI masih mencari alternatif lahan lain untuk membangun shelter di Bukit Duri.
"Saya tugaskan Pak Wali untuk yang Wisma Ciliwung itu dicek legalitasnya, karena pemerintah daerah kan baru bisa bayar kalau hak dasar tanah tersebut benar," ujar Saefullah, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (5/9/2018)
Menurut Saefullah, Pemprov juga masih perlu memastikan legalitas lahan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan agar shelter yang dibangun tidak menimbulkan masalah hukum. Jika tak ada masalah, kata dia, "ya, nanti kita anggarkan di DKI."
Selain itu, ada pula lahan alternatif lain milik Kementerian Keuangan yang diusulkan untuk jadi lahan pembangunan shelter. Lahan tersebut juga tak jauh dari tempat bekas penggusuran di Bukit Duri.
"Tanah Kementerian Keuangan yang terlantar, bangunannya saya lihat kalau enggak Jepang, ya zaman Belanda kali itu. Jadi, enggak kepakai, sayang," tuturnya
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto