tirto.id -
Menurut Sandiaga, acara tersebut merupakan gerakan pembaruan dan penertiban kampung kumuh kota melalui partisipasi warga. Hal tersebut adalah antitesa dari cara yang dipakai mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kerap melakukan penataan dengan menggusur dan memindahkan warga jauh dari tempat tinggalnya semula.
"Teman-teman untuk melakukan penataan yang melibatkan warga dalam sistem partisipatif dan ini sudah digodok lama sekali sejak awal 2016, kami kunjungan di Bukit Duri," ujarnya di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).
Dalam kesempatan tersebut, Sandyawan mengatakan bahwa akan hadir sekitar 3.000-an warga yang terdiri dari rakyat miskin kota, buruh nelayan, kalangan akademisi sampai para pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Ini adalah aksentuasi dari ikhtiar bersama, kolaborasi antara masyarakat sipil Jakarta dengan Pemprov DKI," kata dia.
Tokoh masyarakat di Bukit Duri itu juga mengatakan bahwa acara tersebut paralel dengan rencana Pemprov untuk menata kembali kampung-kampung yang tergusur di era Gubernur Ahok.
Di samping itu, kata dia, juga sejalan dengan komitmen Pemprov untuk tidak melakukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan warga atas gusuran paksa normalisasi Kali Ciliwung.
Sandyawan yang juga menjadi salah satu penggugat, mengungkapkan bahwa keputusan majelis hakim PTUN telah memenuhi rasa keadilan warga korban penggusuran Bukit Duri. Menurut dia, putusan itu menjadi obat bagi warga di tengah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan.
“Pemerintah negeri ini mesti mempunyai kemauan politik kuat, betul-betul memprioritaskan keadilan bagi warganya, terutama bagi warga ekonomi bawah,” ujar Sandyawan Sumardi kepada Tirto, pada Desember 2016.
Seperti diketahui, sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga berjanji bahwa akan melakukan rembuk dengan warga Bukit Duri untuk mencari solusi terkait di Bukit Duri.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri