tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak Jumat, 10 April 2020. Kebijakan ini diberlakukan usai disetujui Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.
Penerapan PSBB menghadapi virus Corona atau COVID-19 di ibu kota ini diambil setelah melakukan kajian bersama antara Pemprov DKI Jakarta dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
“Interaksi antar-orang penting sekali dibatasi. Kami telah melakukan koordinasi bersama TNI-Polri dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi DKI Jakarta,” kata Anies, di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2020) malam.
Salah satu yang jadi sorotan dalam penerapan aturan PSBB ini adalah tak diperbolehkannya transportasi roda dua dalam hal ini ojek online mengangkut penumpang.
Kebijakan Anies ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang diteken Terawan.
Pasal 15 pada Permenkes tersebut dinyatakan bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.
Namun berselang dua hari kebijakan Anies dan Terawan berjalan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengumumkan terbitnya aturan baru yang pada intinya memperbolehkan ojek online mengangkut penumpang.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 tahun 2020. Tepatnya, pada Pasal 11 ayat 1 huruf d yang berbunyi:
“Dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut:
(1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar,
(2) melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan,
(3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.”
Aturan yang ditandatangani Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan itu sontak menuai komentar beragam.
Driver Ojol dan Penumpang Bingung
Namun alih-alih memberi ketenangan bagi pengemudi ojek online, terbitnya aturan yang baru itu justru bikin bingung pengemudi ojek online. Pertama, aturan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Peraturan Gubernur tentang PSBB.
“Kami jadi bingun, kita jadinya boleh angkut penumpang lagi nggak sih?" kata Parno, salah satu pengemudi ojek daring saat dihubungi reporter Tirto, Senin (13/4/2020).
Bukan hanya pengemudi ojek online yang dibuat bingung, masyarakat sebagai pengguna jasa juga masih bingung dengan terbitnya aturan tersebut.
Riana dan Mutia misalnya. Penghuni kos-kosan di Kawasan Tanjung Duren, Grogol, Jakarta Barat ini bingung karena menganggap pemerintah labil dalam menetapkan aturan.
Kekesalan mereka memuncak setelah membaca informasi mengenai kebijakan Kemenhub yang memperbolehkan ojol angkut penumpang. Apalagi, pada aplikasi transportasi online masih belum tersedia layanan untuk pesan angkutan roda dua.
Misalnya saja pada aplikasi Gojek dan Grab. Layanan Goride dan Grab-ride masih menghilang dari layar.
Pemerintah Dinilai Tak Kompak
Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, aturan ini memang tak tegas dan butir per butir pasalnya saling bertentangan sehingga bikin bingung siapapun yang membacanya.
Djoko mengatakan, pada Pasal 11 butir d disebutkan angkutan berbasis sepeda motor masih boleh mengangut penumpang dengan sejumlah persyaratak ketat. Bertentangan dengan Pasal 11 butir c yang menyebutkan bahwa angkutan sepeda motor aplikasi atau ojek online dibatasi hanya boleh mengangkut barang dan makanan.
"Justru ada kesan ambigu di Permnhub No 18 Tahun 2020," kata Djoko dihubungi reporter Tirto, Minggu (12/4/2020).
Hal senada disampaikan Anggota DPR RI dari Komisi V Syarief Abdulah. Ia menilai Permenhub yang diterbitkan Luhut membuat pemerintah terkesan tak kompak baik antar kementerian maupun dengan pemerintah daerah.
Pemerintah DKI Jakarta telah melaksanakan PSBB dengan penuh kesadaran soal pentingnya pencegahan penularan baru virus Corona. Dalam PSBB, masyarakat tidak diperbolehkan berdekatan (social distancing), termasuk berboncengan.
Polisi bahkan menggelar razia di jalan akses masuk DKI Jakarta untuk memastikan aturan tersebut dipatuhi, kata Syarief.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) bahkan juga sudah mendukung adanya pembatasan tersebut dan melarang ojek online mengangkut penumpang. Namun Kemenhub malah memperbolehkannya meski dengan syarat ketat.
"Selalu berubah-ubah nih Kemenhub, apalagi saya tadi baca Kemenhub bolehkan ojol angkut orang. Kan bertentangan dengan Permenkes, ini kan daruratnya kesehatan, harusnya itu nurut sama Permenkes," ujar Syarief.
Akan tetapi, Staf Ahli Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Perhubungan Umar Aris membantah anggapan itu. Menurutnya, butir pasal dalam aturan tersebut saling berkaitan dan tidak bertentangan.
Umar Airs juga membantah pandangan yang menyebut kebijakan ini berlawanan dengan Permenkes 9/2020 tentang ketentuan penerapan PSBB.
"Pasal 11, satu hal yang harus kita baca, yang kita dahulukan untuk pengangkutan barang, huruf c. Itu tidak bertentangan (dengan Peraturan Menteri Kesehatan terkait PSBB)," ujar Umar Aris.
Ia bahkan menganggap Permenhub ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat sudah sejalan dengan kebijakan Gubernur DKI Anies Baswedan agar tetap mengizinkan ojek daring tetap bisa beroperasi selama penerapan masa PSBB.
Aturan Ambigu Harus Dicabut
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpandangan, aturan mengenai boleh atau tidaknya ojek online mengangkut penumpang membuat kebijakan menjadi ambigu dan berpotensi menyesatkan masyarakat.
"Ketentuan ini sangat menyesatkan, berpotensi banyak pelanggaran dan disalahgunakan," kata dia dalam keterangan resmi yang diterima Tirto.
Bahkan secara normatif, kata Tulus, Pasal 11 ayat 1 huruf d di dalam Permenhub tersebut bertentangan dengan berbagai regulasi yang ada, termasuk melanggar UU tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Secara operasional juga bertolak belakang dengan Pergub No. 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Menanggulangi Covid-19, di DKI Jakarta, kata Tulus.
Selain itu, kata Tulus, Permenhub Nomor 18 tahun 2020 juga dinilai tidak tegas karena model pengawasannya diserahkan kepada masing-masing aplikator. Selain itu, juga tak ada sanksi tegas yang dibahas pada aturan itu.
"Lah bagaimana cara mengontrol dan membuktikan bahwa motor tersebut sudah disemprot dengan desinfektan? Ini ketentuan yang akal-akalan," kata Tulus.
Menurut Tulus, daripada pemerintah berpolemik dengan aturan akal-akalan yang bikin masyarakat bingung, lebih baik fokus pada penanggulangan dampak Corona yang lebih nyata. Tulus pun menyarankan, pemerintah segera mencabut Permenhub yang diteken Luhut tersebut.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz