tirto.id - PT KAI Daop 6 Yogyakarta telah melakukan sterilisasi atas Kampung Bongsuwung pada Kamis (03/10/2024). Menurut PT KAI, Kampung Bongsuwung berdiri di kawasan emplasemen bagian barat dari Stasiun Yogyakarta. Wacana sterilisasi alias penggusuran atas Kampung Bongsuwung sendiri sudah muncul sejak 2010.
Penggusuran akhirnya dilakukan mulai Kamis pagi ini hingga pukul 12 siang dengan satu ekskavator. Sebanyak 400 orang petugas gabungan yang terdiri dari petugas kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja diterjunkan.
Sejak sepekan sebelumnya, sebagian warga Bongsuwung telah membongkar mandiri rumahnya. Dalam sterilisasi hari ini,terdapat 5 bangunan semipermanen yang akhirnya diratakan, termasuk satu balai pertemuan warga.
Warga yang tergabung dalam Aliansi Bongsuwung sebenarnya sempat menolak rencana sterilisasi PT KAI. Berbagai upaya mereka tempuh agar penggusuran ditunda. Mereka juga sempat melakukan aksi di depan kantor PT KAI Daop 6 Yogyakarta, tapi warga kini mengaku telah pasrah.
Mereka pun bersedia menerima uang ganti pembongkaran sebesar Rp200 ribu per meter persegi dan Rp500 ribu untuk ganti biaya angkut barang per bangunan.
Pada Kamis siang, puluhan bangunan di Kampung Bongsuwung terpantau telah rata tanah. Warga yang tergusur kini berpencar mencari suaka. Sebagian warga yang belum memiliki tempat bernaung ditampung sementara di kantor Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI).
Aliansi Bongsuwung hingga saat ini masih mengajukan permohonan peminjaman tempat untuk dijadikan shelter sementara bagi warga terdampak penggusuran. Permohonan itu diajukan ke beberapa organisasi maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Aliansi juga membuka donasi berupa bahan pakaian, bahan makanan, maupun uang sukarela.
Menurut Restu Baskara selaku kuasa hukum warga Bongsuwung, saat ini total terdapat sembilan orang—termasuk dua anak-anak—yang masih terkatung-katung tak memiliki tempat bernaung. Beberapa warga lain berpencar, ada yang menyewa kos sementara hingga pulang ke kampung halamannya di luar Yogyakarta.
“Kalau di PKBI, dua minggu. Setelah itu, masih bingung juga mau ke mana lagi,” terang Restu saat dihubungi kontributor Tirto via WhatsApp, Kamis (03/10/2024).
Sebelum penggusuran dilakukan, komunitas warga Bongsuwung sempat merencanakan pertemuan akhir di balai kampung. Namun, pertemuan itu urung terlaksana lantaran tenggat waktu pengosongan lahan hanya seminggu. Balai yang menjadi satu-satunya tempat mereka berkumpul pun kini sudah tinggal puing.
“Belum sempat kami salam-salaman antarwarga dan pengurus. Rencana memang ada, tapi tempatnya sudah digusur bagaimana?” kata Jati Nugroho, warga senior Kampung Bongsuwung.
Akses menuju Bongsuwung pun kini telah ditutup. Warga yang belum memiliki tempat bernaung kini masih menunggu uluran bantuan dari pemerintah daerah. Warga pun sempat berencana akan mendirikan tenda di kantor DPRD DIY apablia tak segera mendapat kepastian.
“Wacana kemah di DPRD baru akan dirembuk dengan warga. Kita terakhir mau rencana begitu. Biar anggota dewan juga bisa berpikir, dampak dari [penggusuran] PT KAI ini masyarakat Bongsuwung kayak begini,” tutur Jati Nugroho.
Setelah sterilisasi alias penggusuran dilakukan, Bambang Respationo, Executive Vice President PT KAI Daop 6 Yogyakarta, mengatakan bahwa lansiran kereta api dapat dilakukan hingga ke arah barat yang sebelumnya merupakan kawasan Bongsuwung.
Lahan tempat Kampung Bongsuwung sebelumnya berdiri itu rencananya akan dikembangkan untuk mendukung aktivitas operasional PT KAI. Rencananya, PT KAI akan melakukan pemekaran jarak rel dan perpanjangan peron stasiun.
“Nanti, rel ini akan kita lebar-lebarkan semua sehingga memberi ruang untuk pengembangan peronnya. Jadi, pengembangan tahap pertama adalah pengembangan di emplasemennya,” terang Bambang.
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Fadrik Aziz Firdausi