tirto.id - Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dibawa ke Rapat Paripurna.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU BUMN, Eko Hendro Purnomo menjabarkan 11 poin utama dalam pembahasan draf undang-undang BUMN di Komisi VI DPR, pada Sabtu (1/2/2025) di Jakarta.
"Poin pertama adalah soal penyesuaian dan perluasan definisi BUMN. Hal ini untuk mengakomodasi BUMN agar dapat melaksanakan tugas secara optimal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terkait," katanya.
Sementara itu, poin kedua, terkait definisi anak usaha BUMN. Hal ini sebelumnya tidak diatur dalam undang-undang yang ada.
Poin ketiga mencakup soal pengaturan terkait Badan Pengelola (BP) Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), holding investasi, holding operasional, restrukturisasi, privatisasi, pembentukan anak perusahaan dan/atau pembubaran BUMN.
Poin berikutnya mencakup pengaturan terkait business judgment rule. Ini adalah prinsip yang melindungi kewenangan direksi dalam pengambilan keputusan.
Poin kelima, soal penegasan terkait pengelolaan aset BUMN.
“Sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yaitu dilakukan secara akuntabel dan melandaskan peraturan perundangan yang ada,” tambah Eko.
Lanjut ke poin keenam, mencakup pengaturan terkait sumber daya manusia (SDM) BUMN. BUMN akan memberikan peluang bagi penyandang disabilitas, serta masyarakat setempat sesuai ketentuan perundang-undangan.
Masih melanjutkan dari poin soal SDM, karyawan perempuan BUMN juga akan diberikan peluang untuk menduduki posisi jabatan direksi, dewan komisaris, atau jabatan strategis lainnya.
Poin ketujuh, mengatur terkait pembentukan anak perusahaan BUMN, secara lebih mendetail.
“Meliputi persyaratan dan mekanisme pendiriannya, dalam rangka memastikan anak usaha BUMN memberikan kontribusi yang besar bagi BUMN dan negara,” terang Eko.
Selanjutnya, di poin kedelapan, hal lain yang dibahas adalah aksi korporasi yang meliputi penggabungan, peleburan, pengambilalihan, serta pemisahan BUMN dilakukan secara lebih tegas. Eko mengatakan, hal ini diperlukan dalam rangka menciptakan BUMN yang kompetitif, handal, dan tangguh.
Selanjutnya, poin kesembilan mengatur fundamental privatisasi BUMN. Hal ini untuk memastikan privatisasi memberikan manfaat bagi kinerja BUMN, masyarakat, dan negara.
Poin kesepuluh dalam revisi RUU BUMN terkait pengaturan mengenai Satuan Pengawasan Internal, Komite Audit, dan komite lainnya.
Kemudian, terakhir, poin kesebelas, mencakup pengaturan kewajiban BUMN untuk melaksanakan pembinaan, pelatihan, pemberdayaan, dan kerja sama dengan UMKM dan koperasi, serta masyarakat, dengan mengutamakan masyarakat di wilayah sekitar BUMN berada.
“(Ini) sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan BUMN,” tutup Eko.
Editor: Farida Susanty