Menuju konten utama

Saat Jaringan Pedagang Ingin Punya Partai, Lahirlah Partai Garuda

Dianggap partai terburuk, bagaimana Partai Garuda mendapatkan donatur?

Saat Jaringan Pedagang Ingin Punya Partai, Lahirlah Partai Garuda
Ilustrasi Partai Garuda. tirto.id/Lugas

tirto.id - Survei Cyrus Network mendapati persepsi publik pada Partai Garuda di urutan terburuk. Partai itu dianggap paling miskin, tak mampu dekati generasi pemilih Milenial, tidak memperjuangkan kepentingan rakyat, dan jarang melakukan kegiatan di daerah.

Survei itu digelar 27 Maret hingga 3 April 2018, melibatkan 1.230 responden dari 123 desa dan kelurahan di 34 provinsi.

Abdullah Mansuri, Sekjen Partai Garuda, menganggap hasil survei itu tidak membebani partainya. Ia justru menilai partainya paling kaya soal solidaritas antaranggota.

“Ada yang nyumbang beras, nasi, sayur, buah, sampai minuman itu hanya untuk rapat,” katanya di kantornya, akhir April 2018. Hanya dengan mengandalkan semangat patungan itu, menurutnya, Partai Garuda akan terhindar dari sikap jemawa yang memperlambat kinerja.

Ia mengakui Partai Garuda tak menyebar perangkat kampanye. Kita akan susah menjumpai bendera maupun warga memakai kaos Partai Garuda. Meski hasil survei itu menyatakan nyaris tak ada kegiatan yang dilakukan Partai Garuda, tetapi Mansuri memastikan pola pendekatannya dengan masyarakat lebih ke sosialisasi langsung, bukan perantara alat peraga.

“Semakin banyak bendera bertaburan, spanduk yang mengganggu jalan melanggar aturan dan seterusnya, itu akan makin membuat orang jengah,” ujarnya.

Mansuri menjelaskan tak ada aliran dana dari kantor pusat hingga ke daerah: dari DPP ke DPD, dari DPD ke DPC, apalagi dari DPC ke PAC (pimpinan anak cabang). Kebutuhan mulai dari sekretariat hingga operasional rapat ditanggung pengurus di tingkat struktural masing-masing.

“Kami enggak bantu bendera, atribut, sama sekali enggak ada bantu apa-apa. Ini bisa dikroscek ke semua wilayah,” terangnya, menambahkan, "Tak ada satu pun pengurus Partai Garuda dari seluruh jenjang struktural yang dibayar."

Ahmad Jony Marzainur, Ketua DPD Riau, dan Ikin Sodikin, Ketua DPD Jawa Barat, mengonfirmasi hal itu. “Jangankan dibayar, saya harus mengeluarkan kocek,” kata Sodikin.

Infografik HL indepth Partai Garuda

Mengandalkan Jejaring Pengusaha

Partai Garuda tak menagih uang pangkal dan iuran bagi seluruh anggotanya. Lantas dari mana dana mereka mengalir?

“Donatur terbesar itu patungan kawan-kawan grup-grup perusahaan,” ujar Abdullah Mansuri. Ia menilai hal ini sebagai keberuntungan karena biaya operasional partai ini tak terlalu tinggi.

”Kayak saya di Mans (Entertainment), ayo dong bisa bantu apa buat Partai Garuda,” imbuhnya.

Mansuri ialah pendiri dan produser eksekutif Mans Entertainment. Ada lebih dari tiga pengurus DPP Partai Garuda yang juga bekerja di perusahaan hiburan tersebut.

Selain itu, Partai Garuda menyerap dana dari jejaring organisasinya, misalnya Koperasi Pedagang Pasar Indonesia (KOPPI) milik Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi).

Mansuri juga menuturkan jejaring Ahmad Ridha Sabana, Ketua Umum Partai Garuda, jauh lebih banyak. “Perusahaan-perusahaan ketua umum banyak, mau donasi,” ucapnya.

Saat dikonfirmasi, Ridha Sabana mengakui pada dasarnya ia berlatar belakang “pedagang”. Dana dari perusahaan dipakai agar tak membebani para pengurus di daerah saat melakukan kunjungan.

“Perusahaan itu untuk kebutuhan operasional saja. Itu paling transport saja,” kata Sabana.

Berdasarkan penelusuran saya, Sabana menjabat direktur pada PT Wisata Pesona Nugraha (WPN), perusahaan penyelenggara haji dan umrah. Ia memiliki 25 lembar saham senilai Rp25 juta. Salah satu komisaris perusahaan itu adalah Muhammad Sirajuddin Syamsyuddin atau Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia.

Namun, sejak 2015 hingga 2018, izin PT WPN tersebut tidak diperpanjang oleh Kementerian Agama. Saat saya menemuinya, Sabana mengatakan memiliki banyak perusahaan lain, tapi enggan menyebutkan nama perusahaan dia satu pun.

Ridha Sabana adalah pendiri dan dewan pengawas Jaringan Pengusaha Nasional (2015-2020). Ia juga menjadi wakil ketua Komite Tetap Kamar Dagang Indonesia (2010-2015). Selain itu, ia menjadi anggota Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (2015-2018).

Sebelum mendirikan Partai Garuda, Sabana menjabat Direktur Utama PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Pemilik perusahaan itu adalah Siti Hardijanti Rukmana atau akrab disebut Mbak Tutut, politikus Partai Golkar dan anak kedua Soeharto. Kala itu seorang konsultan merekomendasikan agar Sabana masuk dalam direksi TPI.

Namun, Sabana memastikan bahwa hubungannya dengan Mbak Tutut sebatas bos dan karyawan. Ia menegaskan hingga kini tak ada aliran dana dari Mbak Tutut ke Partai Garuda.

Saat ditantang untuk membeberkan aliran dana Partai Garuda, Sabana menyatakan siap melakukan itu. Bahkan sebelumnya, ada mahasiswa Universitas Indonesia yang akan mengaudit. “Mereka mau audit. Ya silakan audit."

Tapi Sabana mengaku tak tahu aliran dana keluar-masuk di tingkat DPD maupun DPC. Padahal sesuai anggaran Partai Garuda Pasal 22 ayat (3), laporan keuangan DPD dan DPC disampaikan dalam rapat pleno, ke DPP dan dewan pembina.

Sabana meyakini bahwa tanpa donor dari tokoh atau perusahaan tertentu justru membuat kader Partai Garuda tak memiliki beban politik. Itu akan membuat kader partai bisa bertingkah bersih saat duduk di bangku legislatif.

“Kalau you sudah habis Rp500 miliar untuk membentuk partai, begitu partai ini jadi di parlemen, you dituntut untuk mengembalikan. Kami enggak begitu,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait PARTAI GARUDA atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Politik
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam