tirto.id - Menyusul maraknya kasus pemerkosaan sadis di Bengkulu dan Manado dan daerah lain di Indonesia, DPR didesak untuk segera mensahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan menjadi undang-undang.
Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan pihaknya mendukung pengesahan RUU tersebut.
Menurutnya, penghapusan kekerasan seksual harus menjadi agenda prioritas nasional dengan memperkuat instrumen hukum yang ada.
"Karena itu, saya sangat mendukung agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang," kata di Jakarta pada Senin (9/5/2016).
Bukan hanya itu, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan hukuman bagi pelaku juga harus direvisi dan mampu memberikan keadilan bagi korban tindak kekerasan seksual.
"Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual yang saat ini belum memberikan keadilan bagi korban harus segera direvisi. Pemberatan hukuman bagi para pelaku kekerasan seksual perlu dilakukan sehingga bisa menimbulkan efek jera," tuturnya.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, menurut Saleh telah diusulkan masuk ke dalam program legislasi nasional.
Hingga masa persidangan yang lalu, posisinya sudah sampai di Badan Legislasi DPR.
Sebelumnya, Lentera Indonesia dan majalah daring Magdalene membuat petisi di laman change.org untuk mendesak pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Petisi yang dikategorikan urgent atau mendesak tersebut ditujukan kepada Komisi VIII DPR, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise dan Presiden Joko Widodo.
Petisi tersebut dilatarbelakangi kematian siswi SMP bernama Yy (14) setelah diperkosa 14 pemuda pada April lalu.
Mereka menilai kasus tersebut merupakan cermin kekerasan seksual yang semakin gawat di Indonesia.
Mengutip data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bahwa 35 perempuan di Indonesia mengalami kekerasan seksual setiap harinya. (ANT)
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini