Menuju konten utama

Saat Sampah Menumpuk di Bawah Tanda Dilarang Membuang di Jogja

Setiap ada tulisan dilarang membuang sampah di Yogyakarta justru terdapat onggokan sampah di lokasi tersebut.

Saat Sampah Menumpuk di Bawah Tanda Dilarang Membuang di Jogja
Onggokan sampah di Plengkung Tamansari, jalan Suryowijayan, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta. (FOTO/Siti Fatimah)

tirto.id - Kota Yogyakarta merupakan kota unik dengan serba-serbi permasalahannya. Dalam melayangkan protes, warganya kerap kali menggunakan cara-cara "berbudaya".

Salah satu masalah adalah penanganan sampah di Kota Yogyakarta yang belum maksimal. Warga pun memprotes dengan meletakkan sampah di bawah papan larangan membuang sampah.

Beberapa onggokan sampah ada situs bersejarah Plengkung Tamansari yang terletak di jalan Suryowijayan, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Timbunan sampah dalam kresek itu tergeletak di bawah pohon dengan spanduk bertuliskan "Dilarang!! Membuang Sampah di Sepanjang Jalan Ini. Taruhlah Sampah di Depo Terdekat".

Onggokan sampah lain ada di jalan Kolonel Sugiyono, Kelurahan Brontokusuman, Kemantren Mergangsan, Kota Yogyakarta. Lokasi jalan ini di depan Museum Perjuangan Yogyakarta. Jumlah sampah yang tertimbun tidak sebanyak seperti di Plengkung Tamansari, tapi juga dekat tulisan "dilarang membuang sampah di sini".

Terhadap hal ini, salah satu warga Kota Yogyakarta yang tak mau disebutkan namanya menduga bahwa itu adalah bentuk protes.

"Tidak ada solusi atas sampah, itu bisa juga menjadi bentuk protes," ujar salah seorang warga Kota Yogyakarta pada Tirto, Kamis (8/8/2024).

Onggokan Sampah di Plengkung Tamansari

Onggokan sampah di Plengkung Tamansari, jalan Suryowijayan, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta. (FOTO/Siti Fatimah)

Narasumber ini pun membeberkan, onggokan sampah dekat tulisan dilarang membuang sampah ada di sejumlah lokasi. Lokasi yang juga diketahuinya jadi aksi protes ini ada di Perempatan Pingit.

"Misalnya melihat di perempatan Pingit, itu ada spanduk jangan buang sampah. Tapi di situ malah sampah bertumpuk," sebutnya.

Narasumber ini juga menambahkan, dia menjumpai, hampir setiap ada tulisan dilarang membuang sampah justru terdapat onggokan sampah di lokasi tersebut.

"Semalam aku juga ditunjukkan anakku, setiap ada tulisan jangan membuang sampah malah ada sampah banyak. Apa itu bentuk protes, ya bisa saja. Karena kita enggak tahu siapa yang membuang," ucapnya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengakui, penanganan sampah yang belum maksimal di wilayahnya. Oleh sebab itu, masyarakat diminta dapat menjadi kolaborator penanganan sampah di wilayah hulu.

Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, mengatakan semestinya tiap unsur memiliki paradigma yang sama terkait sampah, yaitu fokus pada aspek pengelolaan bukan hanya soal kebersihan.

"Kalau kebersihan itu bagaimana kota dibersihkan kemudian selesai. Tapi persoalannya, pengelolaan yang kita fokuskan. Karena setelah dibersihkan, dikumpulkan, lantas diapakan sampahnya," ucap Aman.

Aman mengakui pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta masih belum maksimal. Pemkot pun disebutnya masih butuh waktu untuk merumuskan metode pengelolaan sampah.

Aman bahkan menilai tanggung jawab pengelolaan sampah bukan sepenuhnya dilakukan pemerintah daerah. Ia seakan menyalahkan warga sebagai penghasil sampah yang tak mau turut membantu mengelola sampah.

"Sampah menurut UU yang punya kewajiban menyelesaikan adalah penghasil sampah. Bukan pemerintah. Pemerintah itu hanya salah satu dari salah salah yang lain. Jadi harus dilakukan bersama," imbuhnya.

Penanganan sampah bersama ini, kata Aman, melibatkan masyarakat di wilayah hulu. Sementara pemerintah di ranah hilir.

"Penanganan sampah, pengolahan sampah ya di hulu dan hilir. Hulunya masyarakat, hilirnya pemerintah. Ini yang sedang dalam upaya," ucapnya.

Selanjutnya Aman membeberkan program yang telah dicanangkan Pemkot Yogyakarta dalam kolaboratif penanganan sampah oleh masyarakat dan pemerintah.

Pemkot Yogyakarta meluncurkan Gerakan Zero Sampah Anorganik pada Januari 2023.

"Enam bulan sesudahnya peran masyarakat terbukti, sampah kota terbukti turun 30% dari total sampah awal 300 ton jadi 200 ton per hari," bebernya.

Penelitian lebih lanjut terhadap jenis sampah di Kota Yogyakarta, menemukan bahwa 60% persen dari 200 ton material sampah yang diproduksi per harinya di Yogyakarta adalah berjenis organik.

"Bersamaan dengan destralisasi sampah dan penanganan hulu untuk mendorong masyarakat, akhirnya diberlakukan Gerakkan Organikkan Jogja pada 2024," jelasnya.

Baca juga artikel terkait MASALAH SAMPAH atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Bayu Septianto